Bila Kabut Berserakan
Akhirnya berserakan juga kabut yang menyungkup
yang bertumpuk tertahan di ujung gunung
berserakkan dihembus angin balau itu.
Dan teranglah lagi siang yang lama gelap
serta mentari mengering lumpur jadi debu.
Kiranya mentari memberi tanda
pada bayangan yang disangsikan
— hari sudah tinggi —
Biarlah....
Tertegak di persimpangan yang lama membimbang
serta sempoyong dilanda orang lalu
lenyap segala.
Ini jalan sudah terang
ke sana aku tuju.
Habis segala, tinggal lenyap cerita lama
kaki yang lama kaku kejang dulu
bergerak lagi, bergerak
laju.
16 Maret 1951
Analisis Puisi:
Puisi "Bila Kabut Berserakan" mengangkat tema tentang perjuangan mengatasi keraguan dan kebimbangan dalam menjalani hidup. Tema ini juga berkaitan dengan kebangkitan dari keterpurukan, sebuah fase di mana seseorang menemukan kembali arah dan keberanian setelah sebelumnya terhalang kabut ketidakpastian.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan bahwa setiap manusia akan menghadapi masa-masa gelap dalam hidupnya—masa ketika jalan hidup terasa buntu dan kabur seperti kabut yang menyungkup pandangan. Namun, seiring waktu dan keberanian untuk melangkah, kabut itu perlahan akan tersingkap. Ketika kabut sirna, jalan yang sebelumnya tersembunyi akan terlihat jelas.
Makna tersirat lainnya adalah pentingnya keberanian untuk melangkah meski didera ketidakpastian. Hidup adalah proses bergerak ke depan, dan keterpurukan hanya sementara jika manusia mau terus melaju. Puisi ini mencerminkan optimisme setelah badai, serta semangat untuk meninggalkan masa lalu yang penuh kebimbangan dan keraguan.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh aku yang akhirnya keluar dari kabut kebimbangan. Kabut yang menyungkup adalah simbol dari keraguan, ketakutan, atau kebuntuan yang selama ini menghalangi langkahnya. Setelah kabut terserak, langit menjadi terang, mentari bersinar, dan jalan yang dulu gelap kini tampak jelas.
Tokoh dalam puisi berdiri di persimpangan hidup—melambangkan pilihan dan keputusan yang harus diambil. Setelah sekian lama gamang, ia akhirnya bergerak dan melaju ke depan, meninggalkan cerita lama yang menyandera langkahnya. Ini adalah cerita tentang kebangkitan dari keterpurukan menuju keyakinan dan keberanian menempuh masa depan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini didominasi nuansa transisi—dari kelam menuju terang, dari ragu menuju yakin. Di awal, terasa gelap, tertekan, dan sumpek karena kabut yang menyungkup. Namun, menjelang akhir, suasananya berubah menjadi lega, bebas, dan optimis, seiring dengan tersingkapnya kabut dan terang yang menyelimuti jalan baru.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang ingin disampaikan puisi ini adalah bahwa keterpurukan dan kebimbangan bukanlah akhir. Setiap manusia pasti akan menghadapi kabut dalam perjalanan hidupnya, tetapi kabut itu akan terserak jika kita berani melangkah dan terus berjuang mencari arah. Puisi ini juga menegaskan bahwa masa lalu yang kelam bukan sesuatu yang perlu diratapi selamanya, karena yang paling penting adalah melangkah maju menuju masa depan yang lebih terang.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat, di antaranya:
- Imaji visual: kabut menyungkup, ujung gunung, mentari mengering lumpur, kaki kaku kejang yang mulai bergerak.
- Imaji gerak: berserakan kabut, bergerak lagi, laju.
- Imaji perasaan: kebimbangan di persimpangan, serta kelegaan saat jalan mulai terang.
Imaji-imaji ini membentuk gambaran perjalanan batin manusia dari kegelapan menuju terang, yang sangat mewakili tema dan pesan puisi.
Majas
Puisi ini juga memperkaya maknanya melalui beberapa majas:
- Personifikasi: "mentari mengering lumpur jadi debu" memberi sifat manusiawi (memberi tanda) kepada mentari.
- Metafora: kabut sebagai simbol kebimbangan atau keraguan, jalan terang sebagai simbol harapan dan keyakinan.
- Hiperbola: "kaki yang lama kaku kejang dulu" memperkuat gambaran betapa lamanya keterpurukan yang dialami tokoh.
- Repetisi: pengulangan kata "bergerak" menegaskan dorongan semangat untuk terus maju.
Puisi "Bila Kabut Berserakan" karya A.A. Navis adalah refleksi tentang perjuangan manusia menghadapi kebimbangan dalam hidup. Dengan simbol kabut yang melambangkan keraguan, serta jalan terang yang melambangkan harapan, puisi ini mengajak pembaca untuk tidak menyerah dalam menghadapi kegelapan hidup, sebab selalu ada terang yang menunggu di depan.
Navis menyampaikan bahwa masa lalu yang pahit biarlah berlalu, yang terpenting adalah keberanian melangkah maju menuju masa depan yang lebih cerah. Ini adalah puisi tentang kebangkitan, keberanian, dan harapan, yang relevan bagi siapa saja yang pernah merasa terpuruk.
Puisi: Bila Kabut Berserakan
Karya: A.A. Navis
Biodata A.A. Navis:
- A.A. Navis (Haji Ali Akbar Navis) lahir di Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 17 November 1924.
- A.A. Navis meninggal dunia di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 22 Maret 2003 (pada usia 78 tahun).
- A.A. Navis adalah salah satu sastrawan angkatan 1950–1960-an.
