Tanpa Suara
Seorang anak berdoa
Tanpa suara. Sunyi melenting
Ke langit subuh
Tiba-tiba malaikat
Meluncur tanpa sayap
Ke bumi. Ia mendengar doa
Yang dipanjatkan anak itu
2015
Sumber: Tonggeret (2020)
Analisis Puisi:
Puisi "Tanpa Suara" mengangkat tema spiritualitas dan kekhusyukan doa. Puisi ini menunjukkan bagaimana hubungan antara manusia—dalam hal ini seorang anak—dengan Tuhan terjadi dalam keheningan yang suci, tanpa perlu suara lantang, cukup lewat hati yang tulus.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan bahwa doa yang tulus tidak selalu harus terucap secara verbal. Ada kekuatan spiritual yang melampaui kata-kata, di mana keheningan yang penuh kepasrahan justru lebih mampu mengetuk langit. Makna tersirat lainnya adalah ketulusan doa seorang anak yang polos dan bersih, menjadikannya begitu berharga di mata malaikat dan Tuhan.
Puisi ini juga menyiratkan bahwa Tuhan mendengar segala doa, bahkan yang tak terucap sekalipun. Dalam sunyi, dalam kesederhanaan, doa yang tulus tetap melesat jauh ke langit.
Puisi ini bercerita tentang seorang anak yang berdoa menjelang sahur. Menariknya, doa tersebut tidak terucap dengan suara, melainkan hanya terhenti di dalam hati. Keheningan itu justru menggema ke langit, hingga malaikat turun ke bumi untuk mendengarkan doa tersebut.
Puisi ini mengisahkan keajaiban hubungan spiritual yang sunyi antara manusia dan Tuhan, serta menunjukkan bahwa suara hati yang jernih mampu menggetarkan semesta.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tergambar dalam puisi ini adalah sunyi, khusyuk, dan sakral. Ada nuansa spiritual yang mendalam, di mana malam menjelang sahur menjadi momen penuh ketenangan dan harapan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Amanat yang bisa diambil dari puisi ini adalah ketulusan doa tidak ditentukan oleh seberapa keras suara kita, melainkan dari seberapa tulus hati yang memanjatkannya. Puisi ini mengajarkan bahwa Tuhan mendengar bahkan doa yang tidak bersuara. Selain itu, puisi ini juga mengingatkan tentang kesucian hati seorang anak yang doanya begitu istimewa di mata Tuhan.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji visual dan imaji auditif yang kuat, seperti:
- “Menjelang sahur” — menghadirkan imaji waktu yang sunyi dan sakral.
- “Sunyi melenting ke langit subuh” — menciptakan gambaran keheningan yang bergerak, melesat ke angkasa.
- “Malaikat meluncur tanpa sayap” — menghadirkan imaji visual tentang sosok malaikat yang mendekati bumi.
Majas
Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “Sunyi melenting ke langit subuh” — sunyi digambarkan memiliki kemampuan bergerak, melenting.
- Metafora: “Meluncur tanpa sayap” — malaikat digambarkan turun tanpa sayap, mewakili konsep spiritualitas yang tak selalu berbentuk fisik.
- Hiperbola: Menggambarkan sunyi yang melenting ke langit, menunjukkan kekuatan luar biasa dari doa dalam diam.
Biodata Acep Zamzam Noor:
- Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
- Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.
