Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Momen (Karya Arif Bagus Prasetyo)

Puisi "Momen" karya Arif Bagus Prasetyo berkisah tentang seseorang yang mengenang kembali masa lalu dan hubungan yang pernah ada. Ada gambaran ...
Momen

Bulatan plastik
meluncur deras
dekat kening kanak-kanak:
Adakah padanya rahasia kita
terjaga?

Hanya air yang mendesir
di bibir. Seteguk
dan seteguk lagi kauloloskan
lewat Selat
sebelum retak ini terbaca lagi
malam nanti
jadi parit kurus dangkal
yang menguning
lebih keruh
di separuh matamu.

Dan tidakkah kaudapati pelupukku tambah parah
mengunyahnya?
Serbuk sore berleleran pada lampu, bangku-bangku,
khianat waktu, lengking perempuan sial
yang mengudap di gaunmu dengan banal.
Semua berebut menyoraki jemarimu yang gemetar
menebar harum sajen
dan sebuah ciuman singkat
pada buket kematian.

Karena aku tak ingin ada
bila kamu tiada, keluhmu, walau tak pernah
kutanyakan untuk apa
kenapa aku nekat menerobos
celah langit
yang terbakar di kabinku
dengan wajah terbelah, perasaan sengit
menjadi-jadi dalam diri
dan bayangan gelas pasir menikam
kening batarimu!

Hanya saja, tak seperti permainan masa kanak kita, memang.
Kini aku pun ingin hening
menatapNya.

1995

Sumber: Memento (2009)

Analisis Puisi:

Puisi "Momen" karya Arif Bagus Prasetyo menggambarkan refleksi mendalam tentang kenangan, kehilangan, dan ketidakpastian dalam hubungan manusia. Ada nuansa nostalgia terhadap masa lalu serta perasaan gamang dalam menghadapi waktu yang terus berjalan.

Makna Tersirat

Di balik kata-kata metaforisnya, puisi ini menyiratkan kegelisahan akan perubahan, perpisahan, dan kenangan yang masih membekas. Keberadaan seseorang dalam hidup kita sering kali menjadi bagian dari identitas kita sendiri, sehingga kehilangan mereka dapat menghadirkan kekosongan yang sulit dijelaskan.

Puisi ini berkisah tentang seseorang yang mengenang kembali masa lalu dan hubungan yang pernah ada. Ada gambaran permainan masa kecil yang kini kontras dengan kenyataan kehidupan dewasa yang lebih kompleks. Pembicara dalam puisi ini merasakan kekosongan dan kehampaan, seolah-olah ia berada dalam persimpangan antara merelakan dan tetap menggenggam masa lalu.

Majas

Arif Bagus Prasetyo menggunakan berbagai majas dalam puisinya, di antaranya:
  • Majas Metafora: "wajah terbelah", "bayangan gelas pasir menikam kening batarimu" adalah contoh penggunaan metafora untuk menggambarkan perasaan yang terpecah dan kesakitan emosional.
  • Majas Personifikasi: "pelupukku tambah parah mengunyahnya" menggambarkan mata yang seakan-akan bisa mengunyah kenangan atau penderitaan.
  • Majas Simile: "seperti permainan masa kanak kita" yang membandingkan masa kini dengan masa kecil untuk menyoroti perbedaan dan perubahan yang telah terjadi.

Imaji

Puisi ini juga kaya akan imaji yang membangun suasana dan perasaan pembacanya, seperti:
  • Imaji Visual: "Serbuk sore berleleran pada lampu, bangku-bangku," menciptakan gambaran senja yang redup dan sendu.
  • Imaji Auditori: "lengking perempuan sial yang mengudap di gaunmu dengan banal" memberikan efek suara yang memperkuat suasana mencekam atau pilu.
  • Imaji Taktil: "jemarimu yang gemetar menebar harum sajen" memberi sensasi getaran atau kegelisahan yang bisa dirasakan oleh pembaca.
Puisi "Momen" adalah refleksi mendalam tentang kenangan, kehilangan, dan perubahan dalam kehidupan. Melalui penggunaan majas yang kaya serta imaji yang kuat, puisi ini menggambarkan perasaan nostalgia dan kekosongan yang timbul saat seseorang menghadapi perpisahan atau kehilangan. Dengan begitu, pembaca diajak untuk merenungkan makna keberadaan dan bagaimana waktu membawa perubahan yang tak terelakkan.

Arif Bagus Prasetyo
Puisi: Momen
Karya: Arif Bagus Prasetyo
© Sepenuhnya. All rights reserved.