Puisi: Parangtritis (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Parangtritis" karya Gunoto Saparie bercerita tentang sebuah momen kecil namun mendalam di mana seseorang mengajak orang lain untuk lebih ...
Parangtritis

di luar pondok kayangan
gerimis mulai kerap berjatuhan
kaudengarkah suara ombak di kejauhan?
katamu: panggil aku perempuan

Sumber: Penyair Kamar (2017)

Analisis Puisi:

Puisi "Parangtritis" karya Gunoto Saparie, meskipun singkat, menawarkan kedalaman makna dan atmosfer yang begitu kuat. Melalui penggunaan kata-kata sederhana, Gunoto mampu menghidupkan suasana batin sekaligus menghadirkan nuansa alam yang syahdu dan penuh misteri. Puisi ini menunjukkan betapa kekuatan imaji dan simbol dalam puisi dapat membangun dunia yang kaya, bahkan dalam baris-baris yang terbatas.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kerinduan, identitas, dan hubungan manusia dengan alam. Ada nuansa kontemplasi tentang siapa diri seseorang, serta bagaimana ia ingin dipahami atau dipanggil dalam hubungan batin tertentu. Dengan latar suasana alam di Parangtritis — yang terkenal dengan kisah-kisah mistis dan keindahan pantainya — puisi ini seolah memadukan suasana alam dengan pergulatan identitas dan hubungan emosional.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah tentang pencarian dan pengakuan jati diri. Ketika suara ombak terdengar dari kejauhan dan gerimis mulai jatuh, suasana menjadi seolah-olah mengundang keheningan dan refleksi. Kata-kata "panggil aku perempuan" mengisyaratkan sebuah permintaan untuk dikenali, diakui, atau bahkan dihormati dalam bentuk yang paling alami dan jujur. Seolah-olah di tengah ketidakpastian alam, ada harapan untuk dipahami dalam wujud yang sebenarnya, tanpa topeng, tanpa syarat.

Puisi ini bercerita tentang sebuah momen kecil namun mendalam di mana seseorang mengajak orang lain untuk lebih mengenal dirinya. Setting suasana luar pondok, di tengah gerimis dan suara ombak, membentuk latar belakang yang melankolis untuk pengakuan diri ini. Ungkapan "panggil aku perempuan" bisa ditafsirkan sebagai permintaan untuk menerima dirinya dengan penuh, sebagai sosok yang memiliki emosi, kelembutan, kekuatan, dan keindahan alami.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa hening, syahdu, sedikit melankolis, dan reflektif. Gerimis yang "kerap berjatuhan" membawa nuansa dingin dan sendu, sedangkan suara ombak di kejauhan menghadirkan kesan luas, sepi, dan mendalam. Semua ini membangun suasana batin yang intim, seolah hanya ada dua sosok yang berbicara dalam keheningan dunia.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang bisa diambil dari puisi ini adalah tentang penerimaan dan penghormatan terhadap jati diri seseorang. Setiap individu memiliki keunikan, identitas, dan kebutuhan untuk diakui sesuai dengan hakikat dirinya. Dalam suasana yang hening dan penuh kejujuran, seseorang meminta untuk dipanggil, dipahami, dan mungkin dicintai sebagaimana adanya — tanpa pretensi, tanpa syarat.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji sederhana tapi kuat:
  • "Gerimis mulai kerap berjatuhan": menciptakan visual tentang suasana langit yang sendu dan basah.
  • "Suara ombak di kejauhan": menggambarkan suasana alam yang luas, bergema, dan sedikit misterius.
  • "Di luar pondok kayangan": membangun gambaran tentang sebuah tempat yang romantis, mungkin terasing, namun damai.
Semua imaji ini memperkuat perasaan tenang namun sarat makna, memberikan pembaca latar emosional untuk memahami permintaan si tokoh dalam puisi.

Majas

Dalam puisi ini, Gunoto Saparie menggunakan beberapa majas penting, di antaranya:
  • Personifikasi: Suara ombak di kejauhan terasa seolah memiliki pesan atau panggilan tersendiri, memperkaya suasana puisi.
  • Metafora: "Pondok kayangan" bisa dianggap sebagai metafora untuk tempat ideal atau dunia kecil yang damai dan penuh impian.
  • Repetisi halus: Dengan mengulang suasana alam (gerimis, ombak), penyair membangun ritme tenang yang mendukung perasaan reflektif dalam puisi.
Singkat, namun penuh resonansi, pu"isi Parangtritis" karya Gunoto Saparie adalah potret kecil tentang identitas, harapan, dan kesunyian yang bermakna. Lewat simbol alam yang sederhana, puisi ini mengajak kita merenungkan bagaimana hubungan manusia, diri sendiri, dan alam dapat bersatu dalam momen-momen hening yang dalam.

Gunoto Saparie
Puisi: Parangtritis
Karya: Gunoto Saparie


Biodata Gunoto Saparie:

Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).

Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).

Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.

Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Selain itu, di tengah kesibukannya menulis, ia kadang diundang untuk membaca puisi, menjadi juri lomba kesenian, pemakalah atau pembicara pada berbagai forum kesastraan dan kebahasaan, dan mengikuti sejumlah pertemuan sastrawan di Indonesia dan luar negeri.
© Sepenuhnya. All rights reserved.