Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Gunung yang Menyimpan Langit (Karya Moh Akbar Dimas Mozaki)

Puisi "Gunung yang Menyimpan Langit" karya Moh Akbar Dimas Mozaki bercerita tentang gunung sebagai bagian dari lanskap alam yang megah. Namun, ...

Gunung yang Menyimpan Langit


Gunung berdiri menantang angin,
Dibungkus kabut dan harum pinus,
Ia diam, namun menggetarkan,
Dengan tenangnya menahan waktu.

Di puncaknya awan bersandar lesu,
Langit memeluknya dalam biru pekat,
Sementara burung terbang dengan hormat,
Menari di hadapan kebesaran alam.

Tak ada kata dalam keteguhan itu,
Hanya keagungan yang tak perlu dijelaskan,
Gunung menyimpan rahasia bumi,
Dan mengajarkan tentang ketabahan.

Kita, manusia kecil di bawah bayang,
Belajar rendah hati pada tingginya,
Bahwa yang menjulang, justru tunduk,
Pada hukum alam yang abadi.

22 Mei 2025

Analisis Puisi:

Puisi "Gunung yang Menyimpan Langit" karya Moh Akbar Dimas Mozaki adalah perenungan yang dituliskan dalam bentuk liris, memvisualkan gunung bukan sekadar sebagai bentang alam, melainkan sebagai entitas yang menyimpan nilai-nilai spiritual, keteguhan, dan pengingat akan posisi manusia di hadapan semesta. Bait-baitnya terasa seolah menggema di lereng sunyi, di mana setiap kalimat mengandung makna mendalam yang bisa direnungi.

Tema

Puisi ini mengusung tema tentang ketabahan, keagungan alam, dan kerendahan hati manusia di hadapannya. Gunung digambarkan sebagai simbol keteguhan dan keheningan yang kuat, sekaligus lambang dari kekuatan alam yang tak bisa diganggu gugat oleh kehendak manusia. Ini adalah puisi yang mengajak pembaca untuk menunduk dan merenung.

“Gunung berdiri menantang angin,
Dibungkus kabut dan harum pinus”

Tema besar puisi ini berkutat pada bagaimana ketenangan bisa menyimpan kekuatan, dan bagaimana manusia seharusnya belajar dari kebijaksanaan diam yang dimiliki alam.

Secara permukaan, puisi ini bercerita tentang gunung sebagai bagian dari lanskap alam yang megah. Namun, lebih dari itu, gunung menjadi simbol keteguhan yang senyap—tidak berbicara, namun tetap menggetarkan. Dalam diamnya, ia menyimpan langit, awan, dan bahkan pelajaran hidup.

“Gunung menyimpan rahasia bumi,
Dan mengajarkan tentang ketabahan.”

Kisah dalam puisi ini adalah sebuah refleksi eksistensial: manusia, kecil dan sementara, harus belajar dari gunung yang tinggi namun tetap tunduk kepada hukum alam. Tidak ada kesombongan dalam ketinggian sejati.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah pesan bahwa kekuatan sejati tidak selalu ditunjukkan melalui aksi atau suara, tetapi justru dalam keheningan dan konsistensi. Gunung tidak bergerak, tidak berbicara, namun kehadirannya cukup untuk menggetarkan langit dan menyentuh batin manusia.

“Tak ada kata dalam keteguhan itu,
Hanya keagungan yang tak perlu dijelaskan.”

Dari larik ini, tersirat bahwa hal-hal paling agung dalam hidup tidak selalu membutuhkan penjelasan panjang. Ketulusan, ketabahan, dan rasa hormat terhadap alam adalah nilai yang tidak perlu didebatkan, cukup dirasakan dan dihormati.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini tenang, megah, dan penuh kontemplasi. Ia tidak meledak-ledak, tapi juga tidak hambar. Suasananya seperti kabut pagi di lereng gunung—sejuk, syahdu, dan membuat siapa pun ingin diam sejenak untuk merenung. Ada semacam keheningan sakral yang mengitari tiap baitnya.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Puisi ini mengandung amanat tentang pentingnya ketabahan, kerendahan hati, dan penghormatan terhadap kekuatan yang lebih besar dari diri sendiri. Dalam ketinggian, gunung tidak menyombongkan dirinya. Sebaliknya, ia justru tunduk kepada langit dan hukum alam.

“Bahwa yang menjulang, justru tunduk,
Pada hukum alam yang abadi.”

Pesan ini menohok: manusia, walau merasa hebat dengan pencapaiannya, tetap tak lebih dari bayang kecil di bawah gunung. Ini adalah seruan agar manusia menyadari tempatnya dalam ekosistem semesta, agar tidak pongah, dan agar bisa belajar dari keagungan diam.

Imaji

Puisi ini sangat kuat dalam membangun imaji visual dan atmosferik, yang membawa pembaca langsung ke tengah bentang pegunungan:
  • Imaji visual: “Gunung berdiri menantang angin, / Dibungkus kabut dan harum pinus” — Pembaca seakan melihat gunung berselimut kabut pagi, dengan aroma pinus yang menusuk lembut.
  • Imaji langit dan burung: “Di puncaknya awan bersandar lesu, / Langit memeluknya dalam biru pekat” — Imaji ini memvisualkan pelukan langit terhadap gunung, menggambarkan harmoni antara bumi dan langit.
  • Imaji rasa hormat: “Sementara burung terbang dengan hormat” — Imaji ini memperhalus perasaan kagum, bukan hanya manusia, bahkan burung pun tahu kepada siapa ia harus menunduk.
  • Imaji eksistensial: “Kita, manusia kecil di bawah bayang” — Imaji yang mengingatkan tentang keterbatasan dan kerapuhan kita di tengah megahnya semesta.

Majas

Beberapa majas memperkaya puisi ini dan memberi kedalaman makna yang kuat:

Personifikasi:
  • “Langit memeluknya dalam biru pekat” — Langit diberi sifat manusiawi, memeluk gunung, yang memperkuat kesan kedekatan alam dengan ketenangan emosional.
  • “Burung terbang dengan hormat” — Burung diberi emosi manusia untuk menggambarkan suasana penghormatan.
Metafora:
  • “Gunung menyimpan rahasia bumi” — Gunung diibaratkan sebagai penjaga rahasia, menyiratkan bahwa alam menyimpan kebijaksanaan terdalam kehidupan.
Hiperbola:
  • “Dengan tenangnya menahan waktu” — Gunung digambarkan seolah-olah memiliki kekuatan menahan waktu, menunjukkan betapa kekal dan kokohnya gunung secara simbolis.
Simbolisme:
  • Gunung sebagai simbol ketabahan dan kebijaksanaan.
  • Langit sebagai simbol keabadian atau kekuatan spiritual.
  • Manusia sebagai entitas rapuh yang belajar dari alam.
Puisi "Gunung yang Menyimpan Langit" karya Moh Akbar Dimas Mozaki adalah karya yang menawarkan ruang sunyi untuk merenung. Dalam setiap baitnya, pembaca diajak tidak hanya melihat gunung sebagai objek fisik, tetapi juga sebagai subjek spiritual yang penuh pelajaran.

Dengan tema ketabahan dan keagungan, puisi ini bercerita tentang hubungan manusia dengan alam, khususnya tentang bagaimana alam mengajarkan kesederhanaan dan kebesaran dalam diam. Makna tersiratnya begitu dalam: bahwa dalam ketinggian sejati, ada kerendahan hati. Suasana yang disampaikan adalah tenang dan penuh kekaguman. Amanatnya menyentuh—untuk tidak menyombongkan diri, dan belajar dari alam yang telah lebih dahulu memahami hukum kehidupan.

Imaji dalam puisi ini begitu kuat, memukau mata batin, dan majas yang digunakan memperkaya dimensi makna serta memperhalus kesan spiritual dalam tiap larik. Pada akhirnya, puisi ini bukan sekadar tentang gunung, tetapi tentang bagaimana manusia seharusnya memosisikan diri—dalam rendah hati dan rasa hormat—di hadapan keagungan semesta.

Puisi Moh Akbar Dimas Mozaki
Puisi: Gunung yang Menyimpan Langit
Karya: Moh Akbar Dimas Mozaki

Biodata Moh Akbar Dimas Mozaki:
  • Moh Akbar Dimas Mozaki, mahasiswa S1 Sastra Indonesia, Universitas Andalas.
© Sepenuhnya. All rights reserved.