Analisis Puisi:
Puisi "Tu Ganua Galang Sopo" karya A. Rahim Eltara merupakan karya sastra yang penuh dengan simbolisme dan imaji yang kuat. Seperti banyak puisi berbau romantis dan penuh dengan nuansa mistis, puisi ini mengeksplorasi tema cinta, rasa dahaga akan kehidupan, dan pergulatan antara fisik dan jiwa. Namun, ada pula unsur penderitaan, kekelaman, dan pergulatan batin yang terlihat jelas dalam pilihan kata dan citraan yang digunakan. Dalam puisi ini, Eltara menyampaikan makna yang mendalam melalui alur naratif yang indah namun penuh intensitas emosi.
Mimpi, Kehidupan, dan Cinta yang Terkadang Terjerat
"Sepanjang malam mimpi-mimpi bersandar di kedua tangan / tergadai pada dengkur gerbong-gerbong hening / sembari rangkulkan batang gejolakmu / yang menggeliat dalam jerat jaring nyala geloraku"
Pembukaan puisi ini memperkenalkan pembaca pada suasana malam yang penuh dengan mimpi dan gejolak. Mimpi, dalam konteks ini, tidak hanya menggambarkan tidur atau khayalan semata, tetapi juga sebuah kenyataan yang terperangkap dalam kekosongan, "tergadai pada dengkur gerbong-gerbong hening." Ada kekosongan yang terasa dalam kehidupan ini, tetapi juga ada "gejolak" yang terjaga, berusaha keluar dari kekangan yang ada. Gejolak ini berperan sebagai metafora dari rasa cinta atau hasrat yang kuat, yang menyatu dengan "jerat jaring nyala gelora," sebuah gambaran tentang bagaimana hasrat dapat mengikat jiwa dan tubuh dalam keinginan yang tidak terkontrol.
Aliran Rasa dan Dahaga dalam Lumbung Kehidupan
"dan dahagamu alirkan bisa takluknya / pada deras alur anak sungai nadi dan sendi"
Gambarannya beralih pada dahaga dan aliran, yang menggambarkan kebutuhan yang tak terpuaskan, baik dalam fisik maupun emosi. "Dahaga" di sini bisa dilihat sebagai rasa lapar akan cinta, kehidupan, atau keinginan yang lebih besar, yang tak terobati hanya dengan sekadar kata-kata atau tindakan biasa. Alur "anak sungai nadi dan sendi" menambah kedalaman arti, menggambarkan aliran darah, kehidupan, dan energi yang ada dalam tubuh, yang seolah tak bisa dipisahkan dari keinginan kuat yang mendalam itu.
Keindahan Alam dan Kehidupan yang Terjalin dalam Keterikatan
"menguap wangi tanah padang / diguyur hujan sari pati / dipintal jadi tali kasih / ditenun jadi 'Awi Lompo'"
Eltara melukiskan suatu keindahan alam yang sangat erat kaitannya dengan perasaan batin yang penuh dengan cinta. Wangi tanah yang diguyur hujan menggambarkan kesuburan dan kehidupan yang dipelihara dengan kasih sayang. Proses "dipintal jadi tali kasih" dan "ditenun jadi 'Awi Lompo'" adalah metafora untuk bagaimana kasih sayang diolah dan dijalin dalam hubungan yang kuat dan tahan lama. "Awi Lompo" sendiri, jika ditelusuri, bisa merujuk pada semacam anyaman atau ikatan yang mengikat hubungan tersebut, memperkuat rasa persatuan yang kokoh dan abadi.
Ketegangan dalam Malam dan Cinta yang Menggeliat
"Malam dan mimpi berderit / seperti ringkik napas ranjang pengantin"
Peralihan menuju perasaan yang lebih intens terasa jelas di sini. "Malam dan mimpi berderit" menciptakan suasana ketegangan yang mungkin datang dengan kekhawatiran, harapan, dan kecemasan. "Ringkik napas ranjang pengantin" menjadi simbol perasaan fisik dan emosional yang bercampur, dengan segala ketegangan dan gairah yang ada dalam malam pernikahan yang penuh makna dan harapan.
Imaji yang Erotis dan Emosional
"bias-bias sayap langitpun gemetar / menabur jamur manik-manik di kening purnama / dan wajahmu gerhana dalam raut kesenjaan"
Di sini, Eltara menambah dimensi emosional dan erotis dalam puisinya. "Sayap langit" yang gemetar bisa diartikan sebagai lambang kebebasan dan keterbatasan, yang berseberangan antara keinginan untuk terbang bebas dan keterikatan yang ada. "Jamur manik-manik di kening purnama" menambah keindahan visual yang magis, menimbulkan gambaran akan keindahan alam semesta yang tak terhingga, sekaligus menggambarkan kecantikan yang misterius pada diri seorang kekasih. Sedangkan "wajahmu gerhana dalam raut kesenjaan" menggambarkan sebuah perasaan gelap atau kehilangan dalam hubungan yang seharusnya penuh dengan terang.
Kekelaman dan Penderitaan dalam Kesunyian
"bersama instrumen-instrumen erotik / bergema lewat corong tempurung rahasia / pisau rintih memenggal leher resah"
Eltara mengungkapkan konflik batin yang lebih dalam, di mana perasaan cinta dan hasrat seolah berlawanan dengan penderitaan yang mendalam. Instrumen-instrumen erotik yang digambarkan di sini bisa menunjukkan betapa hubungan ini penuh dengan gairah, namun juga membawa ketegangan yang tak terhindarkan. "Pisau rintih" dan "leher resah" menggambarkan penderitaan fisik dan mental yang tidak dapat dihindari, rasa sakit yang tak kunjung reda.
Keabadian dan Penggabungan Dua Jiwa
"kau memboncengku berenang menuju muara / sepanjang malam 'Tu Ganua Galang Sopo' / merangkai tangkai sukma menjadi seikat segenggam"
Puisi ini mencapai klimaksnya ketika dua jiwa bertemu, berenang menuju "muara," yang bisa diartikan sebagai tempat tujuan atau titik puncak dalam hubungan yang penuh dengan emosi ini. "Tu Ganua Galang Sopo" sebagai judul puisi membawa kita pada suatu kata yang bisa merujuk pada suatu perjalanan spiritual atau fisik, yang terus berlanjut dalam pencarian makna hidup dan cinta. "Merangkai tangkai sukma menjadi seikat segenggam" menggambarkan kesatuan dua jiwa yang tidak dapat dipisahkan lagi, bergabung menjadi satu dalam perjalanan ini.
Kehidupan yang Abadi di Reruntuhan Letih
"mengawin putik sari menjadi sedahan sepangkal / menjadi secicip serasa / senapas sedesah / sejiwa senaluri"
Bagian ini mengungkapkan bagaimana dua individu yang terjalin dalam ikatan cinta ini menjadi satu, tak terpisahkan lagi, "menjadi secicip serasa" dan "senapas sedesah" menggambarkan kedalaman hubungan yang sangat dekat dan intim. Mereka bersatu dalam setiap hembusan napas, dalam setiap langkah kehidupan yang mereka jalani bersama.
Puisi "Tu Ganua Galang Sopo" karya A. Rahim Eltara adalah sebuah karya yang mendalam dan penuh dengan simbolisme, menggambarkan perjalanan cinta, kehidupan, dan penderitaan yang tak terhindarkan. Melalui imaji yang kuat dan bahasa yang sensual, Eltara mengajak pembaca untuk meresapi setiap perasaan yang muncul, baik yang menyakitkan maupun yang indah. Puisi ini berbicara tentang bagaimana dua jiwa dapat terikat dalam sebuah perjalanan bersama, meskipun penuh dengan gelora, ketegangan, dan penderitaan. Sebuah karya yang tidak hanya mengangkat tema cinta, tetapi juga kompleksitas batin manusia dalam menghadapi kehidupan dan perasaan.
Karya: A. Rahim Eltara