Bulan Luka Parah
bulan luka parah
karena laut kehilangan ombak
bulan luka parah
karena ombak kehilangan laut
bulan luka parah
darahnya tumpah
ke dalam laut
yang kehilangan ombak
bulan luka parah
darahnya tumpah
jadi ombak
yang kehilangan laut
Makassar, 20 Agustus 1981
Sumber: Bulan Luka Parah (1986)
Analisis Puisi:
Puisi "Bulan Luka Parah" karya Husni Djamaluddin menyajikan sebuah gambaran yang dalam tentang kehilangan dan penderitaan. Dalam beberapa bait pendek namun sarat makna, puisi ini menggambarkan proses kesedihan yang mendalam, seperti luka yang tak bisa sembuh, serta hubungan yang saling bergantung antara dua elemen alam: bulan dan laut.
Puisi ini bercerita tentang hubungan simbiosis antara bulan dan laut, yang seakan tak terpisahkan. Namun, dalam puisi ini, keduanya mengalami kehilangan yang saling berkaitan. Bulan yang luka parah karena laut kehilangan ombak, dan sebaliknya, ombak yang kehilangan laut juga menyebabkan bulan terluka. Puisi ini mengangkat tema kehilangan dan ketergantungan antar dua unsur, di mana saling mengisi dan saling membutuhkan. Tanpa satu sama lain, keduanya mengalami kerusakan yang tak terelakkan.
Bait pertama dan kedua menunjukkan bulan yang terluka akibat laut kehilangan ombak. Kemudian, dalam bait ketiga, puisi menunjukkan bahwa bulan yang darahnya tumpah seakan menggambarkan perasaan yang sangat dalam, sebuah luka batin yang mengalir tak terhenti. Darah bulan, yang mengalir ke dalam laut, menjadi ombak, yang kemudian menjelaskan bahwa ombak itu sendiri juga kehilangan laut. Ini adalah gambaran dari perputaran penderitaan yang tak terpisahkan.
Tema
Tema utama yang diangkat dalam puisi ini adalah kehilangan dan kerusakan yang saling berkaitan. Bulan dan laut menjadi simbol dari dua entitas yang saling bergantung satu sama lain. Puisi ini menggambarkan sakit dan luka yang tidak bisa dipisahkan, di mana setiap kehilangan mengarah pada luka yang lebih dalam. Puisi ini bisa dibaca sebagai metafora dari hubungan yang saling bergantung, di mana satu pihak yang kehilangan dapat membuat pihak lainnya juga menderita.
Dalam konteks ini, tema kerusakan ekologis atau keterpisahan emosional bisa diterjemahkan lebih lanjut. Setiap kehilangan ombak membuat laut kehilangan keseimbangan, dan setiap kehilangan laut menyebabkan bulan yang bersinar terang menjadi remuk.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini menggambarkan keterkaitan yang rapuh antara dua elemen yang tak dapat dipisahkan—bulan dan laut. Bulan yang luka parah melambangkan kondisi yang rapuh akibat perpisahan atau kehilangan. Sementara itu, laut yang kehilangan ombak menggambarkan kesedihan dan kekosongan yang ada setelah suatu hubungan atau entitas hilang. Ombak yang kehilangan laut menjadi simbol dari proses perubahan atau transisi yang membawa luka, yang kemudian kembali mengalir dan berputar.
Keseluruhan puisi ini menyiratkan perasaan kehilangan yang mendalam yang mungkin bersifat emosional ataupun fisik, di mana satu kehilangan menyebabkan hilangnya yang lainnya, dan begitu seterusnya dalam sebuah lingkaran penderitaan.
Suasana dalam Puisi
Puisi ini menghadirkan suasana yang mendung, penuh kesedihan, dan sangat reflektif. Suasana yang tercipta dari pilihan kata yang digunakan Husni Djamaluddin menggambarkan luka yang dalam dan kesendirian. Kata-kata seperti “luka parah” dan “darahnya tumpah” menciptakan gambaran visual yang sangat mengerikan dan mengharukan, memperkuat perasaan kehilangan yang dalam.
Namun, meski penuh dengan kesedihan, suasana puisi ini juga menyampaikan perasaan kekosongan yang menghantui kedua elemen tersebut—bulan dan laut. Kehilangan ombak membuat laut diam dan hampa, begitu juga dengan bulan yang terluka parah karena ketidakmampuan untuk menyinari laut yang kehilangan ombaknya.
Imaji
Dalam puisi ini, imaji yang tercipta sangat kuat, dengan gambaran tentang bulan dan laut yang saling bergantung. Imaji yang tercipta adalah tentang darah bulan yang tumpah ke dalam laut, yang mengalir menjadi ombak, menghidupkan kembali hubungan yang sebelumnya terputus. Proses ini menggambarkan hubungan yang terganggu, namun berusaha untuk menemukan kembali bentuknya.
Imaji lainnya adalah ombak yang menggambarkan perubahan—sebuah proses yang tak terelakkan dan harus diterima, meskipun datang dengan luka.
Majas
Puisi ini mengandung beberapa majas yang memperkaya makna dan memberikan kedalaman pada perasaan yang disampaikan:
Metafora:
- "bulan luka parah" → bulan di sini bukan hanya sebuah benda langit, tetapi simbol dari sebuah kehilangan emosional yang mendalam.
- "darahnya tumpah ke dalam laut yang kehilangan ombak" → mengisyaratkan perasaan yang mengalir dan akhirnya menyebabkan perubahan dalam diri baik untuk bulan maupun laut.
Paralelisme:
- Struktur puisi ini menggunakan paralelisme dalam menyajikan setiap bait yang hampir sama, yang memperkuat efek repetitif dari kehilangan dan penderitaan yang saling terkait.
Luka yang Tak Terpisahkan
Puisi "Bulan Luka Parah" karya Husni Djamaluddin dengan cermat menggambarkan kehilangan yang saling mengisi. Baik bulan maupun laut, yang biasanya terpisahkan oleh jarak tetapi saling membutuhkan, menunjukkan kepada kita bahwa setiap kehilangan memiliki dampaknya. Kehilangan satu entitas akan menyebabkan hilangnya yang lain, dan luka yang satu akan membekas pada yang lainnya. Puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang keterkaitan yang rapuh dalam kehidupan, serta bagaimana kesedihan dan luka dapat saling mempengaruhi dan melengkapi.
Dengan metafora yang kuat dan simbolisme yang mendalam, Husni Djamaluddin berhasil menyampaikan pesan tentang kehilangan, kerusakan, dan proses penyembuhan yang rumit.
Karya: Husni Djamaluddin
Biodata Husni Djamaluddin:
- Husni Djamaluddin lahir pada tanggal 10 November 1934 di Tinambung, Mandar, Sulawesi Selatan.
- Husni Djamaluddin meninggal dunia pada tanggal 24 Oktober 2004.
