Capung di Stupa Candi Sari
Tak ubahnya capung aku harus terbang
tanpa sambutan decak kagum dan pengakuan
walau puncak dan tonggak melihat siapa paling sakti
menyamai liuk gemulai berahi merpati
Akankah selamanya aku bertarung indah
dengan seriti, bersabung cepat dengan langau
beroleh tempat di teduh dangau?
Demikian jauhkah altar untuk bersimpuh
hingga ke mana-mana memanggul kias
bingung mencari sanjung
dari binatang yang tak punya kelas?
Pada stupa Candi Sari musim ketiga
seorang anak terpesona menyaksikan seekor capung
hinggap di sana. Namun, ibunya mengingatkan
"Jangan melamun. Stupa itu hanya batu.
Sampai ke atas sana karena diletakkan
tangan nenek moyang kita dahulu..."
Begitulah, kadang batu jauh lebih mulia
karena capung tak pernah memulas derita
yang disandangnya. Beda tumpukan batu candi
selalu ditatah menjadi suaka jutaan manusia
rumah singgah ketika lelah mengapung
serupa capung dikepung badai dunia nyata
2014
Analisis Puisi:
Puisi "Capung di Stupa Candi Sari" karya Iman Budhi Santosa memberikan gambaran yang kaya akan simbolisme dan refleksi filosofis. Melalui kisah seekor capung yang hinggap di stupa Candi Sari, puisi ini mengungkapkan perasaan tentang kehidupan, pencarian makna, dan peran manusia dalam dunia yang penuh tantangan. Setiap bait menggambarkan pengalaman batin yang mengundang pembaca untuk merenung lebih dalam mengenai eksistensi dan makna hidup.
Tema: Perjuangan dalam Keabadian dan Pencarian Makna
Tema utama puisi ini adalah perjuangan hidup yang tanpa pamrih, ditambah dengan refleksi tentang keabadian yang dapat ditemukan dalam budaya dan warisan nenek moyang. Capung, dengan segala keterbatasannya, berjuang melawan dunia yang keras, tak pernah mendapatkan pengakuan, dan selalu terjebak dalam rutinitas yang tak memiliki penghargaan nyata. Kontras dengan itu, Candi Sari, sebagai simbol dari warisan dan sejarah, berdiri sebagai lambang keabadian yang memiliki arti lebih dalam di mata manusia.
Puisi ini bercerita tentang seorang capung yang hidup di dunia penuh tantangan dan pertarungan. Capung ini terbang tanpa ada penghargaan atau pengakuan, meskipun ia berusaha keras untuk menunjukkan kemampuannya. Pertarungan antara capung dan seriti, serta bandingan dengan merpati yang berahi, menggambarkan betapa sulitnya mendapatkan tempat di dunia yang tidak selalu adil. Pada saat yang sama, ada perenungan tentang candi yang diwakili oleh stupa sebagai lambang yang tak terjangkau, namun lebih dihargai oleh manusia.
Makna Tersirat: Hidup yang Penuh Pertarungan dan Pencarian Makna dalam Keabadian
Makna tersirat dari puisi ini berkisar pada pencarian makna hidup di tengah kesulitan dan pertarungan yang tak selalu memberikan penghargaan. Meskipun capung terbang tanpa mendapat sambutan atau pujian, ia tetap melanjutkan perjalanannya. Kontras dengan capung, candi yang dibangun oleh tangan nenek moyang kita memiliki makna abadi dan dihargai oleh manusia dari generasi ke generasi. Puisi ini menunjukkan bahwa dalam perjalanan hidup, ada keterbatasan yang harus diterima, namun di sisi lain ada juga warisan dan pencapaian yang lebih mulia, meskipun tidak selalu terlihat di permukaan.
Suasana dalam Puisi: Penuh Perenungan dan Kontras
Suasana dalam puisi ini terasa penuh dengan perenungan yang mendalam, seolah-olah menggambarkan sebuah perjalanan spiritual yang merenungakan realitas dunia dan tujuan hidup. Suasana yang tercipta antara capung yang terbang dengan bebas namun terpinggirkan dan candi yang berdiri kokoh memberikan kontras antara kehidupan yang sementara dan warisan budaya yang abadi. Ada ketegangan antara keduanya, menciptakan suasana yang sedikit muram namun penuh makna.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini memberikan pesan tentang arti pengorbanan dan perjuangan, meskipun seringkali tidak ada pengakuan atau penghargaan dari dunia luar. Ada nilai dalam kesederhanaan dan perjuangan yang tidak selalu diukur dengan pujian atau keberhasilan langsung. Di sisi lain, candi, sebagai simbol warisan, mengajarkan kita bahwa terkadang yang lebih abadi bukanlah pencapaian pribadi, tetapi warisan yang kita tinggalkan untuk generasi mendatang.
Imaji: Capung, Stupa, dan Candi
Puisi ini sarat dengan imaji yang menggugah pembaca untuk membayangkan kedua dunia yang kontras ini. Capung, sebagai simbol dari kehidupan yang singkat dan penuh perjuangan, digambarkan terbang dengan bebas namun seolah tidak dihargai. Di sisi lain, stupa Candi Sari mewakili keabadian, sesuatu yang dibangun dengan tangan nenek moyang dan dihormati oleh banyak orang. Kedua elemen ini menciptakan gambaran visual yang kuat tentang kehidupan dan warisan, serta ketegangan antara kedua dunia tersebut.
Majas: Metafora dan Kontradiksi
Dalam puisi ini, terdapat beberapa majas yang menguatkan tema dan makna:
Metafora:
- "Capung", yang mewakili kehidupan yang terus bergerak, penuh dengan perjuangan, dan kadang tanpa penghargaan.
- "Stupa Candi Sari", sebagai simbol keabadian, yang menunjukkan bahwa nilai dan penghargaan bisa ditemukan dalam hal-hal yang tidak terlihat langsung di permukaan.
Kontradiksi:
- Terdapat kontradiksi antara capung yang terbang bebas dan candi yang dibangun oleh nenek moyang sebagai tempat suci. Hal ini menciptakan sebuah ketegangan antara perjuangan hidup yang tidak selalu dihargai dan warisan budaya yang dihormati sepanjang zaman.
Menghargai Perjuangan dan Warisan
Puisi "Capung di Stupa Candi Sari" karya Iman Budhi Santosa adalah sebuah refleksi mendalam tentang kehidupan yang penuh perjuangan dan warisan budaya yang abadi. Melalui gambaran tentang capung yang terbang tanpa penghargaan dan stupa Candi Sari yang berdiri kokoh, puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang makna hidup yang tidak selalu dihargai dalam waktu dekat, namun memberikan nilai yang lebih dalam di kemudian hari.
Puisi ini mengingatkan kita bahwa kehidupan tidak selalu memberikan sambutan atau pengakuan, namun pengorbanan dan perjuangan kita memiliki nilai yang akan dikenang oleh generasi mendatang, seperti halnya candi yang dihargai sebagai warisan budaya. Dalam dunia yang terus berubah, ada makna yang lebih besar yang terletak pada nilai ketahanan dan perjuangan, yang pada akhirnya membawa kita kepada sebuah pencapaian abadi meskipun tidak selalu terlihat.
