Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Hanya Kamu (Karya Fitri Wahyuni)

Puisi "Hanya Kamu" karya Fitri Wahyuni bercerita tentang seseorang yang, dari sekian banyak orang yang pernah ditemui dalam hidup, hanya satu yang ...

Hanya Kamu


Dari ribuan wajah yang kulihat,
Hanya kamu yang tinggal dalam ingatan,
Wajahmu seperti puisi yang tak selesai,
Terus kubaca, terus kuingat,
Ada damai dalam keberadaanmu,
Seperti rumah dalam kebisingan dunia.

Aku tak pernah ragu memilihmu,
Meski jalannya penuh kemungkinan,
Kau adalah satu dalam seribu,
Yang membuat hatiku merasa utuh,
Dan aku ingin kamu tahu,
Bahwa hanya kamu, selalu kamu.

23 Mei 2025

Analisis Puisi:

Puisi "Hanya Kamu" karya Fitri Wahyuni hadir sebagai ungkapan cinta yang lembut namun penuh ketegasan. Dengan gaya penulisan yang sederhana dan penuh perasaan, puisi ini menyentuh sisi terdalam dari pengalaman mencintai seseorang dengan seluruh keyakinan. Penyair menunjukkan bahwa cinta bukan sekadar perasaan yang datang dan pergi, melainkan sebuah keputusan, tempat pulang, dan pusat ketenangan di tengah hiruk-pikuk kehidupan.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah cinta yang teguh dan pilihan hati yang mantap. Fitri Wahyuni menyoroti bagaimana cinta sejati bukan hanya tentang jatuh hati, melainkan tentang memilih dan terus memilih orang yang sama, bahkan saat jalan di hadapan tampak penuh ketidakpastian. Cinta dalam puisi ini tidak mengandalkan emosi sesaat, tapi bertumpu pada ketenangan dan keberanian dalam memilih satu sosok yang dirasa tepat.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang, dari sekian banyak orang yang pernah ditemui dalam hidup, hanya satu yang berhasil menetap dalam hati dan pikiran. Sosok itu bukan sekadar mengisi ruang dalam benak, melainkan memberi kedamaian, seperti "rumah" yang dirindukan di tengah kebisingan dunia.

Melalui penggambaran yang intim dan reflektif, penyair menyampaikan bahwa cinta yang tulus tidak selalu berisik atau mencolok. Justru ia sunyi, mendalam, dan menetap. Dalam hal ini, puisi seolah menjadi surat pernyataan hati yang sederhana namun sarat makna: “Aku memilih kamu—dan tak pernah ragu akan pilihan itu.”

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini mencerminkan nilai kesetiaan, keteguhan dalam mencintai, serta pengakuan akan pentingnya satu sosok dalam hidup. Ketika penyair menyebut "hanya kamu yang tinggal dalam ingatan", ini bukan sekadar nostalgia, tetapi pengakuan bahwa dari banyaknya kemungkinan cinta yang bisa saja terjadi, hanya satu yang dipilih dengan sepenuh hati.

Ada pula makna bahwa dalam dunia yang ramai dan penuh keraguan, memiliki seseorang yang menjadi pusat rasa nyaman adalah anugerah yang tak ternilai. Cinta dalam puisi ini tidak menuntut sensasi atau pengakuan luar, cukup menjadi tenang dan utuh di dalam hati.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini cenderung tenang, syahdu, dan penuh perenungan. Tidak ada riak konflik atau pertanyaan dalam narasinya—hanya ada keyakinan dan ketulusan yang mengalir pelan. Kata-kata yang digunakan sederhana, tetapi mampu menciptakan kesan mendalam tentang betapa bermaknanya kehadiran seseorang dalam hidup penyair.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini cukup jelas dan universal: cinta sejati adalah tentang memilih dengan sadar, setia pada pilihan itu, dan terus menghidupi rasa itu meski kenyataan mungkin tak selalu mudah. Puisi ini juga mengajak pembaca untuk mengenali bahwa cinta yang menenangkan dan memberi rasa “pulang” adalah bentuk cinta yang paling sejati.

Selain itu, puisi ini menyampaikan bahwa keindahan cinta terletak pada kesederhanaan dan kepastian. Tidak perlu ledakan emosi atau gembar-gembor pengakuan; cukup dengan kehadiran yang konsisten dan ketulusan yang tidak goyah.

Imaji

Puisi ini dipenuhi dengan imaji lembut yang memperkuat nuansa puitisnya:
  • “Wajahmu seperti puisi yang tak selesai”: Menggambarkan seseorang yang begitu memesona dan dalam, sehingga selalu mengundang untuk dipahami lebih jauh. Imaji ini menggabungkan visual dan makna emosional, memperlihatkan bahwa kehadiran orang tersebut tak pernah membosankan.
  • “Seperti rumah dalam kebisingan dunia”: Imaji ini sangat kuat dalam menyampaikan perasaan nyaman dan aman. Ia menggambarkan cinta sebagai tempat bernaung dari hiruk-pikuk kehidupan—sebuah tempat batiniah yang tenang dan tidak tergantikan.
  • “Satu dalam seribu”: Merupakan pernyataan simbolik yang menunjukkan keistimewaan seseorang yang dicintai, bahwa ia bukan yang biasa atau kebetulan, tapi benar-benar pilihan dari banyaknya kemungkinan.

Majas

Fitri Wahyuni menggunakan majas yang memperindah dan memperkuat makna puisi:

Metafora:
  • “Wajahmu seperti puisi yang tak selesai” adalah metafora yang menggambarkan kompleksitas dan keindahan seseorang yang terus menginspirasi.
  • “Seperti rumah dalam kebisingan dunia” adalah metafora untuk rasa aman dan tenang yang ditemukan dalam kehadiran orang yang dicintai.
Hiperbola:
  • “Dari ribuan wajah yang kulihat” merupakan hiperbola untuk menggambarkan banyaknya orang dalam hidup, namun hanya satu yang benar-benar membekas.
Repetisi:
  • Pengulangan frasa “hanya kamu, selalu kamu” pada baris terakhir mempertegas fokus, penekanan, serta keteguhan hati sang penyair terhadap orang yang dimaksud.
Puisi "Hanya Kamu" adalah karya yang indah dalam kesederhanaannya. Fitri Wahyuni berhasil menyampaikan keteguhan cinta melalui diksi yang bersahaja namun penuh makna. Ia menunjukkan bahwa dalam cinta, tidak selalu dibutuhkan penjelasan panjang atau pengorbanan besar. Terkadang, cinta hanya perlu hadir dengan tulus, menetap dengan pasti, dan dihidupi setiap hari tanpa keraguan.

Dengan menghadirkan unsur tema cinta, makna tersirat tentang kepastian hati, suasana yang damai, serta imaji dan majas yang kuat, puisi ini menjadi refleksi bahwa cinta sejati tidak selalu harus rumit. Ia bisa tenang, namun tetap menyala dengan kuat di dalam dada—seperti sosok “kamu” yang dipilih, dan akan selalu dipilih, oleh hati sang penyair.

Fitri Wahyuni
Puisi: Hanya Kamu
Karya: Fitri Wahyuni

Biodata Fitri Wahyuni:
  • Fitri Wahyuni saat ini aktif sebagai mahasiswa, Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, di Universitas Andalas.
© Sepenuhnya. All rights reserved.