Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Wajah Cahaya (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Wajah Cahaya" karya Abdul Wachid B. S. bercerita tentang hubungan dua insan yang tidak diikat oleh simbol fisik tetapi oleh kekuatan cinta ...
Wajah Cahaya

tidak ada cincin yang
kulingkarkan di jemari manismu
tidak ada jam tangan yang
menandai kepastian waktu

tetapi jarum waktu menunjukkan
kau aku kepada suatu tanggal yang
tidak mau tertanggalkan lagi
tersebab kau aku paku di dalam hati

tahun-tahun tidak akan berulang
sekalipun ulang-tahunmu tepat pada tanggal yang
sama seperti ikrar pengantin
bersalaman dalam shalawat yang

didengarkan oleh semesta
maka kamu sudah mendapatkan jawab
"setelah aku mencintaimu, lalu untuk apa?"
cinta tidak membutuhkan hubungan sebab akibat

yang awal yang akhir
akan menepi kepada hari
nun di kedalaman hati
aku kau bukakan cadar: wajah cahaya.

Yogyakarta, 19 Januari 2014

Analisis Puisi:

Puisi "Wajah Cahaya" karya Abdul Wachid B. S. mengangkat tema cinta yang suci, ketulusan, dan makna mendalam dari hubungan dua insan. Dalam puisi ini, cinta tidak sekadar diukur dengan tanda fisik seperti cincin atau jam tangan, tetapi sebagai sesuatu yang lebih esensial—perasaan yang abadi dan spiritual.

Makna Tersirat

Di balik kata-kata yang lembut dan penuh perenungan, puisi ini menyiratkan bahwa cinta sejati tidak bergantung pada simbol atau benda material, tetapi pada keterikatan batin dan spiritual antara dua jiwa. Cinta dalam puisi ini lebih dari sekadar perasaan romantis; ia adalah hubungan yang suci, yang melampaui konsep sebab-akibat dan waktu.

Penyair juga ingin menunjukkan bahwa cinta sejati adalah perjalanan menuju pencerahan, di mana dua hati bertemu dalam keikhlasan dan menemukan makna terdalam dalam kebersamaan. "Wajah cahaya" dalam puisi ini dapat diinterpretasikan sebagai metafora untuk ketulusan, keikhlasan, atau bahkan makna spiritual dalam cinta.

Puisi ini bercerita tentang hubungan dua insan yang tidak diikat oleh simbol fisik tetapi oleh kekuatan cinta yang mendalam. Meskipun tidak ada cincin atau jam tangan sebagai tanda perjanjian, cinta mereka tetap kokoh dan abadi.

Dalam perjalanan waktu, hubungan mereka semakin erat, bukan karena perayaan ulang tahun atau momen seremonial, tetapi karena keterikatan hati yang tidak bisa dipisahkan. Pada akhirnya, puisi ini menuntun pembaca kepada pencapaian tertinggi dalam cinta, yaitu melihat "wajah cahaya"—sebuah simbol dari ketulusan cinta yang murni dan abadi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini bernuansa sakral, tenang, dan penuh perenungan. Ada kehangatan dalam cinta yang tidak membutuhkan pengakuan duniawi, melainkan hanya pemahaman antara dua hati yang saling menyatu.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Puisi ini mengajarkan bahwa cinta sejati bukan tentang benda atau tanda fisik, tetapi tentang keikhlasan, kedalaman perasaan, dan keterikatan batin.

Cinta tidak membutuhkan hubungan sebab-akibat yang logis, karena ia adalah perasaan yang berdiri sendiri dan memiliki dimensi spiritual. Pada akhirnya, cinta sejati membawa seseorang kepada pencerahan dan kebahagiaan yang lebih dalam.

Imaji

Puisi ini mengandung imaji yang lembut dan penuh makna, seperti:
  • "Tidak ada cincin yang kulingkarkan di jemari manismu" → imaji visual yang menggambarkan ketiadaan simbol fisik dalam hubungan.
  • "Tahun-tahun tidak akan berulang" → imaji waktu yang menggambarkan keabadian cinta.
  • "Aku kau bukakan cadar: wajah cahaya" → imaji spiritual yang melambangkan pencerahan dan kejujuran dalam cinta.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: "wajah cahaya" sebagai simbol ketulusan dan cinta yang suci.
  • Personifikasi: "tahun-tahun tidak akan berulang" memberikan sifat manusia pada waktu.
  • Paradoks: "cinta tidak membutuhkan hubungan sebab akibat", yang menantang pemikiran logis tentang cinta.

Abdul Wachid B. S.
Puisi: Wajah Cahaya
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.