Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Hidup (Karya Rifa'i Ali)

Puisi "Hidup" karya Rifa'i Ali mengajak kita untuk merenung tentang pentingnya menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan dan kesadaran.
Hidup

Ketika lahir disambut emban
Ketika mati dilepas salat,
Antara adzan dan sembahyang,
Wahai hidup alangkah singkat!

Datang ke dunia telanjang bulat
Pulang hanya berkain kafan
Jangan ke alam hati tertambat,
Alam tak dapat menolong badan!

Sumber: Kata Hati (1941)

Analisis Puisi:

Puisi "Hidup" karya Rifa'i Ali mengandung makna mendalam tentang perjalanan kehidupan manusia yang singkat dan penuh dengan ketidakpastian. Dalam puisi ini, penyair menggunakan elemen-elemen agama dan simbol-simbol kehidupan untuk menggambarkan kesederhanaan dan kefanaan hidup. Dengan kata-kata yang lugas dan langsung, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang hakikat hidup, kematian, dan pentingnya untuk tidak terikat pada hal-hal duniawi yang sementara.

Tema Utama: Singkatnya Kehidupan dan Ketidakkekalan

Tema utama yang diangkat dalam puisi ini adalah kesadaran akan keterbatasan waktu yang dimiliki setiap individu dalam menjalani kehidupan. Rifa'i Ali dengan tajam mengingatkan pembaca bahwa hidup ini sangat singkat, dan banyak di antara kita yang terjebak dalam hal-hal duniawi yang tidak akan bertahan lama. Konsep kefanaan hidup ini juga mencerminkan nilai-nilai yang lebih dalam, seperti pentingnya hidup dengan kesederhanaan dan tidak terjebak pada hal-hal yang hanya bersifat sementara.

"Ketika lahir disambut emban, / Ketika mati dilepas salat"

Kalimat ini menggambarkan proses kehidupan manusia dari kelahiran hingga kematian, yang tak terhindarkan. Ketika lahir, seorang bayi disambut dengan tangisan dan perhatian, namun ketika mati, orang tersebut dilepas dengan salat jenazah. Penyair menggambarkan dua proses kehidupan yang sangat berbeda, tetapi keduanya merupakan bagian dari siklus kehidupan yang alami dan tak bisa ditolak.

"Antara adzan dan sembahyang, / Wahai hidup alangkah singkat!"

Dalam dua kalimat ini, penyair menyampaikan perasaan bahwa hidup ini terlalu singkat, terutama dalam konteks ibadah, yang diibaratkan sebagai suatu kegiatan yang rutin namun penuh makna. Antara adzan dan sembahyang, ada waktu yang sangat terbatas, dan begitu juga dengan kehidupan manusia di dunia ini. Puisi ini dengan tegas mengajak pembaca untuk merenung dan tidak menyia-nyiakan waktu yang ada.

Simbolisme dalam Kelahiran dan Kematian

Puisi ini menggunakan simbol-simbol yang sangat kuat untuk menggambarkan kehidupan manusia sejak lahir hingga mati. Kelahiran dan kematian bukanlah hal yang bisa dihindari oleh siapapun, dan keduanya dihadirkan dengan simbol-simbol yang penuh makna.

"Datang ke dunia telanjang bulat"

Kalimat ini menggambarkan kesederhanaan dan ketelanjangan yang menyertai seseorang sejak lahir. Tidak ada yang kita bawa saat lahir, begitu juga dalam kehidupan, kita datang ke dunia ini tanpa membawa apa-apa. Hal ini mengingatkan kita bahwa hidup ini dimulai dengan kesederhanaan dan kita harus siap untuk meninggalkan dunia ini dengan cara yang sama.

"Pulang hanya berkain kafan"

Kemudian, ketika seseorang meninggal, ia akan kembali ke dunia dalam keadaan yang sangat sederhana—dalam kafan yang menjadi simbol akhir dari perjalanan hidup. Kafan adalah pakaian terakhir yang dikenakan seseorang, menggambarkan bahwa pada akhirnya, kita akan meninggalkan dunia ini dengan apa yang kita bawa—kesederhanaan dan ketidakberdayaan.

Pesan Tentang Tidak Terikat pada Duniawi

Rifa'i Ali menekankan pentingnya untuk tidak terikat pada hal-hal duniawi yang sifatnya sementara. Kehidupan ini hanyalah perjalanan yang sementara, dan segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini pada akhirnya akan ditinggalkan. Penyair ingin mengingatkan kita untuk tidak terlalu terfokus pada materi atau pencapaian duniawi, karena semua itu akan pergi begitu saja.

"Jangan ke alam hati tertambat, / Alam tak dapat menolong badan!"

Kalimat ini mengandung pesan yang sangat kuat bahwa kita tidak seharusnya terikat pada dunia yang fana. Alam, atau dunia ini, tidak dapat membantu kita ketika ajal datang menjemput. Hati dan perasaan kita seharusnya tidak terlalu tertambat pada hal-hal duniawi, karena pada akhirnya, kita akan menghadapi kenyataan bahwa semua itu tidak akan membawa kita pada keselamatan sejati.

Konteks Agama dalam Kehidupan dan Kematian

Puisi ini juga menggambarkan hubungan antara kehidupan dunia dengan ibadah dalam konteks agama. Penyair mengaitkan kehidupan dengan rutinitas ibadah, seperti adzan dan sembahyang, yang mengingatkan kita bahwa hidup ini sangat singkat dan harus diisi dengan hal-hal yang bermanfaat.

"Ketika mati dilepas salat"

Kematian dalam puisi ini digambarkan dengan ritual salat jenazah, yang menggambarkan proses pemakaman yang dijalani seseorang. Salat jenazah adalah bentuk penghormatan terakhir yang diberikan kepada orang yang telah meninggal, menunjukkan bahwa dalam agama, setiap tahap kehidupan manusia (termasuk kematian) dihargai dan diakui sebagai bagian dari takdir Tuhan.

Refleksi pada Hidup yang Singkat

Puisi ini pada dasarnya adalah ajakan untuk merenung tentang makna hidup yang singkat dan bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran. Penyair mengingatkan kita bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara, dan kita harus selalu siap untuk menghadapi kenyataan bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian.

"Wahai hidup alangkah singkat!"

Dengan kalimat ini, penyair menyampaikan pesan yang sangat langsung bahwa hidup ini sangat singkat. Tidak ada waktu untuk menunda-nunda atau terjebak dalam hal-hal yang tidak penting. Kita harus menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan tujuan, karena waktu yang kita miliki di dunia ini terbatas.

Puisi "Hidup" karya Rifa'i Ali adalah sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan hidup manusia yang sangat singkat. Dengan menggunakan simbolisme kelahiran dan kematian, serta mengaitkannya dengan ritual keagamaan, puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang pentingnya menjalani hidup dengan penuh kesederhanaan dan kesadaran. Kematian adalah bagian dari kehidupan yang tak terhindarkan, dan kita harus siap meninggalkan dunia ini dengan hati yang lapang dan tidak terikat pada hal-hal duniawi yang sementara. Pesan yang kuat dalam puisi ini adalah untuk menghargai waktu, menjalani kehidupan dengan penuh makna, dan tidak terjebak dalam kekayaan atau pencapaian dunia yang hanya bersifat sementara.

Puisi: Hidup
Puisi: Hidup
Karya: Rifa'i Ali

Biodata Rifa'i Ali:
  • Rifa'i Ali lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 24 April 1909.
  • Rifa'i Ali adalah salah satu Sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.