Analisis Puisi:
Puisi "Biang Lala" karya Abdul Wachid B. S. menyajikan sebuah narasi puitis yang erat dengan simbolisme mitologi penciptaan manusia, khususnya dalam konteks Adam dan Hawa. Dengan bahasa yang indah dan penuh makna, puisi ini menggambarkan perjalanan awal manusia dari surga ke bumi dan makna keberadaan mereka dalam takdir kehidupan.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah penciptaan manusia dan takdir kehidupan. Puisi ini menyoroti perjalanan Adam dan Hawa dari surga ke bumi, yang merupakan metafora tentang asal-usul manusia dan perjalanan hidup yang telah ditentukan oleh takdir.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah bahwa kehidupan manusia sudah ditentukan oleh takdir, sebagaimana kisah Adam dan Hawa yang dituliskan dalam kitab suci. Puisi ini juga mencerminkan bagaimana manusia ditakdirkan untuk menjalani kehidupan di bumi setelah penciptaannya di surga. Selain itu, ada pesan bahwa puisi dan sastra merupakan bagian dari takdir dan sejarah kehidupan itu sendiri, sebagaimana tertuang dalam baris "sebelum semua puisi dituliskan penyair, kau aku telah dituliskan oleh takdir."
Puisi ini bercerita tentang pertemuan Adam dan Hawa setelah penciptaan manusia. Dalam narasi puitisnya, penyair menggambarkan bagaimana manusia pertama diciptakan, dihidupkan kembali, dan akhirnya diturunkan ke bumi setelah memakan buah khuldi. Ada pula refleksi tentang bagaimana manusia mencari makna dan tujuan hidup setelah terpisah dari surga.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan bahwa kehidupan adalah bagian dari takdir yang telah tertulis, sebagaimana perjalanan Adam dan Hawa yang berawal dari surga dan berlanjut di bumi. Manusia harus menerima kenyataan hidup dan menjalani takdirnya dengan penuh kesadaran. Selain itu, puisi ini juga mengingatkan bahwa keberadaan manusia tidak terlepas dari sejarah dan mitologi penciptaannya.
Imaji
- Imaji visual → "berjatuhanlah buah-buah khuldi itu, melayanglah kau aku kembali ke bumi", menggambarkan peristiwa jatuhnya Adam dan Hawa ke bumi.
- Imaji perasaan → "aku sendirian gelisah basah", menciptakan gambaran kesepian dan kegelisahan yang dialami manusia dalam pencarian makna hidup.
Majas
- Metafora → "kau cerminku aku cerminmu", menggambarkan bahwa Adam dan Hawa adalah bagian dari satu kesatuan.
- Personifikasi → "sebelum semua puisi dituliskan penyair, kau aku telah dituliskan oleh takdir", memberikan sifat manusiawi kepada puisi dan takdir.
Puisi "Biang Lala" merupakan refleksi filosofis tentang penciptaan manusia, takdir, dan perjalanan hidup. Dengan simbolisme kuat dari kisah Adam dan Hawa, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan asal-usul manusia dan bagaimana kehidupan ini telah ditentukan sejak awal. Puisi ini juga menyoroti bagaimana puisi dan sastra merupakan bagian dari narasi besar kehidupan yang telah ditulis oleh takdir.
Karya: Abdul Wachid B. S.