Sumber: Perbincangan Terakhir dengan Tuan Guru (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Takwil Terakhir" karya Tjahjono Widarmanto menghadirkan gambaran mendalam tentang perjalanan waktu, kenangan masa silam, dan pertanyaan-pertanyaan tentang makna kehidupan. Dengan penggunaan bahasa yang penuh metafora dan perenungan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang siklus kehidupan yang tak terelakkan, serta bagaimana kita menghadapinya dengan penuh kesadaran. Puisi ini menggali makna dari pengalaman hidup yang terkumpul, ketidakpastian yang datang bersama waktu, dan pencarian makna yang tampaknya selalu terlambat kita temukan.
Menggali Makna dari Isyarat-Isyarat Kehidupan
Puisi ini dimulai dengan pertanyaan filosofis yang mendalam: "Apa yang masih bisa didengar dari sayap angin yang merambati tiang awan / menyeret bilangan pada usia yang terus merimbun seperti pohon tua keropos?" Dalam kalimat ini, Widarmanto menggunakan gambaran angin dan tiang awan untuk menggambarkan aliran waktu yang terus berjalan tanpa henti. Angin yang merambati dan menyeret bilangan usia ini menyiratkan bahwa waktu tak dapat dihentikan dan terus membawa kita maju, meskipun tubuh kita semakin rapuh seiring bertambahnya usia. Pohon tua yang keropos menjadi simbol usia yang semakin menua dan lemah, sebuah pengingat bahwa kehidupan adalah perjalanan yang penuh perubahan.
Pertanyaan tentang apa yang masih bisa didengar dalam keheningan angin mencerminkan kerinduan untuk menemukan makna yang tersembunyi dalam setiap perjalanan hidup. Seiring bertambahnya usia, manusia seringkali merasa bahwa isyarat-isyarat kehidupan menjadi kabur, dan makna dari setiap peristiwa terasa semakin sulit dijangkau.
Masa Silam dan Proses Takwil: Memaknai Kenangan
Dalam bagian selanjutnya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan masa silam yang menjadi bagian penting dari pembentukan identitas dan pengalaman hidup. "Adalah masa silam yang mengajari bertakwil pada isyarat-isyarat / air mata, pedih, dan tawa / seperti warna basanova." Masa silam tidak hanya dipahami sebagai kenangan, tetapi sebagai sesuatu yang mengajarkan kita tentang kehidupan, tentang bagaimana kita memberi tafsiran (takwil) terhadap setiap perasaan dan pengalaman yang kita alami. Air mata, pedih, dan tawa—tiga elemen emosi yang mewarnai perjalanan hidup—merupakan bagian dari pembelajaran kita dalam menghadapi berbagai perasaan dan kejadian yang datang dalam hidup.
Basanova yang disebutkan dalam puisi ini adalah sebuah genre musik yang lembut dan penuh melodi, yang memberikan kesan bahwa perasaan-perasaan tersebut mengalun seperti musik, seiring berjalannya waktu. Melalui kenangan akan masa lalu, kita belajar untuk menafsirkan pengalaman hidup kita, meskipun terkadang tafsiran itu tidak pernah benar-benar utuh atau sempurna.
Ketidakpastian dan Kenangan yang Meninggalkan Kekosongan
Puisi "Takwil Terakhir" juga menggambarkan ketidakpastian yang datang bersama perjalanan hidup. "Mungkin kita tak pernah bisa menakwil apa-apa / hanya menatap langit-langit bolong / kesemestaan kenangan yang tinggal angan-angan." Bagian ini mengungkapkan perasaan ketidakberdayaan dalam menghadapi masa lalu yang sudah berlalu dan kesulitan dalam menemukan makna yang jelas dari segala yang telah terjadi. "Langit-langit bolong" menjadi simbol dari ruang kosong dalam diri kita, tempat kita mencoba untuk memaknai hidup namun seringkali hanya menemukan kehampaan atau kekosongan.
Kenangan yang tinggal sebagai angan-angan mencerminkan betapa mudahnya kenangan kita berubah menjadi sesuatu yang kabur dan sulit dijangkau seiring berjalannya waktu. Seiring bertambahnya usia, kita cenderung melihat kembali masa lalu dengan pandangan yang semakin samar dan penuh keraguan. Seperti halnya teka-teki nasib yang tidak pernah terpecahkan, kehidupan membawa kita dalam lingkaran pertanyaan tanpa jawaban yang pasti.
Pencarian Makna Kehidupan yang Tak Terjawab
"Ubur-ubur yang melata sepanjang teka-teki nasib" adalah gambaran berikutnya yang mengarah pada ketidakpastian hidup. Ubur-ubur, makhluk laut yang tampaknya bergerak tanpa arah yang jelas, menjadi simbol dari pencarian hidup yang tak tentu arah. Kita seringkali merasa seperti ubur-ubur yang melata, bergerak tanpa tujuan yang jelas, hanya mengikuti arus hidup yang tidak bisa kita kendalikan. Teka-teki nasib adalah gambaran tentang bagaimana hidup seringkali membingungkan dan penuh misteri yang sulit untuk dipahami.
Kemudian, puisi ini menyentuh pada gambaran kehidupan yang semakin lelah dan usang: "Masa silam. Usia goyah. Rumah tua / tempat berbagi menu di meja makan." Ini adalah gambaran tentang keletihan dan keretakan yang datang seiring bertambahnya usia, ketika tubuh dan pikiran kita mulai goyah dan kita kembali ke tempat-tempat yang lebih sederhana, namun tetap penuh dengan kenangan. Rumah tua menjadi tempat yang mengingatkan kita pada segala yang telah kita alami, pada hal-hal kecil yang dulunya penuh makna, namun kini terasa semakin jauh.
Puisi ini berakhir dengan sebuah pertanyaan yang menggantung, "Adakah kita maknai kelahiran itu?" Ini adalah pertanyaan yang mengajak kita untuk merenungkan tentang makna kehidupan, tentang bagaimana kita memandang kelahiran, hidup, dan kematian. Kelahiran, yang seharusnya menjadi awal dari segala kemungkinan, malah seringkali terasa seperti sebuah misteri yang belum terpecahkan. Adakah kita benar-benar memahami makna kelahiran kita, atau apakah kita hanya sekadar menjalani hidup tanpa pernah benar-benar merenungkannya?
Puisi "Takwil Terakhir" karya Tjahjono Widarmanto mengajak kita untuk merenungkan tentang makna kehidupan yang seringkali sulit dijangkau. Dengan menggunakan simbol-simbol kuat seperti angin, masa silam, ubur-ubur, dan rumah tua, puisi ini menggambarkan perjalanan hidup yang penuh ketidakpastian, kenangan, dan pertanyaan yang tak terjawab. Dalam perjalanan waktu, kita terus mencari makna dari segala yang kita alami, namun seringkali hanya menemukan kehampaan dan keraguan.
Namun, meskipun tidak ada jawaban pasti atas pertanyaan-pertanyaan dalam puisi ini, puisi "Takwil Terakhir" tetap mengingatkan kita bahwa hidup adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan refleksi, pencarian, dan pengertian yang terus berkembang. Pertanyaan tentang makna kelahiran, hidup, dan kematian tetap terbuka untuk dijawab, baik oleh diri kita sendiri maupun oleh setiap orang yang mencoba untuk memahami makna dari setiap langkah yang mereka ambil dalam hidup.
