Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sakit (Karya Sulaiman Juned)

Puisi "Sakit" karya Sulaiman Juned bercerita tentang rasa sakit yang dialami oleh seorang tokoh liris, yang merasa dikepung oleh kesepian, ...
Sakit

Aku
pahami angin mengurung
hati. Sendiri merasakan sakit. Degup
jantung semakin kencang tersebab banyak
yang hilang tak mampu menjemput pulang.

Aku
pahami badai mengurung
jiwa. Tak lagi menyandingkan rindu.

(Sepasang insan menggadaikan negeri atas nama cinta)

Padang Panjang, 2009

Analisis Puisi:

Puisi "Sakit" karya Sulaiman Juned merupakan puisi pendek yang menyimpan lapisan makna yang dalam dan mengguncang. Hanya dalam tiga bait yang padat, penyair menghadirkan semacam jeritan sunyi dari seseorang yang merasa kehilangan banyak hal—bukan hanya dalam level pribadi, melainkan juga dalam konteks sosial dan bahkan politis. Puisi ini adalah contoh bagaimana puisi bisa ringkas namun sarat makna, getir, dan menggugah.

Puisi ini bercerita tentang rasa sakit yang dialami oleh seorang tokoh liris, yang merasa dikepung oleh kesepian, kehilangan, dan kekacauan batin. Di awal, angin dan badai digambarkan sebagai sesuatu yang “mengurung”—baik hati maupun jiwa. Rasa sakit yang disebut bukan hanya fisik, tapi lebih ke arah batin yang tercabik-cabik oleh kehilangan.

Puncak emosional puisi hadir pada baris terakhir:

“(Sepasang insan menggadaikan negeri atas nama cinta)”

Baris ini adalah titik balik. Pembaca dipaksa menengok realitas sosial-politik yang lebih besar. Dari sakit personal, puisi meloncat ke penderitaan kolektif. Ia seolah mengatakan bahwa ada pengkhianatan yang dilakukan oleh sepasang manusia demi cinta mereka—cinta yang, alih-alih mempersatukan, justru menggadaikan tanah air.

Tema dalam Puisi

Tema utama dalam puisi ini adalah penderitaan batin akibat kehilangan dan pengkhianatan. Namun tidak hanya itu, puisi ini juga menyentuh tema nasionalisme yang tergadai oleh kepentingan pribadi, dan keresahan eksistensial akibat hancurnya nilai-nilai bersama.

Ada juga tema alienasi, yaitu keterasingan individu dari lingkungan, dari orang-orang yang dahulu dekat, bahkan dari dirinya sendiri.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini menyampaikan kritik terhadap individu atau kelompok yang rela mengorbankan kepentingan bangsa demi cinta atau kepentingan personal mereka. Cinta dalam puisi ini bukan cinta yang romantis atau mulia, tetapi cinta yang bisa disalahgunakan sebagai pembenar tindakan yang merugikan negeri.

Baris “banyak yang hilang tak mampu menjemput pulang” menunjukkan bahwa kerusakan telah terjadi dan tak mudah dipulihkan. Ada luka yang menganga, ada kehampaan yang tak bisa ditambal. Ini bukan hanya luka pribadi, tapi luka kolektif bangsa.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tergambar dalam puisi ini adalah muram, hampa, dan penuh kepedihan batin. Tak ada harapan yang jelas, hanya rasa dikurung, hilang, dan getir. Kata-kata seperti “mengurung hati,” “sendiri,” “badai,” dan “tak lagi menyandingkan rindu” semuanya memperkuat atmosfer depresi dan keterasingan.

Imaji dalam Puisi

Meskipun pendek, puisi ini cukup kuat dalam membangun imaji metaforis:
  • “angin mengurung hati” dan “badai mengurung jiwa” menghadirkan gambaran alam yang tidak bersahabat, menjadi simbol dari tekanan psikologis yang berat dan berlapis.
  • “degup jantung semakin kencang” adalah imaji fisik yang membuat pembaca bisa ikut merasakan ketegangan emosional dan ketakutan yang mencekam.

Majas dalam Puisi

Puisi ini memanfaatkan beberapa majas yang memperkaya daya gugahnya:
  • Metafora: Angin dan badai sebagai representasi konflik batin dan tekanan sosial.
  • Personifikasi: Angin dan badai seolah mampu "mengurung" hati dan jiwa, seakan mereka memiliki niat dan kuasa untuk menyakiti manusia.
  • Ironi: Frasa “menggadaikan negeri atas nama cinta” menyiratkan bahwa sesuatu yang ideal (cinta) justru menjadi topeng dari tindakan yang menyakitkan dan merusak.
Majas-majas ini tidak bombastis, tetapi disisipkan secara lembut dan dalam, menyatu dengan keseluruhan suasana puisi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang bisa ditarik dari puisi ini adalah peringatan agar tidak mengorbankan kebenaran dan kepentingan bersama demi keinginan atau cinta yang semu. Apa pun bentuk cinta yang dijadikan alasan untuk menjual idealisme atau mengkhianati bangsa, pada akhirnya akan meninggalkan rasa sakit dan kehilangan yang dalam.

Amanat lainnya bisa dibaca sebagai ajakan untuk merenung di tengah kekacauan zaman, bahwa luka batin bukan hanya soal kehilangan personal, tapi juga bisa lahir dari kekacauan sosial dan pengkhianatan terhadap nilai bersama.

Puisi "Sakit" karya Sulaiman Juned adalah puisi pendek namun tajam. Dengan memanfaatkan metafora angin dan badai, serta menutupnya dengan kalimat yang mengguncang, penyair berhasil menyuarakan penderitaan personal dan kolektif dalam satu napas. Ini adalah puisi tentang kehilangan, pengkhianatan, dan rasa sakit yang tak hanya dirasakan tubuh, tapi juga oleh bangsa.

Dengan tema berat tentang pengorbanan negeri atas nama cinta, puisi ini mengajak kita semua untuk lebih waspada: bahwa cinta, jika salah arah, bisa menjadi pedang yang melukai banyak hati—termasuk hati negeri itu sendiri.

Sulaiman Juned
Puisi: Sakit
Karya: Sulaiman Juned
© Sepenuhnya. All rights reserved.