Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Angin-Angin Laut Irian (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Angin-Angin Laut Irian" karya Diah Hadaning menyajikan gambaran mendalam mengenai kekhawatiran dan kesedihan seseorang terhadap perubahan ...
Angin-Angin Laut Irian

Apa kabar lelakiku dari Sentani
Yan Yapo, Yan Yapo, kupanggil kau
lewat angin-angin laut Irian
benarkah kini kau semakin tua
tak kuat lagi menokok sagu
sambil menggendong anakmu
apa kabar perisai langit dari Sentani
bintang kejora pasang di sana
di bendera bikin masalah ternyata
berapa lama musim kita
dinodai mozaik utopia
gunung datar hutan gundul
debu menerpa Yamdena
kau tangisi saat purnama
kalam semesta tak lagi menyairkan
keindahan bumimu kau banggakan
padaku di tanah barat
duka itu terlalu berat
bagi jiwa sederhana
Yan Yapo, Yan Yapo, lelakiku dari Sentani
lalu kau marah pada angin
lalu kau 'nangis pada laut
Irian gemetar
kau terkapar.

Bogor, November 2000

Analisis Puisi:

Puisi "Angin-Angin Laut Irian" karya Diah Hadaning menyajikan gambaran mendalam mengenai kekhawatiran dan kesedihan seseorang terhadap perubahan yang dialami oleh tanah kelahirannya, serta kondisi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan. Dengan gaya bahasa yang puitis dan penuh emosi, puisi ini menciptakan sebuah narasi yang menghubungkan keindahan alam dengan penderitaan manusia.

Struktur dan Tema

Puisi ini dimulai dengan sapaan penuh kasih kepada seseorang yang disebut Yan Yapo, yang berasal dari Sentani, sebuah daerah di Papua, Indonesia. Penulis menggunakan sapaan ini untuk menunjukkan kedekatan emosional dan juga sebagai simbol keterikatan dengan tanah kelahiran serta masyarakatnya. Pembukaan puisi ini menciptakan kesan personal dan langsung, membawa pembaca ke dalam suasana yang intim.

"Apa kabar lelakiku dari Sentani / Yan Yapo, Yan Yapo, kupanggil kau / lewat angin-angin laut Irian"

Di sini, penulis menanyakan kabar Yan Yapo dan menyiratkan perubahan yang mungkin telah terjadi. Ada keinginan untuk mengetahui keadaan seseorang yang dicintai melalui unsur-unsur alam, seperti angin dan laut, yang berfungsi sebagai media komunikasi antara penulis dan tokoh puisi.

Konteks Sosial dan Ekologis

Tema utama puisi ini adalah kesedihan dan kekhawatiran terhadap kondisi tanah Irian dan masyarakatnya. Penulis menggambarkan perubahan yang drastis yang telah terjadi di tanah tersebut, termasuk kerusakan lingkungan dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

"benarkah kini kau semakin tua / tak kuat lagi menokok sagu / sambil menggendong anakmu"

Ungkapan ini menggambarkan kekhawatiran tentang menurunnya kemampuan masyarakat lokal dalam menjalani kehidupan tradisional mereka. Penulis mencatat bagaimana perubahan lingkungan telah mempengaruhi kemampuan mereka untuk mempertahankan cara hidup yang telah berlangsung lama.

"gunung datar hutan gundul / debu menerpa Yamdena"

Bagian ini menunjukkan kerusakan lingkungan yang terjadi, dengan gunung yang menjadi datar dan hutan yang gundul, yang mengakibatkan debu menyelimuti daerah seperti Yamdena. Ini menggambarkan dampak negatif dari eksploitasi atau kerusakan lingkungan terhadap ekosistem lokal.

Emosi dan Simbolisme

Puisi ini juga menampilkan elemen simbolis yang kuat. Misalnya, "perisai langit dari Sentani" dan "bintang kejora pasang di sana" menggambarkan keindahan dan keagungan alam yang telah terancam. Namun, simbol-simbol ini juga menggambarkan kehilangan dan kemarahan.

Penulis menunjukkan kemarahan Yan Yapo terhadap kondisi ini dengan:

"lalu kau marah pada angin / lalu kau 'nangis pada laut"

Di sini, kemarahan dan kesedihan dipersonifikasikan melalui elemen alam, menggambarkan bagaimana ketidakberdayaan dan frustrasi mengalir ke dalam unsur-unsur yang biasanya memberikan kehidupan dan harapan.

Penutup yang Melankolis

Puisi ditutup dengan kesan melankolis dan putus asa:

"Irian gemetar / kau terkapar"

Frasa ini menggambarkan kerusakan yang parah dan dampak emosional yang dirasakan oleh masyarakat Irian. Penulis menunjukkan bagaimana perubahan ini tidak hanya mempengaruhi lingkungan tetapi juga menghancurkan jiwa dan identitas lokal.

Puisi "Angin-Angin Laut Irian" adalah puisi yang menyentuh dan kuat, yang tidak hanya menggambarkan keindahan dan penderitaan tanah Irian tetapi juga mencerminkan hubungan antara manusia dan lingkungan mereka. Melalui bahasa yang penuh emosi dan simbolisme yang mendalam, Diah Hadaning berhasil menyampaikan pesan tentang kehilangan, kerusakan, dan harapan yang sirna. Puisi ini memberikan suara kepada mereka yang terpinggirkan dan menyoroti pentingnya melindungi warisan budaya dan lingkungan.

Puisi: Angin-Angin Laut Irian
Puisi: Angin-Angin Laut Irian
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.