Igaumu Seorang Anak Buruh Perkebunan Karet
Jangan menangis tresnoku
lihat, langit begitu kelam
karena matahari kita telah lama padam
sebentar lagi akan turun malam
hanyutkan igaumu ke dalam mimpi
tapi, jangan bermimpi yang muluk-muluk, tresnoku
karena mimpi indah dan muluk juga bukan kita punya
(Sianak bermimpi sedang menari-nari dengan tujuh bidadari
dalam taman sorgawi. Bidadari itu mengajarnya membaca
dan menulis, kemudian membelainya begitu mesra. Tiba-tiba
sepasang tangan kekar merentapkan mimpinya,
dan membenamkan sisa-sisa mimpi itu ke dalam igau yang panjang)
Sumber: Ketika Matahari Tertidur (1979)
Analisis Puisi:
Puisi "Igaumu Seorang Anak Buruh Perkebunan Karet" Karya B. Y. Tand mengangkat tema kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan impian yang terenggut. Melalui kisah seorang anak buruh perkebunan karet, puisi ini menggambarkan realitas pahit kehidupan masyarakat kelas bawah, di mana harapan dan impian mereka sering kali dipatahkan oleh keadaan.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan nasib anak-anak dari kalangan buruh yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan ketidakberdayaan.
- Kalimat "Jangan menangis tresnoku" mengandung makna penghiburan sekaligus kepasrahan terhadap keadaan yang sulit.
- "Karena matahari kita telah lama padam" merupakan simbol dari kehilangan harapan atau masa depan yang suram.
- "Tapi, jangan bermimpi yang muluk-muluk, tresnoku, karena mimpi indah dan muluk juga bukan kita punya" menggambarkan betapa sulitnya bagi anak buruh untuk keluar dari kondisi sosialnya, karena impian mereka sering kali dianggap mustahil.
- "Sepasang tangan kekar merentapkan mimpinya, dan membenamkan sisa-sisa mimpi itu ke dalam igau yang panjang" menandakan realitas pahit yang menghancurkan harapan dan kebebasan seorang anak untuk bermimpi.
Puisi ini bercerita tentang seorang anak buruh perkebunan karet yang memiliki impian, tetapi mimpinya terus-menerus direnggut oleh realitas kehidupan yang keras.
- Anak itu bermimpi tentang hal-hal indah, seperti menari bersama bidadari dan belajar membaca serta menulis.
- Namun, mimpi itu tiba-tiba terputus oleh kenyataan pahit, digambarkan dengan "sepasang tangan kekar merentapkan mimpinya".
- Ini melambangkan bagaimana kondisi sosial dan ekonomi memadamkan harapan anak-anak buruh untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Suasana dalam Puisi
Puisi ini menciptakan suasana muram, penuh keputusasaan, dan tragis.
- "Langit begitu kelam karena matahari kita telah lama padam" menggambarkan keadaan yang suram dan tanpa harapan.
- "Jangan menangis tresnoku" menunjukkan suasana kegetiran dan pasrah terhadap keadaan.
- "Mimpi yang direntapkan dan dibenamkan ke dalam igau yang panjang" menambahkan kesan tragis, seakan tidak ada jalan keluar bagi anak buruh tersebut.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini mengandung pesan tentang ketidakadilan sosial dan bagaimana impian anak-anak dari golongan kurang mampu sering kali dihancurkan oleh sistem yang tidak berpihak pada mereka.
- Pendidikan seharusnya menjadi hak bagi semua anak, tetapi bagi anak buruh, itu menjadi sesuatu yang sulit dicapai.
- Kemiskinan membelenggu mimpi-mimpi generasi muda, dan tanpa perubahan sosial, mereka akan terus berada dalam lingkaran yang sama.
- Masyarakat perlu lebih peduli terhadap ketimpangan sosial agar setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Imaji
Puisi ini dipenuhi dengan imaji yang kuat untuk menggambarkan suasana dan perasaan yang mendalam:
- Imaji visual → "Langit begitu kelam, matahari kita telah lama padam", menciptakan gambaran suram tentang kehidupan yang gelap tanpa harapan.
- Imaji kinestetik → "Sianak bermimpi sedang menari-nari dengan tujuh bidadari", memberikan gambaran tentang kebebasan dan harapan yang sesaat hadir dalam mimpi.
- Imaji taktil → "Bidadari itu mengajarnya membaca dan menulis, kemudian membelainya begitu mesra", menggambarkan kehangatan dan kasih sayang yang mungkin tidak ia dapatkan dalam kehidupan nyata.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas yang memperkuat makna dan suasana yang ingin disampaikan:
- Personifikasi → "Matahari kita telah lama padam", menggambarkan bahwa harapan atau kebahagiaan sudah lama hilang.
- Metafora → "Matahari kita telah lama padam" sebagai simbol dari kehidupan yang penuh penderitaan tanpa cahaya harapan.
- Hiperbola → "Bidadari itu mengajarnya membaca dan menulis", menggambarkan impian yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan.
Puisi "Igaumu Seorang Anak Buruh Perkebunan Karet" karya B. Y. Tand adalah refleksi menyedihkan tentang impian yang hancur akibat ketidakadilan sosial. Melalui simbol-simbol yang kuat, puisi ini menggambarkan bagaimana anak-anak dari keluarga buruh sering kali harus menerima nasib tanpa banyak pilihan. Harapan yang muncul dalam mimpi mereka pun seakan dipatahkan oleh realitas yang tak berpihak, meninggalkan mereka dalam kesunyian dan kepedihan yang panjang.
