Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Mars ke Sosialisme (Karya Adi Sidharta)

Puisi "Mars ke Sosialisme" karya Adi Sidharta bercerita tentang kesadaran kolektif manusia atas sejarah panjang penindasan yang mereka alami.
Mars ke Sosialisme

Kami manusia kini
najis dan koyak di kutuk sejarah.
Zaman budak, zaman feodal
dan zaman penghisapan kapital
yang ingin 'ngubur kembali
kemenangan manusia atas hewan
dengan wabah hak milik perseorangan.

Surga dipanggil
neraka dipanggil
perang dipanggil
malaikat dan setan
jadi alat penegak nafsu.

Kami manusia kini
najis dan koyak dikutuk sejarah.
Menggeliat meraih fajar
Dunia milik bersama
yang membunga berwarna merah.

Dan kami panggil surga
tetapi lempar neraka
memuja damai
dan hukum perang
kawan malaikat
seteru setan
sucikan diri dari
rawa koreng zaman lama berabad-abad.

Dan kami dalam sucikan diri
ciptakan udara baru
bagi manusia yang meraih fajar
bagi manusia yang ingin wajar
bagi manusia malaikat dan bidadari.

Kami manusia kini
suci ditempa sejarah
manusia – yang tak kenal menyerah
manusia – penguasa alam raya:
membuka pintu ke dunia fajar bersinar
ketok hati ke manusia besar karena wajar.

Sumber: Rangsang Detik (1957)

Analisis Puisi:

Tema utama dalam puisi ini adalah perjuangan menuju sosialisme dan pembebasan manusia dari belenggu sejarah penindasan. Puisi ini berbicara tentang perlawanan terhadap ketidakadilan sistem kapitalisme, feodalisme, dan penghisapan manusia oleh manusia lainnya.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah gugatan atas sejarah panjang penindasan manusia oleh sistem yang timpang. Mulai dari zaman perbudakan, feodalisme, hingga kapitalisme modern, manusia digambarkan sebagai makhluk yang dikoyak dan dinajiskan oleh sejarah yang sarat ketidakadilan.

Namun, di balik penderitaan itu, tersirat harapan akan fajar baru, dunia milik bersama, di mana manusia mampu hidup setara tanpa eksploitasi dan keserakahan. Puisi ini menyiratkan bahwa sosialisme adalah cita-cita besar yang lahir dari kesadaran sejarah dan keberanian manusia untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan manusiawi.

Puisi ini bercerita tentang kesadaran kolektif manusia atas sejarah panjang penindasan yang mereka alami. Di masa lalu, manusia dikutuk oleh sistem perbudakan, feodalisme, hingga kapitalisme yang terus memelihara ketidakadilan dan ketimpangan.

Namun, manusia di era ini mulai menggeliat dan bangkit, meraih fajar sosialisme sebagai harapan baru. Melalui perjuangan dan pencucian diri dari warisan buruk sejarah, mereka menciptakan udara baru, kehidupan yang lebih manusiawi dan adil. Perjalanan ini adalah mars panjang menuju sosialisme, sebuah langkah besar demi kemanusiaan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa bersemangat, penuh gelora perjuangan, sekaligus penuh luka dan kemarahan. Ada semangat membara untuk bangkit, tetapi juga ada kesedihan dan kemuakan atas sejarah yang mengutuk manusia ke dalam penindasan tanpa akhir.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang ingin disampaikan puisi ini adalah bahwa manusia harus sadar akan sejarah penindasan yang menjeratnya, lalu berani bangkit melawan sistem yang tidak adil.

Puisi ini mengajak manusia untuk tidak menyerah pada nasib yang diwariskan oleh sejarah, tetapi menciptakan dunia baru di mana keadilan sosial benar-benar terwujud. Sosialisme digambarkan sebagai jalan menuju kemanusiaan yang sejati—manusia yang hidup wajar, setara, dan saling menghormati.

Imaji

Puisi ini mengandung imaji-imaji yang kuat, seperti:
  • Imaji visual: najis dan koyak, fajar yang merah, rawa koreng zaman lama.
  • Imaji perasaan: kemarahan pada sejarah, semangat membangun dunia baru, harapan dan optimisme meraih fajar.
  • Imaji religius: malaikat dan setan yang dijadikan simbol alat kekuasaan, menciptakan nuansa sakral sekaligus profan dalam perjuangan.
Imaji-imaji ini memperkuat gambaran perjuangan manusia, yang tidak hanya melawan sistem ekonomi-politik, tapi juga melawan warisan budaya, dogma agama, dan sejarah yang membelenggu.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini:
  • Metafora: "najis dan koyak di kutuk sejarah" menggambarkan penderitaan manusia akibat penindasan sejarah.
  • Simbolisme: warna merah melambangkan revolusi dan perjuangan sosialisme.
  • Hiperbola: "penguasa alam raya" sebagai gambaran optimisme bahwa manusia yang sadar akan sejarahnya mampu menguasai dunia dengan kesadaran dan perjuangan.
  • Personifikasi: "sejarah yang mengutuk" menunjukkan sejarah sebagai sosok yang aktif menghancurkan kehidupan manusia.
  • Paradoks: "memuja damai dan hukum perang" menunjukkan realitas perjuangan yang kontradiktif, di mana damai justru harus diraih lewat perlawanan.
Puisi "Mars ke Sosialisme" karya Adi Sidharta adalah puisi bernada revolusioner yang menggambarkan kesadaran kelas dan sejarah sebagai modal utama perjuangan menuju sosialisme.

Dengan bahasa yang tegas dan penuh semangat, puisi ini mengingatkan bahwa manusia harus melepaskan diri dari belenggu sejarah kelam, dan dengan kesadaran kolektif menciptakan dunia baru yang adil, setara, dan manusiawi.

Puisi ini adalah bentuk puisi perjuangan, yang tidak sekadar berbicara tentang keindahan estetika, tetapi berfungsi sebagai corong ideologi dan suara rakyat tertindas.

Puisi: Mars ke Sosialisme
Puisi: Mars ke Sosialisme
Karya: Adi Sidharta

Biodata Adi Sidharta:
  • Adi Sidharta (biasa disingkat A.S. Dharta) lahir pada tanggal 7 Maret 1924 di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 2007 (pada usia 82 tahun) di Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.
  • Adi Sidharta memiliki banyak nama pena, antara lain Kelana Asmara, Klara Akustia, Yogaswara, Barmaraputra, Rodji, dan masih banyak lagi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.