Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Suluk Burung-Burung (Karya Aprinus Salam)

Puisi "Suluk Burung-Burung" mengangkat tema pencarian makna hidup, pengembaraan jiwa, dan kerinduan akan sesuatu yang telah lama hilang.
Suluk Burung-Burung

Jadilah, maka jadilah sayap, seekor burung
terusir terbang tak sampai-sampai

Sebagai burung, kau lihat hidungku
Kau jadikan diriku boneka bersayap
Terbang rendah menyusup rumahmu

Maka jadilah terbang, seekor burung melayang
Menuju langit kematian

Jauh di pucuk, sayapku mendekap awan
Menuju kotamu yang kau bangun
Berabad-abad yang lampau

Dalam sayap-sayap diriku, aku mencarimu.

Analisis Puisi:

Puisi "Suluk Burung-Burung" mengangkat tema pencarian makna hidup, pengembaraan jiwa, dan kerinduan akan sesuatu yang telah lama hilang. Lewat simbol burung, puisi ini berbicara tentang perjalanan spiritual yang penuh luka, pengasingan, serta usaha menemukan kembali jejak yang terlupakan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah pencarian identitas diri yang tersesat di tengah perjalanan hidup dan sejarah. Burung yang dihadirkan bukan sekadar makhluk bersayap, melainkan simbol jiwa manusia yang terusir dari tempat asalnya—seperti manusia yang tercerabut dari akar budaya, sejarah, dan jati diri.

Puisi ini juga menyiratkan betapa manusia modern sering merasa hampa, bahkan ketika ia telah membangun kota-kota megah, karena ruh spiritual dan sejarah masa lalunya tercecer di udara. Dalam pengembaraan itu, ada kerinduan yang dalam akan rumah asal, akan makna sejati yang mungkin telah terkubur di balik zaman.

Puisi ini bercerita tentang seekor burung yang terusir dan terbang tanpa tujuan yang pasti. Burung ini mewakili suatu jiwa yang tercerabut dari akar kehidupannya, berkelana di langit yang asing, mencoba mencari sesuatu yang telah lama hilang.
Perjalanan burung ini adalah perjalanan manusia mencari arti keberadaan dan merangkai kembali hubungan antara diri, sejarah, dan makna hidupnya.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini terasa melankolis, sunyi, dan penuh kehampaan. Ada rasa asing yang mendalam saat burung terbang tanpa arah, menyusup ke rumah yang bukan rumahnya, hingga akhirnya mendekap awan kematian.
Kesan pilu, rindu, sekaligus keterasingan membalut keseluruhan puisi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa diambil dari puisi ini adalah betapa pentingnya manusia memahami akar sejarah dan identitas dirinya. Hidup bukan sekadar membangun kota dan peradaban, tetapi juga menjaga ruh, makna, dan sejarah yang melahirkan kita.
Puisi ini juga mengingatkan bahwa tanpa memahami asal-usul dan jati diri, manusia akan terus mengembara dalam kehampaan, seperti burung yang terbang tanpa tahu ke mana ia harus kembali.

Imaji

Puisi ini menghadirkan imaji-imaji yang kuat, di antaranya:
  • Burung yang terusir dan terbang tak sampai-sampai — imaji pengembaraan panjang yang melelahkan.
  • Sayap mendekap awan — menghadirkan gambaran perjalanan menuju batas-batas langit dan kematian.
  • Burung menyusup ke rumah — membentuk gambaran makhluk yang asing, hadir di tempat yang bukan miliknya.
  • Kota yang dibangun berabad-abad lalu — imaji tentang sejarah panjang yang masih terasa meski tak terlihat.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini:
  • Metafora: Burung melambangkan jiwa manusia yang terasing dan mencari jati diri.
  • Personifikasi: Sayap yang mendekap awan memberi kesan bahwa sayap bukan sekadar organ fisik, melainkan memiliki perasaan dan kehendak.
  • Simbolisme: Burung, sayap, dan kota menjadi simbol pencarian makna hidup dan keterikatan dengan sejarah serta rumah asal.

Aprinus Salam
Puisi: Suluk Burung-Burung
Karya: Aprinus Salam
© Sepenuhnya. All rights reserved.