Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Penyair dan Graffiti (Karya Frans Nadjira)

Puisi "Penyair dan Graffiti" karya Frans Nadjira bercerita tentang seorang penyair yang menyaksikan gejolak sosial melalui kata-kata yang tertulis ...
Penyair dan Graffiti

Ada gema gelisah di rongga tubuh 
Pada kata-kata koyak di tembok.
Bertahun menyaksikan
bintang-bintang bergetar
Malam mengalir dingin ke muara.
                
Sesuatu akan terjadi
Sesuatu yang gemuruh           
Yang menderas panas dari hulu.

Ketika terdengar erang sirene di ujung jalan
Angin barat menyeret butir-butir pucat.
Melekat di wajah risau seorang penyair
Melangkah melewati gerbang padang rumput.

Di bawah cahaya redup getar bintang-bintang
Ia menyaksikan kata-kata mengepalkan tinjunya.
"Hei, kumpulkan batu-batu. Lawan mereka!"
Suara-suara ganjil berkeliaran di sudut jalan.

Kata-kata melesat keluar tembok
Menaiki tangga gelap.
Sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang gemuruh.
Serpihan jerit dan serapah menyala di angkasa.

Tak ada yang terlambat.
Besok matahari
menandai batas rindumu
Dengan batu-batu granit.
Tulis sajak yang terlibat
dengan jerit di jalan
Catat lalu biarkan
Kata-kata melesat liar di angkasa.

Apa perlumu pada mereka yang tak hirau?
Kumpulkan bambu dan serpihan batu.
Biarkan jadi nyala dan bara berpijar 
Malam ini lebih bermakna
Dari pada takut dan lapar.

Analisis Puisi:

Puisi "Penyair dan Graffiti" karya Frans Nadjira menggambarkan keresahan sosial melalui kata-kata yang tertulis di tembok, yang merepresentasikan ekspresi perlawanan dan kegelisahan zaman. Penyair dalam puisi ini menjadi saksi sekaligus bagian dari gejolak yang terjadi di sekitarnya.

Tema

Puisi ini bertemakan perlawanan dan keresahan sosial. Kata-kata yang tercetak di tembok mencerminkan ekspresi dari masyarakat yang ingin bersuara, melawan ketidakadilan, dan berjuang melalui seni.

Makna Tersirat

Puisi ini memiliki makna tersirat tentang kekuatan kata-kata dalam melawan ketidakadilan. Penyair tidak hanya menjadi pengamat, tetapi juga terlibat dalam pergolakan sosial yang diungkapkan melalui graffiti dan sajak. Kata-kata dalam puisi ini seolah-olah memiliki kekuatan untuk menggerakkan aksi dan membakar semangat perlawanan.

Puisi ini bercerita tentang seorang penyair yang menyaksikan gejolak sosial melalui kata-kata yang tertulis di tembok, yang kemudian berkembang menjadi sebuah gerakan perlawanan. Kata-kata tersebut tidak hanya menjadi bentuk ekspresi, tetapi juga alat perjuangan. Penyair melihat bahwa perubahan harus dicatat dan diungkapkan, bukan hanya diamati.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini dipenuhi dengan ketegangan, keresahan, dan semangat perlawanan. Terdapat deskripsi tentang gemuruh, suara sirene, dan seruan untuk mengumpulkan batu, yang menciptakan kesan adanya pemberontakan atau aksi protes yang sedang terjadi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa seni, khususnya puisi dan graffiti, memiliki peran dalam menyuarakan keresahan sosial. Kata-kata tidak hanya berfungsi sebagai alat ekspresi, tetapi juga sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Penyair diingatkan untuk terlibat dalam realitas yang terjadi, bukan hanya menjadi pengamat pasif.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan auditif. Contohnya:
  • Imaji visual: "kata-kata mengepalkan tinjunya", "serpihan jerit dan serapah menyala di angkasa" – menggambarkan kata-kata seolah memiliki wujud dan energi.
  • Imaji auditif: "erang sirene di ujung jalan", "suara-suara ganjil berkeliaran di sudut jalan" – menciptakan suasana yang tegang dan penuh dengan kegelisahan.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas, di antaranya:
  • Personifikasi: "kata-kata mengepalkan tinjunya" – kata-kata digambarkan seperti manusia yang bisa bertindak melawan.
  • Metafora: "serpihan jerit dan serapah menyala di angkasa" – jerit dan serapah diibaratkan seperti percikan api atau letupan yang membara di udara.
  • Hiperbola: "malam ini lebih bermakna daripada takut dan lapar" – menggambarkan pentingnya perlawanan yang melebihi rasa takut atau kelaparan.
Puisi "Penyair dan Graffiti" karya Frans Nadjira adalah gambaran tentang bagaimana kata-kata, baik dalam bentuk puisi maupun graffiti, menjadi alat perjuangan dalam menghadapi ketidakadilan sosial. Penyair dalam puisi ini tidak hanya menuliskan sajak, tetapi juga terlibat dalam keresahan yang terjadi. Melalui penggunaan imaji yang kuat dan majas yang memperkaya makna, puisi ini berhasil menghadirkan nuansa perlawanan dan semangat perubahan.

Frans Nadjira
Puisi: Penyair dan Graffiti
Karya: Frans Nadjira

Biodata Frans Nadjira
  1. Frans Nadjira lahir pada tanggal 3 September 1942 di Makassar, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.