Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Pada Jembatan Berbatu (Karya Cucuk Espe)

Puisi "Pada Jembatan Berbatu" karya Cucuk Espe bercerita tentang seseorang yang mengajak pembaca berhenti sejenak dari hiruk pikuk hidup untuk ...
Pada Jembatan Berbatu

Jalan itu menikung dan berbatu
Padahal hujan baru saja berlalu
Bias embun seperti cermin
Di rerumputan tanah membeku
Baca sajakku jika gelisahmu berlalu
Baca sajakku jika malammu beradu
-; Dan berhentilah di jembatan itu

Ambillah sepucuk dedaun, ambil!
Jatuhkan ke riuh air tanpa ragu
Seekor ikan terjerat mata kail
Lihat dia berlari dan terus berlari
-; Tanpa peduli detak jantungmu

Ini jalan menikung dan berbatu.

April, 2011

Analisis Puisi:

Puisi "Pada Jembatan Berbatu" karya Cucuk Espe menghadirkan suasana kontemplatif dalam balutan alam dan refleksi batin. Melalui citra jalan yang menikung dan berbatu, penyair mengajak pembaca merenungi perjalanan hidup yang penuh liku dan ketidakpastian. Puisi ini secara lembut menggambarkan perenungan dalam sepi, sembari menyisipkan pesan mendalam yang hanya dapat dipahami lewat keheningan batin.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah perjalanan hidup dan perenungan diri. Melalui simbol-simbol alam seperti jalan berbatu, jembatan, hujan, dan ikan, puisi ini membicarakan persimpangan kehidupan, pencarian makna, dan momen-momen penting untuk berhenti sejenak merenung.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini mengisyaratkan bahwa dalam hidup, akan selalu ada tikungan-tikungan tajam, batu-batu penghalang, dan saat-saat yang mengaburkan pandangan seperti bias embun. Namun dalam kekacauan itu, penyair menawarkan sesuatu yang personal dan reflektif—yakni sajak itu sendiri—sebagai penawar kegelisahan dan pencari ketenangan.

Bagian seperti "baca sajakku jika gelisahmu berlalu / baca sajakku jika malammu beradu" menunjukkan bahwa puisi (atau seni secara umum) bisa menjadi tempat berteduh ketika hidup terasa berat.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang mengajak pembaca berhenti sejenak dari hiruk pikuk hidup untuk merenung di sebuah jembatan. Jembatan itu bukan hanya tempat secara fisik, melainkan lambang dari peralihan—dari gelisah menuju tenang, dari kekacauan menuju pemahaman. Di sana, tindakan kecil seperti menjatuhkan daun ke air menjadi metafora pelepasan dan penerimaan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini cenderung hening, dingin, dan penuh renungan. Hujan yang baru berlalu, embun yang membeku, dan bias-bias alam menciptakan latar yang tenang namun agak suram. Semua itu memperkuat suasana reflektif dan agak melankolis, cocok sebagai ruang batin untuk memikirkan kehidupan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama puisi ini adalah bahwa dalam hidup, kita perlu jeda—perlu berhenti sejenak untuk merenung dan melepaskan beban. Jembatan berbatu bisa dianggap sebagai titik refleksi, tempat kita bisa memaknai perjalanan sebelum melanjutkan langkah. Tindakan sederhana seperti “menjatuhkan daun ke riuh air” menjadi simbol bahwa pelepasan itu perlu, dan bisa membawa kita pada pemahaman atau kedamaian.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji visual dan taktil, yang menghadirkan suasana alami sekaligus batiniah:
  • “Jalan itu menikung dan berbatu” – menggambarkan kondisi sulit dan berliku, mencerminkan hidup yang penuh tantangan.
  • “Bias embun seperti cermin” – menghadirkan bayangan keindahan sekaligus misteri yang mengaburkan pandangan.
  • “Seekor ikan terjerat mata kail” – menciptakan imaji gerak dan konflik, simbol dari konsekuensi tindakan yang tak terelakkan.
Imaji ini menghidupkan puisi dan mengajak pembaca bukan hanya membaca, tapi juga merasakan suasananya.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini:
  • Metafora: “jembatan berbatu” tidak sekadar tempat, tapi simbol kehidupan yang keras, tempat pengambilan keputusan atau refleksi.
  • Personifikasi: “bias embun seperti cermin” memberikan kesan bahwa alam berbicara atau menjadi penuntun perasaan.
  • Repetisi: Pengulangan baris “Ini jalan menikung dan berbatu” di akhir menegaskan bahwa siklus kehidupan itu tak berubah—tantangan tetap ada, tapi cara kita menanggapinya yang menentukan.
Puisi "Pada Jembatan Berbatu" adalah cermin dari perjalanan batin manusia saat menghadapi kenyataan hidup. Melalui jalinan kata yang sederhana namun puitis, Cucuk Espe mengajak kita untuk menemukan ketenangan dalam perenungan, menjadikan puisi sebagai pelarian, dan alam sebagai metafora kehidupan.

Pada akhirnya, puisi ini mengingatkan: hidup memang berliku dan keras seperti jalan berbatu, tapi selalu ada jembatan—ruang tenang—tempat kita bisa berhenti sejenak, menatap ke dalam diri, dan kembali melangkah dengan hati yang lebih jernih.

"Cucuk Espe"
Puisi: Pada Jembatan Berbatu
Karya: Cucuk Espe
© Sepenuhnya. All rights reserved.