Rindu di Hati
Setiap sujud yang kukhudu,
Menjadi penghubung antara aku dan-Mu.
Dalam keheningan malam yang sunyi,
Rindu ini terus membara, mencari cinta-Mu yang abadi.
Ya Allah, Engkau yang Maha Dekat,
Dalam tiap doa, aku bersimpuh dan bertaqarrub.
Hanya kepada-Mu aku berserah,
Tuntunlah aku, hingga ajal menjemputku.
2024
Analisis Puisi:
Puisi "Rindu di Hati" karya Yusriman adalah sebuah karya yang menggugah hati, mengangkat tema kerinduan seorang hamba kepada Sang Pencipta. Dalam bait-baitnya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keintiman hubungan manusia dengan Allah melalui ibadah, doa, dan ketundukan.
Makna Rindu dalam Perspektif Spiritual
Rindu, dalam konteks puisi ini, bukan sekadar rasa emosional yang umum dirasakan manusia terhadap sesuatu yang dicintai. Yusriman menggambarkan rindu sebagai kerinduan spiritual—hasrat mendalam untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Baris pertama puisi ini berbunyi:
"Setiap sujud yang kukhudu,
Menjadi penghubung antara aku dan-Mu."
Sujud, sebagai salah satu bentuk ibadah dalam shalat, adalah simbol ketundukan tertinggi seorang manusia kepada Tuhannya. Dalam setiap sujud, seorang hamba tidak hanya berkomunikasi dengan Allah, tetapi juga menyatukan hati dan jiwanya dalam kerendahan. Sujud menjadi ruang di mana kerinduan seorang hamba kepada Tuhannya menemukan pelepasannya.
Keheningan Malam dan Keintiman dengan Allah
Baris berikutnya:
"Dalam keheningan malam yang sunyi,Rindu ini terus membara, mencari cinta-Mu yang abadi."
Malam, dalam puisi ini, dilukiskan sebagai waktu terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Islam, malam memiliki keistimewaan tersendiri, terutama saat hening, ketika dunia sedang tertidur. Pada waktu inilah, seorang hamba dapat merasakan kehadiran Allah dengan lebih intens melalui doa dan shalat malam (qiyamul lail).
Rindu yang membara adalah ungkapan ketulusan hati seorang hamba yang haus akan cinta Allah. Cinta yang dimaksud bukanlah cinta duniawi, melainkan cinta yang hakiki, yang membawa kedamaian sejati.
Kedekatan Allah yang Maha Dekat
Puisi ini juga menggambarkan Allah sebagai Yang Maha Dekat:
"Ya Allah, Engkau yang Maha Dekat,Dalam tiap doa, aku bersimpuh dan bertaqarrub."
Allah digambarkan dalam Al-Qur'an sebagai Qarib, yaitu Maha Dekat, yang menjawab doa hamba-Nya yang berseru kepada-Nya (QS. Al-Baqarah: 186). Di sini, Yusriman menekankan bahwa Allah selalu dekat dengan hamba-Nya, lebih dekat dari urat nadi. Kedekatan ini bukan hanya secara fisik, tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan manusia, terutama dalam doa.
Taqarrub, atau mendekatkan diri kepada Allah, menjadi inti dari hubungan spiritual ini. Dalam setiap doa, seorang hamba mempersembahkan ketulusan hatinya, memohon bimbingan, dan mengakui ketergantungannya kepada Sang Pencipta.
Tawakal: Menyerahkan Diri Sepenuhnya kepada Allah
Bagian penutup puisi ini berbunyi:
"Hanya kepada-Mu aku berserah,Tuntunlah aku, hingga ajal menjemputku."
Ketundukan dan penyerahan diri kepada Allah, atau tawakal, menjadi pesan penting dalam bait ini. Tawakal adalah bentuk tertinggi dari kepercayaan seorang hamba kepada Tuhannya, yang melibatkan keyakinan penuh bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik, meskipun manusia tidak selalu memahaminya.
Melalui tawakal, seorang hamba mampu menghadapi segala ujian hidup dengan tenang, karena ia yakin bahwa Allah selalu menuntun jalannya hingga akhir hayat.
Pesan Spiritual dalam Puisi "Rindu di Hati"
Puisi "Rindu di Hati" mengandung pesan-pesan spiritual yang relevan bagi kehidupan seorang Muslim:
- Sujud sebagai Simbol Ketundukan: Sujud tidak hanya sekadar gerakan fisik dalam shalat, tetapi juga momen mendalam untuk menyatukan hati dengan Allah.
- Keheningan Malam untuk Mendekatkan Diri kepada Allah: Malam adalah waktu istimewa untuk bermunajat kepada Allah, memperkuat hubungan spiritual melalui shalat dan doa.
- Kedekatan Allah dengan Hamba-Nya: Allah selalu dekat dan mendengar setiap doa hamba-Nya, sehingga seorang Muslim tidak pernah merasa sendirian.
- Tawakal sebagai Kunci Kedamaian Hidup: Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah memberikan ketenangan dalam menghadapi segala ujian.
Relevansi Puisi dalam Kehidupan Modern
Di tengah kesibukan dunia modern yang penuh dengan distraksi, banyak orang merasa kehilangan arah dan makna hidup. Puisi "Rindu di Hati" mengingatkan kita akan pentingnya kembali kepada Allah sebagai sumber kebahagiaan sejati.
Kerinduan kepada Allah adalah fitrah manusia. Namun, dalam kesibukan duniawi, sering kali manusia lupa untuk memperkuat hubungan ini. Dengan memahami dan menghayati makna puisi ini, seseorang dapat menemukan kedamaian yang hilang melalui ibadah dan doa.
Mengaplikasikan Pesan Puisi dalam Kehidupan
Berikut beberapa cara untuk mengaplikasikan pesan puisi Rindu di Hati dalam kehidupan sehari-hari:
- Memperbanyak Sujud dan Ibadah: Jadikan sujud sebagai momen untuk benar-benar merasakan kedekatan dengan Allah, baik dalam shalat wajib maupun sunnah.
- Menghidupkan Malam dengan Doa: Luangkan waktu untuk bermunajat kepada Allah di malam hari, seperti melaksanakan shalat tahajud atau berzikir dalam keheningan.
- Meningkatkan Kualitas Doa: Sampaikan doa-doa dengan hati yang khusyuk, yakin bahwa Allah mendengar setiap permohonan.
- Menanamkan Tawakal: Dalam setiap langkah kehidupan, tanamkan keyakinan bahwa Allah adalah sebaik-baiknya pelindung dan penolong.
- Memperkuat Hubungan dengan Allah: Jadikan ibadah dan doa sebagai bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian.
Puisi "Rindu di Hati" karya Yusriman adalah pengingat lembut bahwa hubungan manusia dengan Allah adalah hal yang paling mendasar dalam hidup. Dengan sujud, doa, dan tawakal, manusia dapat menemukan kedamaian sejati, meskipun dunia di sekitarnya penuh dengan kesibukan dan tantangan.
Rindu kepada Allah adalah bentuk cinta yang paling murni, cinta yang tidak hanya memberikan kedamaian di dunia, tetapi juga membuka jalan menuju kebahagiaan di akhirat. Sebagai seorang Muslim, puisi ini menginspirasi untuk terus menjaga hubungan dengan Allah melalui ibadah, doa, dan ketundukan penuh.
Karya: Yusriman
Biodata Yusriman:
- Yusriman, sastrawan muda asal Pasaman Barat.
- Aktif dalam Pengelolaan Seminar Internasional Pusat Kajian Sastra Indonesia, Mazhab Limau Manis.
- Mahasiswa S2 Kajian Budaya, Universitas Andalas.