Sumber: Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
Analisis Puisi:
Puisi "Padang Katelong" karya D. Zawawi Imron menawarkan gambaran yang kuat dan dramatis tentang pertarungan dan pengorbanan melalui simbolisme dan bahasa yang kaya. Dengan latar belakang padang yang penuh konflik dan mitos, puisi ini mengeksplorasi tema kematian, kepahlawanan, dan hubungan antara manusia dan tanah.
Setting dan Simbolisme
Puisi ini dimulai dengan gambaran visual yang dramatis:
"Bergoyang kuda putih / gempita padang katelong / Bergerak satria putih / mayat-mayat bergelimpangan."
Latar tempat, padang katelong, tampaknya merupakan arena konflik yang luas dan terbuka, di mana kuda putih dan satria putih berperan sebagai simbol kebaikan atau kepahlawanan. Kontras antara "satria putih" dan "mayat-mayat bergelimpangan" menegaskan kehampaan dan kesedihan yang menyertai pertempuran. Warna putih sering kali melambangkan kemurnian dan kepahlawanan, sementara kematian yang bergelimpangan menunjukkan kekacauan dan tragedi.
Pertarungan dan Simbol Kekuatan
"Kebowaju agul-agul tanah seberang / mekar alisnya bagai duri / kumis sebelah sekepal tangan / Mengamuklah si celeng hitam / mandi keringai air cabai"
Gambaran "kebowaju agul-agul" dan "si celeng hitam" membawa konotasi kekuatan dan kekasaran. "Celeng hitam" mungkin merupakan simbol kekuatan gelap atau musuh yang penuh kemarahan. Keterangan tentang "alis bagai duri" dan "air cabai" menambahkan elemen kekerasan dan pertarungan, menunjukkan intensitas konflik yang terjadi.
Kemerosotan dan Pengorbanan
"Di pusat ladang / mereka bertemu dalam nyala / runtasan dengan runtasan / Kelopak langit memuntahkan asap kemenyan / mengaburkan wajah siang"
Pertemuan di "pusat ladang" dan "nyala runtasan dengan runtasan" menggambarkan pertempuran yang penuh gairah dan kekacauan. "Kelopak langit memuntahkan asap kemenyan" menunjukkan adanya dimensi spiritual atau ritual, yang memperkuat kesan bahwa pertarungan ini lebih dari sekedar konflik fisik tetapi juga berkaitan dengan nilai-nilai spiritual dan simbolis.
"Keris satria putih terjatuh / Aduh, direbut oleh musuh / ditikamkan ke dada yang punya / Semburat darah putih / Tubuh rebah mencium bumi / Karena bumi adalah ibu."
Keris putih yang terjatuh dan direbut oleh musuh melambangkan kekalahan atau kematian pahlawan. "Semburat darah putih" menunjukkan bahwa meskipun satria putih mati, darahnya tetap menjadi simbol kemurnian dan pengorbanan. Tubuh yang "mencium bumi" menegaskan hubungan mendalam antara manusia dan tanah, di mana bumi diperlakukan sebagai ibu yang menerima semua pengorbanan.
Puisi "Padang Katelong" adalah karya yang penuh dengan simbolisme dan emosional. Melalui gambaran pertempuran yang dramatis, D. Zawawi Imron mengeksplorasi tema pengorbanan, kematian, dan hubungan antara manusia dan tanah. Dengan menggabungkan elemen visual, mitos, dan spiritualitas, puisi ini memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana kepahlawanan dan pengorbanan berperan dalam konteks budaya dan spiritual.
Gambaran yang kuat dari "satria putih" dan "celeng hitam" menciptakan narasi yang tidak hanya menceritakan pertempuran tetapi juga menyiratkan nilai-nilai yang lebih dalam tentang kehidupan dan kematian, serta hubungan antara individu dan tanah yang mereka diami. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna pengorbanan dan kekuatan, serta bagaimana keduanya membentuk pengalaman manusia dan spiritualitas.

Puisi: Padang Katelong
Karya: D. Zawawi Imron
Biodata D. Zawawi Imron:
- D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.