Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Luka Tubuh (Karya Alex R. Nainggolan)

Puisi "Luka Tubuh" karya Alex R. Nainggolan bercerita tentang seseorang yang ditinggalkan oleh orang terkasih. Ia mengenang kembali hubungan ...
Luka Tubuh

luka tubuh manakah lagi yang singgah
setelah kau pergi jauh, bersitatap dengan keluh
dan aku terteluh hinggap di kedalaman sauh sakitmu
sedari subuh
seperti juga tatapan matamu yang rubuh
acap tak kudapati wajah kanak-kanak sedang tertawa

subuh itu, di depan kenangan yang tak penuh dikayuh
kau melenguh. terlalu banyak yang kita sesali
petaka yang hampir mampus tak sempat diobati

luka tubuh yang mana lagi habis kucecap
setiap getar kenangan denganmu lewat
namun kau memilih untuk pergi
bersalaman dengan sunyi

Jakarta, 2005

Analisis Puisi:

Puisi "Luka Tubuh" karya Alex R. Nainggolan adalah cermin dari kesedihan mendalam dan rasa kehilangan yang sukar diungkapkan dengan kata-kata biasa. Melalui larik-larik yang melankolis, puisi ini menukik ke dalam pengalaman emosional tentang perpisahan, luka batin, dan ingatan yang terus membekas.

Tema

Tema utama puisi "Luka Tubuh" adalah kesedihan atas perpisahan dan luka kenangan yang ditinggalkan. Puisi ini menggambarkan betapa beratnya menerima kenyataan saat seseorang yang begitu berarti memilih untuk pergi, meninggalkan jejak luka yang membekas dalam.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pengalaman emosional tentang perpisahan yang tidak hanya meninggalkan jarak fisik, tetapi juga luka batin yang mendalam. Luka-luka itu bukan hanya sekadar rasa sakit biasa, melainkan luka yang berhubungan dengan kenangan, penyesalan, dan kehilangan kehangatan masa lalu. Puisi ini juga seolah menyiratkan bahwa beberapa luka dalam hidup tidak pernah benar-benar sembuh, hanya berganti wajah menjadi kenangan getir.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang ditinggalkan oleh orang terkasih. Ia mengenang kembali hubungan mereka—dari saat-saat penuh keceriaan masa kecil hingga kegetiran saat perpisahan itu terjadi. Segala kenangan, kegembiraan, dan penyesalan bermunculan seperti luka-luka yang satu per satu harus dihadapi, namun tetap tak mampu sepenuhnya disembuhkan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi Luka Tubuh sangat melankolis, getir, dan penuh rasa sesal. Ada bayangan sunyi yang menggantung di setiap larik, membentuk atmosfer kehilangan yang berat dan suram. Perasaan sepi, kesakitan, dan kerinduan mendominasi suasana batin tokoh dalam puisi ini.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa setiap luka perpisahan harus dihadapi, meski rasa sakitnya mendalam, dan bahwa kenangan—baik atau buruk—tetap akan menjadi bagian dari perjalanan hidup kita. Puisi ini mengajak pembaca untuk mengakui luka-luka itu, bukan untuk melarikan diri darinya, karena itulah bagian dari menjadi manusia.

Imaji

Imaji dalam puisi ini sangat kuat dan penuh nuansa perasaan. Misalnya:
  • "tertunduk di kedalaman sauh sakitmu" menghadirkan gambaran tentang seseorang yang terjebak dalam penderitaan emosional yang dalam dan berat.
  • "tatapan matamu yang rubuh" menciptakan citra tentang keputusasaan dan kehancuran jiwa.
  • "bersalaman dengan sunyi" melukiskan kesepian yang diterima sebagai bagian dari hidup setelah kepergian seseorang.
Imaji-imaji ini memberikan sentuhan visual dan emosional yang mendalam terhadap tema perpisahan dan luka batin.

Majas

Puisi Luka Tubuh menggunakan berbagai majas untuk memperkuat pesan dan emosinya, di antaranya:
  • Metafora, seperti dalam frasa "luka tubuh" yang tidak hanya merujuk pada luka fisik, melainkan juga luka batin dan kenangan pahit.
  • Personifikasi, misalnya pada "tatapan matamu yang rubuh", memberikan sifat manusiawi pada tatapan yang seolah-olah bisa runtuh karena beban kesedihan.
  • Hiperbola, tampak dalam "petaka yang hampir mampus", untuk menunjukkan betapa besar dan mendalamnya penderitaan itu.
Majas-majas ini membantu puisi terasa lebih hidup, lebih emosional, dan lebih dekat dengan perasaan pembaca.

Alex R. Nainggolan
Puisi: Luka Tubuh
Karya: Alex R. Nainggolan
© Sepenuhnya. All rights reserved.