Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Di Alun-Alun (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Di Alun-Alun" karya Acep Zamzam Noor bercerita tentang momen yang terjadi di alun-alun, yang seakan-akan menjadi saksi bisu perjalanan waktu.

Di Alun-Alun


Di alun-alun tak bernama ini
Air mancur terus berjaga
Khusyuk, membaca ujung jam
Menggiring senja ke sudut
Yang remang

Di lengkung langit utara
Karnaval cahaya
Seperti kunang-kunang
Yang bergembira, ketika gelap
Pada belahan yang lain
Bersedekap

Ketika malam
Mengurai kembali rambutnya
Yang kelam, dan taman menebar sepi
Di antara bangku dan tanaman
Kita pun berdekapan
Berdekapan lama sekali

2003

Sumber: Menjadi Penyair Lagi (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Di Alun-Alun" karya Acep Zamzam Noor mengajak pembaca untuk merasakan keindahan sekaligus kedalaman suasana di sebuah tempat yang tidak bernama, di mana waktu dan perasaan berbaur. Dalam puisi ini, Acep Zamzam Noor menggambarkan kehidupan yang terjadi di sebuah alun-alun dengan cara yang penuh makna dan simbolisme. Puisi ini tidak hanya menceritakan sebuah momen, tetapi juga menciptakan ruang untuk merenung tentang kehidupan, waktu, dan kedekatan antara dua orang.

Tema: Keheningan dan Kedekatan

Tema utama dalam puisi ini adalah keheningan dan kedekatan yang terjalin di sebuah alun-alun yang sepi, di mana dua orang bisa berbagi keheningan sekaligus membiarkan waktu berlalu begitu saja. Ada kontradiksi antara kebisingan yang datang dari alam sekitar dan keheningan batin yang ada dalam diri mereka. Keheningan ini, meskipun berada di tengah keramaian dan kehidupan duniawi, justru memberi ruang bagi kedekatan yang lebih mendalam, seperti yang tergambar dalam ungkapan “Kita pun berdekapan” yang mengindikasikan ikatan emosional yang kuat.

Puisi ini bercerita tentang momen yang terjadi di alun-alun, yang seakan-akan menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Di satu sisi, ada keheningan malam, "Taman menebar sepi", yang memberikan kedamaian. Di sisi lain, ada perasaan kedekatan antara dua orang yang menikmati momen bersama, berbagi keheningan dalam kebersamaan. Pemilihan kata “berdekapan lama sekali” memberikan kesan bahwa kedekatan ini sangat intim, jauh melampaui kebersamaan fisik, tetapi lebih pada rasa yang terjalin dalam suasana penuh makna.

Makna Tersirat: Pergulatan antara Waktu dan Perasaan

Makna tersirat dari puisi ini bisa dilihat dari pergulatan antara waktu yang terus berjalan dan perasaan yang terjaga dalam keheningan. Di satu sisi, air mancur di alun-alun menggambarkan waktu yang terus mengalir, sementara senja yang datang perlahan menggambarkan pergeseran waktu menuju malam. Namun, meskipun waktu terus berjalan, perasaan yang terjalin antara dua orang tersebut terasa tetap abadi. Kedekatan emosional yang dibangun dalam suasana yang sepi di antara bangku dan tanaman menunjukkan bahwa dalam kesibukan dunia, ada saat-saat yang bisa mempertemukan dua hati dalam ketenangan.

Suasana dalam Puisi: Damai, Hening, dan Romantis

Suasana dalam puisi ini dipenuhi oleh kedamaian dan ketenangan, namun juga diwarnai dengan sedikit romantisisme. Ada nuansa senja yang melambangkan peralihan waktu, diikuti oleh keheningan malam yang datang perlahan. Di tengah-tengah suasana ini, terdapat kedekatan antara dua individu yang sangat intim, di mana suasana alun-alun yang remang justru menambah kedalaman emosi yang mereka rasakan. Kehidupan di alun-alun ini menjadi semacam cerminan dari kehidupan yang lebih luas, yang terkadang berjalan cepat, namun di momen tertentu, kita diberikan waktu untuk beristirahat dan merasakan kebersamaan dalam kesunyian.

Amanat / Pesan yang Disampaikan: Hargai Momen yang Ada

Amanat yang bisa diambil dari puisi ini adalah pentingnya menghargai momen-momen kecil dalam hidup yang mungkin tidak selalu datang dengan jelas, tetapi justru di dalam momen tersebutlah banyak makna tersembunyi. Dalam dunia yang sibuk dan penuh dengan suara, kita kadang perlu untuk berhenti sejenak dan meresapi keheningan yang ada di sekitar kita. Kedekatan yang terjalin dalam kesunyian ini mengajarkan kita untuk lebih menghargai hubungan yang kita miliki, tanpa perlu banyak kata.

Imaji: Alam, Cahaya, dan Keheningan

Puisi ini sarat dengan imaji yang menggambarkan alam dan suasana hati yang saling terkait. Berikut adalah beberapa imaji yang digunakan dalam puisi ini:
  • “Air mancur terus berjaga”: Sebuah gambaran tentang waktu yang tidak berhenti, seperti air mancur yang terus mengalir tanpa henti.
  • “Karnaval cahaya”: Memberikan kesan kehidupan yang penuh warna dan kegembiraan, tetapi sekaligus juga menggambarkan perasaan yang berubah-ubah.
  • “Kunang-kunang yang bergembira”: Imagi tentang cahaya yang bersinar dalam kegelapan malam, mungkin simbol dari harapan dan keindahan yang muncul dalam kesunyian.
  • “Malam mengurai rambutnya yang kelam”: Metafora untuk malam yang datang membawa kedamaian dan kesendirian, mengalun perlahan seperti rambut yang terurai.
  • “Taman menebar sepi”: Menggambarkan suasana yang sangat sunyi, yang justru memberi ruang bagi perasaan untuk berkembang.

Majas: Metafora dan Personifikasi

Puisi ini menggunakan beberapa majas, yang memperkaya makna dan memperdalam gambaran visual dalam puisi:

Personifikasi:
  • “Air mancur terus berjaga” – Memberikan kehidupan pada air mancur, seolah-olah ia memiliki kesadaran dan tanggung jawab.
  • “Malam mengurai rambutnya yang kelam” – Memberikan sifat manusia pada malam, seolah ia sedang mengurai rambutnya.
Metafora:
  • “Karnaval cahaya” – Menggambarkan cahaya yang berwarna dan penuh kehidupan, seolah-olah ia merupakan sebuah perayaan yang penuh kegembiraan.
  • “Kunang-kunang yang bergembira” – Sebuah gambaran tentang kebahagiaan yang timbul dalam kegelapan, menciptakan rasa magis dalam suasana malam.

Keindahan dalam Kesunyian yang Menyentuh Hati

Puisi "Di Alun-Alun" karya Acep Zamzam Noor adalah gambaran tentang bagaimana kesunyian dan kedekatan emosional bisa menciptakan momen yang indah. Di tengah suasana yang damai dan penuh dengan simbolisme, puisi ini mengingatkan kita untuk menghargai setiap detik waktu yang kita miliki, terutama dalam hubungan yang kita jalin dengan orang lain. Meskipun dunia terus bergerak, ada momen-momen tertentu yang bisa kita nikmati dalam keheningan, yang membawa kita lebih dekat pada diri kita sendiri dan orang yang kita cintai.

Puisi ini mengajarkan bahwa keheningan bukanlah kekosongan, melainkan ruang untuk mendengarkan, merasakan, dan membangun kedekatan dalam kebersamaan.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Di Alun-Alun
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.
© Sepenuhnya. All rights reserved.