Sumber: Impian Usai (2007)
Analisis Puisi:
Puisi "Lelaki Sunyi" karya Wayan Jengki Sunarta merupakan sebuah perenungan puitis tentang sosok pria yang larut dalam kesunyian dan kenangan. Dengan bahasa yang metaforis dan imaji yang kuat, puisi ini menggambarkan pergulatan batin seorang lelaki yang terasing dalam pikirannya sendiri, mencari makna di tengah rinai gerimis dan bayangan masa lalu.
Tema Puisi
Puisi ini mengangkat tema tentang kesepian, kenangan, dan refleksi diri. Tokoh utama dalam puisi ini, yang disebut sebagai lelaki sunyi, digambarkan sebagai seseorang yang berjalan sendiri di bawah gerimis, berpayung daun pisang. Simbol-simbol ini memperlihatkan keasingan dan keterasingan dirinya dari dunia sekitarnya.
Selain itu, puisi ini juga menyinggung tema tentang perasaan yang tak tersampaikan. Gambaran sekuntum bianglala rekah yang tersembunyi di celah payudara yang pasrah dapat diinterpretasikan sebagai keindahan yang terpendam, sebuah cinta atau kebahagiaan yang mungkin pernah dimiliki tetapi kini tinggal sebagai kenangan.
Makna Tersirat
Secara tersirat, puisi ini menggambarkan perjalanan batin seorang lelaki yang dirundung oleh masa lalu. Gigil yang dirasakan tokoh utama bukanlah karena hujan atau dingin, tetapi lebih karena urai kenangan—sebuah metafora untuk luka emosional yang masih membekas dalam dirinya.
Lelaki ini bukan sekadar berjalan di tengah gerimis, tetapi juga menelusuri lorong-lorong ingatannya sendiri. Kenangan itu begitu kuat hingga membentuk puisi yang menjadi pelipur lara, mencoba memulihkan kelelahan batinnya.
Metafora lelaki berpayung daun pisang juga menyiratkan ketidakberdayaan dan kesederhanaan. Payung dari daun pisang bukanlah perlindungan yang kokoh, tetapi sesuatu yang sementara dan rapuh, sebagaimana ingatan dan emosi manusia yang mudah terhempas oleh waktu.
Puisi ini bercerita tentang seorang lelaki yang berjalan sendiri dalam kesunyian, di bawah gerimis, sembari membawa kenangan yang terus menghantuinya. Ia seakan mencari sesuatu, mungkin makna dari kehidupannya yang penuh luka, atau hanya ingin mengurai kembali fragmen-fragmen masa lalunya.
Dalam perjalanan batinnya, ia teringat pada sosok perempuan yang pernah hadir dalam hidupnya. Kenangan ini begitu kuat hingga terwujud dalam bentuk puisi yang memulihkan letihnya. Namun, lelaki itu sendiri tampaknya terjebak dalam ilusinya sendiri—ia adalah ilusi yang dibuai puisi.
Pada bagian akhir, ada semacam nubuat atau ramalan yang terus ia gumamkan. Pelita jalan. pelita jalan. Seolah-olah ia mencari cahaya di tengah kegelapan batinnya, mencari pegangan di dunia yang tak lagi memberikan kehangatan.
Amanat/Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan pesan tentang kesendirian dan bagaimana manusia sering kali terjebak dalam kenangan masa lalu. Kesepian bukan hanya tentang tidak adanya orang lain di sekitar, tetapi juga tentang perasaan kehilangan dan keterasingan dalam pikiran sendiri.
Selain itu, puisi ini juga menunjukkan bagaimana puisi atau seni dapat menjadi jalan bagi seseorang untuk menyembuhkan luka-luka batinnya. Meskipun tokoh utama dalam puisi ini masih berada dalam kesunyian, ia menemukan ketenangan dalam puisi yang pulihkan letihnya.
Imaji dalam Puisi
Puisi ini penuh dengan imaji yang kuat dan melankolis. Beberapa imaji yang menonjol antara lain:
- Lelaki berpayung daun pisang di bawah derai gerimis: Gambaran seseorang yang sendiri, terasing, dan melankolis.
- Sekuntum bianglala rekah, terhimpit di celah indah payudara yang pasrah: Imaji sensual yang menggambarkan keindahan yang tertahan, mungkin cinta yang tak tersampaikan.
- Di basah aspal jalan, kau kacakan wajah, segurat kenangan, sekelumit kisah: Imaji kesedihan dan perenungan mendalam tentang masa lalu.
- Pelita jalan. pelita jalan.: Imaji pencarian cahaya atau harapan di tengah kegelapan batin.
Majas dalam Puisi
Puisi ini menggunakan berbagai majas yang memperkuat nuansa puitisnya, antara lain:
- Metafora: Gigilmu itu bukan karena hujan, bukan dingin, namun lebih urai kenangan—menggambarkan kesedihan yang mendalam sebagai rasa dingin yang tidak berasal dari cuaca.
- Personifikasi: Lalu rinai luruh, tumbuh jadi puisi—hujan yang jatuh diibaratkan sebagai puisi yang tumbuh, melambangkan bagaimana kesedihan bisa menjadi inspirasi.
- Repetisi: Pelita jalan. pelita jalan.—pengulangan ini memperkuat pencarian akan harapan atau makna di tengah kesunyian.
Puisi "Lelaki Sunyi" karya Wayan Jengki Sunarta adalah sebuah refleksi mendalam tentang kesepian, kenangan, dan pencarian makna hidup. Dengan bahasa yang kaya metafora dan imaji yang kuat, puisi ini membawa pembaca untuk merasakan pergulatan batin seorang lelaki yang tenggelam dalam kenangan dan mencari kedamaian melalui puisi.
Pesan utama yang tersirat dalam puisi ini adalah bahwa kesedihan dan kenangan bisa menjadi sesuatu yang membelenggu, tetapi juga bisa menjadi sumber inspirasi untuk menemukan makna dalam kehidupan.
Karya: Wayan Jengki Sunarta
Biodata Wayan Jengki Sunarta:
- Wayan Jengki Sunarta lahir pada tanggal 22 Juni 1975 di Denpasar, Bali, Indonesia.
