Sumber: Horison (Desember, 1983)
Analisis Puisi:
Puisi "Luka" karya D. Zawawi Imron mengajak kita masuk ke dalam pergulatan batin seorang individu yang mencoba memahami luka, kesadaran, dan sejarah. Dengan bahasa puitis yang kuat dan penuh simbolisme, puisi ini menyentuh persoalan luka kolektif dan perjalanan pencarian makna dalam hidup.
Tema
Tema utama dari puisi "Luka" adalah perjuangan individu menghadapi luka sejarah dan kesadaran diri dalam perjalanan hidup. Puisi ini memotret pergulatan antara luka personal dan luka sosial, antara keinginan untuk berdamai dan realitas getir yang sulit untuk dilupakan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini berkaitan dengan kesadaran akan luka masa lalu yang tidak bisa begitu saja dihapuskan, serta pentingnya keberanian untuk melawan, memilih jalan yang penuh resiko, daripada hanya berdiam mencari keselamatan semu. Pilihan untuk menjadi “belut daripada udang” menandakan keberanian mengambil sikap meskipun harus bergulat dengan risiko besar.
Puisi ini juga memberi isyarat bahwa sejarah tidak bisa dibersihkan hanya dengan kesadaran sesaat. Luka dan kesalahan masa lalu butuh perjuangan panjang dan mendalam untuk benar-benar dipahami dan diselesaikan.
Puisi ini bercerita tentang proses batin seorang individu yang mencoba menerima luka dan sejarah hidupnya, lalu memilih untuk berjuang melawan ketidakadilan atau kepalsuan, meskipun sadar bahwa jalan itu penuh kesulitan. Ini bukan sekadar tentang rasa sakit pribadi, tapi juga tentang pergulatan kolektif menghadapi luka sosial yang diwariskan dari masa ke masa.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini tegang, bergolak, dan penuh perlawanan batin. Ada semacam ketegangan antara penerimaan dan penolakan, antara kesadaran dan ketidakberdayaan, antara perjuangan dan kelelahan. Suasana ini membentuk irama puisi yang dinamis namun getir.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang bisa diambil dari puisi ini adalah bahwa dalam menghadapi luka dan sejarah, kita tidak cukup hanya menerima, tetapi harus berani memilih jalan perjuangan yang jujur, meski sulit dan penuh resiko. Menghindar atau bersembunyi di balik kenyamanan hanya akan mempermalukan diri sendiri di hadapan Waktu. Kesadaran harus dibarengi dengan tindakan nyata agar luka benar-benar bisa dipahami dan diatasi.
Imaji
Puisi ini dipenuhi dengan imaji yang kuat dan kontras:
- "sakit luka itu diterima sungai" menciptakan gambaran tentang kesedihan atau luka yang mengalir, diterima alam dengan sabar.
- "kupilih jadi belut daripada udang" membentuk imaji tentang pilihan untuk lincah dan berani dalam menghadapi derasnya kehidupan, dibanding memilih kenyamanan namun rentan.
- "dengan mataku yang berapi kupahat dasar sungai" menampilkan visualisasi tentang semangat dan perjuangan gigih hingga ke dasar luka terdalam.
- "kesadaran datang begitu sebentar menitipkan gelombang sesal" melukiskan betapa cepatnya momen kesadaran sebelum kembali larut dalam sesal dan sampah kesalahan.
Imaji-imaji ini membuat puisi terasa hidup dan penuh emosi, menyentuh lapisan perasaan pembaca.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi, seperti pada frasa "luka diterima sungai" dan "muara menolak", memberi sifat hidup kepada sungai dan muara.
- Metafora, seperti "nilai-nilai akan basah oleh perlawanan" dan "mataku yang berapi", yang menggambarkan perasaan dan semangat yang membara.
- Hiperbola, terlihat dalam ungkapan "kupahat dasar sungai sampai luka terkatup", melebih-lebihkan tindakan untuk menunjukkan betapa kerasnya perjuangan.
Majas-majas ini memperkaya lapisan makna puisi dan memberikan kekuatan ekspresif yang tajam pada pesan-pesan yang disampaikan.

Puisi: Luka
Karya: D. Zawawi Imron
Biodata D. Zawawi Imron:
- D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.