Guguk
Pernah, sekali, aku rindu padamu yang saat itu menjadi kepulan asap.
Kau bergerak meliputi ragaku yang tak seberapa kebal dan tingkahku seperti anjing yang mengais-ngais awan.
Batam, 17 Maret 2024
Analisis Puisi:
Puisi "Guguk" karya Ade Anugrah adalah karya yang sangat singkat namun sarat dengan nuansa emosi dan simbolisme. Dengan hanya dua larik, puisi ini mampu menyampaikan perasaan rindu, kehilangan, dan kerentanan manusia dalam menghadapi kenangan yang membayang. Dalam bentuknya yang padat dan ringkas, puisi "Guguk" menghadirkan kekuatan kata yang mendalam dan membuka ruang tafsir yang luas bagi pembaca.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan yang tak terjawab dan kerentanan manusia dalam menghadapi ingatan yang samar. Rasa rindu dihadirkan bukan kepada sosok yang nyata, melainkan pada sosok yang telah menjadi “kepulan asap”—sebuah gambaran tentang sesuatu yang telah pergi, menguap, atau tak bisa direngkuh kembali.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman batin seseorang yang merindukan sosok atau kenangan yang sudah tidak bisa lagi dijangkau. Sosok yang dirindukan telah berubah menjadi “kepulan asap,” yang menyiratkan ketidakhadiran secara fisik, namun masih membekas secara emosional. Dalam kerinduannya, tokoh merasa tubuhnya rapuh, dan ia digambarkan berperilaku seperti “anjing yang mengais-ngais awan”—sebuah ekspresi yang menunjukkan usaha yang sia-sia, absurd, dan penuh hasrat namun tak membuahkan hasil.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa kerinduan terkadang mengubah manusia menjadi makhluk yang tak berdaya, bahkan kehilangan martabat dan rasionalitasnya. Perbandingan dengan “anjing” bukan hanya menggambarkan keterdesakan, tetapi juga kepasrahan total terhadap insting dan emosi. Selain itu, “awan” dan “asap” menjadi simbol dari sesuatu yang tidak bisa digenggam—kenangan, cinta, atau sosok masa lalu yang perlahan memudar.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang dihadirkan dalam puisi ini adalah suasana melankolis dan absurd, bahkan sedikit surrealis. Ada keheningan dan kegetiran yang melingkupi narasi, seolah-olah dunia berhenti sesaat untuk memberi ruang pada kerinduan yang tidak berbalas.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas yang kuat dan khas:
- Metafora: “kau yang saat itu menjadi kepulan asap” adalah metafora untuk menunjukkan bahwa sosok yang dirindukan telah berubah menjadi sesuatu yang tak bisa disentuh.
- Simile: “seperti anjing yang mengais-ngais awan” adalah simile yang menunjukkan usaha yang sia-sia dan memunculkan citra yang absurd sekaligus menyedihkan.
- Personifikasi: “asap meliputi ragaku” memberi sifat aktif pada asap, seolah ia bisa bergerak dan menyelimuti tubuh, menambah efek emosional dari larik tersebut.
Imaji
Puisi ini mengandalkan imaji visual dan kinestetik yang kuat:
- Imaji visual muncul dari frasa “kepulan asap” dan “mengais-ngais awan”, menciptakan gambaran yang samar namun hidup dalam benak pembaca.
- Imaji kinestetik hadir melalui gerakan “mengais-ngais”, memperlihatkan usaha tokoh dalam mencapai sesuatu yang tidak mungkin diraih.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Jika dicermati lebih dalam, amanat dari puisi ini adalah bahwa tidak semua kerinduan bisa menemukan jawabannya. Kadang, yang tersisa hanya bayangan, dan dari bayangan itu lahir kerentanan manusia yang paling dasar. Namun, dari situ juga kita belajar untuk mengakui keterbatasan diri dalam mencintai, merindukan, dan melepaskan.
Puisi "Guguk" karya Ade Anugrah adalah contoh bagaimana puisi pendek bisa menyimpan makna yang luas. Dengan hanya dua baris, puisi ini menyentuh sisi manusiawi yang rapuh dan penuh hasrat. Melalui penggunaan majas yang efektif dan imaji yang kuat, Ade Anugrah menunjukkan bahwa kerinduan bukan hanya soal ingatan, tetapi juga soal bagaimana manusia bertahan di tengah kekosongan dan ilusi. Puisi "Guguk" adalah jeritan hening dari jiwa yang merindukan, meski tahu bahwa apa yang dirindukan sudah berubah menjadi asap dan awan—tak tergenggam dan tak kembali.
Karya: Ade Anugrah
Biodata Ade Anugrah:
- Ade Anugrah (alias the Sacred Elk) adalah seniman visual, komposer, dan penulis yang berasal dari Gunungsitoli, Indonesia. Puisinya banyak bercerita tentang naluri sentimental manusia dalam memaknai hal-hal kecil, lalu menggambarkannya secara sureal dengan nafas nihilistik. Penulis bisa disapa di Instagram @AdeAnugrahx