Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Baju Bulan (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Baju Bulan" adalah pengingat bahwa di balik kebahagiaan hari raya, masih ada orang-orang yang hidup dalam kekurangan dan kesedihan.
Baju Bulan

Bulan, aku mau lebaran. Aku ingin baju baru,
tapi tak punya uang. Ibuku entah di mana sekarang,
sedangkan ayahku hanya bisa kubayangkan.
Bolehkah, bulan, kupinjam bajumu barang semalam?
Bulan terharu: kok masih ada yang membutuhkan
bajunya yang kuno di antara begitu banyak
warna-warni baju buatan. Bulan mencopot bajunya
yang keperakan, mengenakannya pada gadis kecil
yang sering menangis di persimpangan jalan.
Bulan rela telanjang di langit, atap paling rindang
bagi yang tak berumah dan tak bisa pulang.

2003

Sumber: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016)

Analisis Puisi:

Puisi "Baju Bulan" karya Joko Pinurbo adalah sebuah karya yang penuh makna, menggambarkan kesedihan, kemiskinan, dan kehangatan kepedulian dalam balutan metafora yang kuat. Dengan gaya khasnya, Joko Pinurbo menyajikan realitas sosial melalui simbol bulan yang menjadi saksi penderitaan seorang anak kecil yang ingin merayakan lebaran dengan baju baru.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini memiliki struktur sederhana dengan alur yang mengalir secara naratif. Pilihan katanya lembut namun penuh emosi, menggambarkan keadaan seorang anak kecil yang merindukan kehangatan keluarga dan keceriaan Idulfitri. Bahasa yang digunakan bersifat metaforis, tetapi tetap mudah dipahami, sehingga pembaca dapat merasakan kedalaman maknanya tanpa kesulitan.

Simbolisme dalam Puisi

Beberapa simbol utama dalam puisi ini meliputi:
  • Bulan: Melambangkan harapan, kepedulian, dan kehangatan. Bulan digambarkan sebagai sosok yang iba terhadap penderitaan seorang anak kecil dan rela "melepas bajunya" untuk diberikan kepada anak tersebut.
  • Baju Bulan: Mewakili impian dan keinginan sederhana seorang anak untuk memiliki baju baru di hari raya. Baju ini bukan hanya tentang pakaian fisik, tetapi juga tentang perasaan memiliki sesuatu yang berarti di tengah keterbatasan.
  • Anak kecil yang menangis di persimpangan jalan: Melambangkan kaum miskin dan terpinggirkan yang merindukan kasih sayang serta perhatian di tengah kemeriahan lebaran.
  • Langit sebagai atap paling rindang bagi yang tak berumah dan tak bisa pulang: Menggambarkan keterasingan dan kesedihan mereka yang tidak memiliki tempat kembali, baik secara fisik maupun emosional.

Tema dan Makna dalam Puisi

Puisi ini mengangkat beberapa tema utama:
  • Kemiskinan dan Kesepian: Sang anak tidak memiliki baju baru dan tidak tahu keberadaan orang tuanya. Ini menggambarkan realitas kehidupan anak-anak jalanan yang hidup dalam ketidakpastian.
  • Harapan dan Kepedulian: Bulan yang memberikan "bajunya" melambangkan bentuk kasih sayang dan solidaritas kepada mereka yang membutuhkan.
  • Kontras antara Kemeriahan dan Kesedihan: Di tengah kegembiraan lebaran, masih ada orang-orang yang merasakan kesedihan dan kehilangan.

Pesan yang Disampaikan

Puisi "Baju Bulan" mengajak pembaca untuk merenungkan makna kepedulian dan berbagi di tengah perayaan. Joko Pinurbo dengan indah menggambarkan bagaimana harapan masih bisa ditemukan dalam bentuk yang tidak terduga. Bulan, yang biasanya hanya menjadi penerang malam, dihadirkan sebagai sosok yang berempati dan rela berkorban bagi mereka yang membutuhkan.

Puisi ini adalah pengingat bahwa di balik kebahagiaan hari raya, masih ada orang-orang yang hidup dalam kekurangan dan kesedihan. Melalui simbol bulan dan anak kecil, Joko Pinurbo menyampaikan pesan tentang pentingnya kepedulian sosial. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, "Baju Bulan" mengajak kita untuk lebih peka terhadap sesama dan tidak lupa berbagi kebahagiaan dengan mereka yang kurang beruntung.

Puisi: Baju Bulan
Puisi: Baju Bulan
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.