Analisis Puisi:
Puisi “Ibu Pergi ke Pasar” karya Ook Nugroho adalah karya yang sederhana secara bahasa, namun dalam secara makna. Menggunakan narasi liris yang dekat dengan keseharian, penyair memotret kehidupan seorang ibu rumah tangga yang menjalani rutinitas dengan penuh ketulusan dan cinta, tanpa terlibat dalam kerumitan wacana ekonomi, politik, atau ideologi yang sering diperdebatkan kaum intelektual dan elit.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kesederhanaan hidup dan ketulusan kasih seorang ibu dalam konteks sosial-ekonomi yang kompleks. Puisi ini menunjukkan bagaimana cinta yang diwujudkan melalui tindakan-tindakan kecil sehari-hari—seperti memasak makanan kesukaan suami—memiliki makna yang lebih dalam daripada jargon dan teori-teori besar yang membanjiri ruang publik.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap kecenderungan masyarakat (terutama elite dan media) yang memaksakan label atau ideologi besar kepada tindakan-tindakan kecil masyarakat biasa. Ibu dalam puisi ini dianggap “pendukung sistem ekonomi kerakyatan” hanya karena berbelanja di pasar tradisional, padahal motivasinya sederhana: kenyamanan, kebiasaan, dan relasi sosial yang sudah lama terbentuk.
Selain itu, puisi ini juga menyiratkan keresahan terhadap ketidakadilan sistem ekonomi—melalui gambaran sang bapak yang “memberikan umur dan tubuhnya untuk diinjak-injak dan dinistakan.” Namun, si ibu tidak menyebut atau memahami istilah seperti “neolib” atau “sistem pasar bebas”. Dia hanya tahu satu hal: ia ingin membuat makanan yang disukai suaminya. Dan dari situ, muncul keikhlasan yang tak tergantikan oleh sistem atau wacana mana pun.
Puisi ini bercerita tentang seorang ibu yang pergi ke pasar tradisional untuk membeli bahan makanan yang akan dimasaknya untuk suaminya. Dia bukan aktivis ekonomi, bukan penganut ideologi tertentu, dan bukan tokoh kampanye. Ia hanya seorang istri yang melakukan sesuatu berdasarkan kebiasaan, rasa nyaman, dan cinta.
Melalui narasi ini, puisi juga secara tidak langsung bercerita tentang bagaimana sistem ekonomi modern bisa menjauhkan orang-orang dari nilai-nilai dasar kemanusiaan: kesederhanaan, kasih sayang, dan ketulusan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini adalah hangat, jujur, dan kontemplatif, dengan sedikit nuansa getir terhadap kenyataan hidup yang keras. Kesederhanaan si ibu menciptakan rasa tenteram dan damai, namun digambarkan di tengah situasi yang tidak selalu adil atau seimbang. Di balik rutinitas itu, ada sentuhan kesedihan, kritik sosial yang halus, dan keprihatinan terhadap nasib rakyat kecil.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan moral dari puisi ini sangat jelas namun dikemas secara halus: jangan meremehkan kesederhanaan. Dalam tindakan kecil seorang ibu—berbelanja, memasak, mengingat kesukaan suami—terkandung nilai-nilai besar tentang cinta, pengabdian, dan tanggung jawab. Selain itu, puisi ini juga menyampaikan bahwa rakyat kecil tidak selalu butuh jargon besar atau wacana ideologis untuk menjalani hidup. Mereka hanya ingin hidup dengan layak, tenang, dan penuh cinta.
Imaji
Imaji dalam puisi ini bersifat visual dan keseharian, membentuk gambaran konkret yang dekat dengan kehidupan banyak orang:
- “Ibu ingin beli tempe, sayur bayam, ikan asin dan terasi”: gambaran nyata belanja sederhana di pasar tradisional.
- “Sambal yang dipakaikan terasi”: menimbulkan imaji rasa dan aroma yang khas.
- “Bapak bakal makan siang dengan lauk sayur bayam”: gambaran penuh kasih tentang hasil kerja ibu yang sederhana tapi tulus.
Imaji yang dibangun menekankan pada keintiman keluarga, kedekatan relasi, dan nuansa rumah tangga yang hangat.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Ironi: Ketika dikatakan bahwa ibu bukan pendukung sistem ekonomi kerakyatan—padahal tindakannya selaras dengan nilai-nilai itu—penyair menyampaikan ironi antara tindakan nyata dan label-label teoritis yang dipaksakan dari luar.
- Simbolisme: Pasar tradisional menjadi simbol keterikatan sosial, kenyamanan emosional, dan keberpihakan pada nilai-nilai lokal, bukan semata sistem ekonomi.
- Litotes: Ungkapan “Ibu hanya kepingin belanja untuk masak hari ini” mengandung kesan merendah, namun justru menunjukkan keagungan cinta dan tanggung jawab yang besar.
Puisi “Ibu Pergi ke Pasar” adalah contoh luar biasa dari bagaimana puisi dapat mengangkat isu besar melalui lensa kehidupan sehari-hari. Karya ini menyuarakan bahwa nilai-nilai kemanusiaan sering kali hidup dan berkembang bukan dalam ruang-ruang diskusi elit, tapi dalam dapur sederhana seorang ibu. Di tengah derasnya sistem dan wacana, masih ada orang-orang yang hidup berdasarkan naluri cinta dan kesetiaan—dan mereka lah yang sesungguhnya menjaga dunia tetap waras.
Puisi ini juga menyadarkan pembaca bahwa tidak semua hal harus dijelaskan dengan teori dan ideologi. Terkadang, tindakan paling sederhana bisa menyimpan makna yang jauh lebih dalam dan manusiawi daripada kata-kata besar yang seringkali kosong.
Karya: Ook Nugroho
Biodata Ook Nugroho:
- Ook Nugroho lahir pada tanggal 7 April 1960 di Jakarta, Indonesia.
