Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Garut (Karya Dodong Djiwapradja)

Puisi "Garut" karya Dodong Djiwapradja bercerita tentang sebuah desa yang dilanda bencana, mungkin banjir atau kebakaran, yang mengakibatkan ...
Garut
Kepada Madro'i
(Pembajak Sawah)

Desa dikenang desa terbayang
Ah, kali yang memanggil mati
Kiranya hijau menjadi merah
Api menjilat membakar rumah

Desa dikenang desa terbayang
Ah, kali yang memanggil mati
Di bukit-bukit ajal bersarang
Maut mengintip maut menanti

Desa dikenang desa terbayang
Ah, kali yang memanggil mati
Di jalan ke kota petani berpesan
Padi menguning jeruk menjadi

Desa dikenang kenanglah sayang!
Langit mendung didukung gunung
Setiba angin mendaki tebing
Hujan tumpah tak terkira
— dan di sini mereka berkampung
Pagi tiba sampai di kota

Desa dikenang desa terbayang
Ah, kali yang memanggil mati
Panen terakhir nyawa penghabisan
Sawah dan ladang sepi menanti

1955

Sumber: Apresiasi Sastra (Elmatera, 2014)

Analisis Puisi:

Puisi "Garut" Karya Dodong Djiwapradja mengangkat tema penderitaan akibat bencana alam, perpisahan, dan kehilangan. Puisi ini menggambarkan bagaimana alam yang seharusnya memberikan kehidupan justru berubah menjadi sumber kehancuran.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah kesedihan mendalam akibat bencana yang melanda desa. Alam yang hijau berubah merah karena api, menunjukkan kehancuran yang terjadi. Kali yang biasanya membawa kehidupan kini justru menjadi simbol kematian. Puisi ini juga bisa dimaknai sebagai gambaran bagaimana manusia tak berdaya menghadapi amukan alam.

Puisi ini bercerita tentang sebuah desa yang dilanda bencana, mungkin banjir atau kebakaran, yang mengakibatkan kematian dan kehancuran. Penduduk desa yang sebelumnya menggantungkan hidup pada sawah dan ladang kini harus meninggalkan tanah mereka. Panen terakhir diibaratkan sebagai kehilangan nyawa terakhir, menunjukkan bagaimana desa yang dulu subur kini menjadi sunyi dan tak berpenghuni.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini penuh dengan kesedihan, kepedihan, dan duka mendalam. Penyair menggambarkan bagaimana desa yang dulu indah dan hijau kini hancur akibat bencana. Ada pula perasaan nostalgia dalam bait "desa dikenang desa terbayang," yang menunjukkan kerinduan akan masa lalu yang lebih baik.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Beberapa pesan yang dapat diambil dari puisi ini antara lain:
  • Kehidupan di desa yang damai bisa berubah dalam sekejap akibat kekuatan alam.
  • Bencana dapat menghancurkan tidak hanya lingkungan, tetapi juga kehidupan manusia dan harapan mereka.
  • Kita harus lebih peduli terhadap alam dan menyadari bahwa manusia tidak berdaya di hadapan kekuatannya.

Imaji

Puisi ini menghadirkan imaji yang kuat, seperti:
  • "Api menjilat membakar rumah" → Imaji visual yang menggambarkan kehancuran akibat kebakaran.
  • "Maut mengintip maut menanti" → Imaji yang memperlihatkan kematian yang mengintai setiap saat.
  • "Panen terakhir nyawa penghabisan" → Perumpamaan bahwa kehidupan telah benar-benar berakhir.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas yang memperkuat maknanya:
  • Personifikasi, seperti "kali yang memanggil mati", yang menggambarkan sungai seolah-olah memiliki kekuatan untuk membawa kematian.
  • Metafora, dalam "panen terakhir nyawa penghabisan", yang menyamakan kematian dengan panen terakhir di desa.
  • Repetisi, dengan pengulangan frasa "Desa dikenang desa terbayang", yang memperkuat nuansa nostalgia dan kehilangan.
Puisi "Garut" karya Dodong Djiwapradja adalah sebuah elegi untuk desa yang hancur akibat bencana. Dengan gaya bahasa yang kuat dan imaji yang tajam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana alam dapat berubah dari sumber kehidupan menjadi penyebab kehancuran. Melalui puisi ini, kita diajak untuk mengenang desa yang telah tiada dan memahami bahwa kehidupan selalu penuh dengan ketidakpastian.

Dodong Djiwapradja
Puisi: Garut
Karya: Dodong Djiwapradja
    Biodata Dodong Djiwapradja:
    • Dodong Djiwapradja lahir di Banyuresmi, Garut, Jawa Barat, pada tanggal 25 September 1928.
    • Dodong Djiwapradja meninggal dunia pada tanggal 23 Juli 2009.
    © Sepenuhnya. All rights reserved.