Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Getaran Sekitar (Karya Kasim Mansur)

Puisi "Getaran Sekitar" karya Kasim Mansur bercerita tentang kondisi sebuah tempat—mungkin negara, mungkin komunitas—yang sedang mengalami guncangan.
Getaran Sekitar

Dalam pelukan gemetar berpudar
ditutupnya tanah sekitar
riang mengalir
melingkari negara mungil.

Pandangan yang tak melalui bumi
lawak dan benci
mendesak ke dalam gelita
berdarah palsu-memecah

Dan jika luaran segala direbut
hingga gempar dan takut;
Bantuan ini di segala penjuru
setia selalu
berbaris sampai di padang terbuka
lurus dalam nyala tembaga.

Sumber: Mimbar Indonesia (19 Juni 1948)

Analisis Puisi:

Puisi "Getaran Sekitar" karya Kasim Mansur adalah sebuah refleksi puitik atas gejolak sosial dan batin yang menyelimuti masyarakat atau sebuah bangsa kecil yang sedang diguncang oleh krisis. Dengan bahasa yang padat makna, penuh simbol dan metafora, puisi ini mengajak pembaca untuk menyelami ketegangan dan harapan yang hidup berdampingan di tengah kondisi yang penuh tekanan.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah ketegangan sosial, gejolak batin, dan solidaritas di tengah ancaman. Puisi ini merefleksikan bagaimana sebuah komunitas atau negara kecil (ditunjukkan oleh frasa “negara mungil”) harus menghadapi tekanan dari luar maupun dari dalam. Namun, di balik itu semua, tetap ada gambaran tentang kesetiaan dan keberanian kolektif.

Puisi ini bercerita tentang kondisi sebuah tempat—mungkin negara, mungkin komunitas—yang sedang mengalami guncangan. “Pelukan gemetar berpudar” dan “tanah sekitar ditutup” mengisyaratkan kondisi yang menegangkan, seperti masa darurat atau krisis. Keadaan ini menyebabkan timbulnya perasaan takut, curiga, dan bahkan konflik (“berdarah palsu-memecah”). Namun, meskipun segala hal dari luar “direbut” dan terjadi kekacauan, masih ada kekuatan kolektif yang setia dan berani berdiri, digambarkan dalam larik “berbaris sampai di padang terbuka / lurus dalam nyala tembaga.”

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa dalam kondisi keterancaman atau kehancuran, nilai-nilai solidaritas dan keberanian tetap bisa muncul dan menjadi penopang. Puisi ini juga menyinggung bagaimana persepsi manusia yang “tak melalui bumi” bisa menjadi sumber konflik—mungkin mengacu pada prasangka, propaganda, atau penilaian yang tidak berdasarkan realitas. Ketegangan antara kenyataan dan persepsi, antara ancaman luar dan kekuatan dari dalam, menjadi dinamika utama dalam puisi ini.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang dihadirkan dalam puisi ini adalah gelap, tegang, dan penuh rasa waspada, namun pada akhirnya disertai dengan kesan harapan dan tekad kolektif. Dari awal yang murung dan nyaris apokaliptik, puisinya bergerak menuju larik yang penuh determinasi—“berbaris sampai di padang terbuka.”

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji visual dan emosional yang kuat:
  • Imaji visual muncul dalam larik seperti “berbaris sampai di padang terbuka” dan “nyala tembaga,” yang menciptakan citra pasukan atau barisan manusia yang teguh menghadapi ancaman.
  • Imaji emosional tampak dalam “gemetar berpudar,” “berdarah palsu,” dan “gempar dan takut,” yang membangkitkan rasa gentar dan cemas di benak pembaca.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini memperkaya lapisan maknanya:
  • Metafora: “pelukan gemetar berpudar” merupakan metafora untuk suasana takut atau trauma yang semakin menipis, atau sebaliknya, menghilang.
  • Personifikasi: “pandangan yang tak melalui bumi” memberi sifat manusia pada pandangan, menggambarkan bagaimana cara melihat bisa tidak berpijak pada kenyataan.
  • Oksimoron: “berdarah palsu” adalah kontradiksi yang menyiratkan konflik yang tampak berdarah atau serius, tetapi sebenarnya dibangun atas kebohongan.
  • Simbolisme: “nyala tembaga” menjadi simbol dari keteguhan, keberanian, atau bahkan api perlawanan yang terkontrol namun membara.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini tampaknya adalah bahwa dalam situasi genting sekalipun, ketika segalanya direbut dan manusia dikelilingi rasa takut dan kegelapan, masih ada ruang untuk kesetiaan dan keberanian. Kekuatan kolektif yang tetap “berbaris” adalah simbol harapan—bahwa dalam kekacauan, manusia bisa memilih untuk tetap tegak, bersatu, dan bertindak lurus.

Puisi "Getaran Sekitar" karya Kasim Mansur adalah sebuah renungan sosial dan psikologis yang kuat, disampaikan melalui bahasa simbolik dan penuh lapisan makna. Di tengah metafora yang menggambarkan kegelisahan dan ancaman, ada semangat yang menyala: semangat kesetiaan dan keberanian bersama. Puisi ini menantang pembaca untuk memahami bahwa di balik gemetar dan gelita, selalu ada potensi untuk membentuk barisan tegap yang melangkah menuju terang.

Puisi: Getaran Sekitar
Puisi: Getaran Sekitar
Karya: Kasim Mansur

Biodata Kasim Mansur:
  • Kasim Mansur merupakan seorang penyair yang lahir tanggal 1 Mei 1923 di Surabaya, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.