Maka, Sesungguhnya
tak ada yang kita tahu tentang cinta,kecuali namanya.— Jalaluddin Rumi
di sini, segalanya masih dirahasiakan, cintaku.
getir takdir, keberadaanmu,
bahkan getar kematian di ujung senapan itu.
hendak kujinakkan kelebat angin,
yang membelaiku dari berbagai penjuru
yang pernah kusangka adalah caramu mensiasatiku.
tapi tanganku nyaris tak mampu melebihi anganku,
barangkali, yang aku mampu hanya merasakan;
apa yang rumi pernyatakan, cintaku.
Yogyakarta, 2025
Analisis Puisi:
Puisi "Maka, Sesungguhnya" karya Agus Widiey dibuka dengan kutipan dari Jalaluddin Rumi, penyair sufi besar yang sering menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang tak terjangkau akal maupun bahasa. Kutipan itu bukan sekadar pemanis—melainkan kunci yang membuka pintu makna dari seluruh puisi. Kalimat “tak ada yang kita tahu tentang cinta, kecuali namanya” menjadi batu fondasi dari pencarian puitik dalam larik-larik berikutnya. Dari sanalah puisi ini mengalir: sebagai upaya memahami cinta yang tetap menjadi rahasia meskipun telah begitu dekat.
Tema
Tema utama puisi ini adalah ketidakpastian dalam memahami cinta dan eksistensi. Cinta dalam puisi ini tidak digambarkan sebagai sesuatu yang pasti, melainkan justru sesuatu yang terselubung, disembunyikan, dan tak mampu dijangkau sepenuhnya. Cinta bukan sekadar relasi antar dua insan, tapi juga sebuah konsep yang kabur, yang bergema dalam kekosongan, harapan, bahkan ancaman takdir.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh yang tengah bergulat dengan keraguan dan keterbatasan dirinya dalam memahami cinta dan keberadaan orang yang ia cintai. Ia mengakui bahwa segalanya—kehadiran sang kekasih, takdir, bahkan kematian—masih diselimuti misteri. Ada upaya untuk meraba-raba makna, untuk mendekat kepada kebenaran yang mungkin tak akan pernah bisa ia genggam. Cinta hadir sebagai sesuatu yang abstrak, jauh lebih luas daripada sekadar emosi; ia adalah enigma eksistensial.
Makna Tersirat
Makna tersirat puisi ini menyentuh pada kerendahan hati manusia di hadapan cinta dan semesta. Ada pengakuan jujur bahwa betapapun besar keinginan untuk memahami, merasakan, atau bahkan menguasai cinta—selalu ada keterbatasan. Tokoh dalam puisi ini hanya mampu “merasakan” bukan “mengetahui.” Ini menunjukkan bahwa dalam ranah cinta, pengetahuan bukanlah hal utama; yang utama adalah keberadaan dan kehadiran perasaan itu sendiri.
Puisi ini juga menyiratkan bahwa cinta sering kali datang bersama keraguan, rasa takut, dan ketidakpastian. Cinta bukan hanya tentang kehangatan, tetapi juga tentang kesendirian dalam pencarian.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini adalah reflektif dan melankolis. Tidak ada teriakan atau euforia. Yang ada hanyalah bisikan batin, seperti seseorang yang berbicara dengan dirinya sendiri dalam kesenyapan malam. Suasana ini memberi ruang bagi pembaca untuk masuk ke dalam dunia batin si tokoh dan ikut merasakan kegelisahan serta pengharapannya yang sunyi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang ingin disampaikan oleh puisi ini adalah bahwa tidak semua hal dalam hidup—termasuk cinta—bisa dijelaskan atau dimengerti sepenuhnya. Terkadang, manusia hanya bisa merasa dan meresapi, tanpa harus memahami secara rasional. Di dunia yang penuh misteri dan pertanyaan, kesadaran akan keterbatasan itu sendiri adalah bentuk kebijaksanaan.
Ada juga pesan bahwa keraguan dan kebingungan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bagian dari perjalanan menuju pemahaman batin. Menyentuh cinta bukan berarti harus memahaminya secara utuh; cukup dengan mengakuinya, menerimanya, dan merasakannya.
Imaji
Meski puisi ini lebih banyak bermain di ranah abstrak, beberapa imaji kuat tetap muncul:
- “getar kematian di ujung senapan itu” adalah imaji visual sekaligus auditif yang kuat. Ia menciptakan bayangan kekerasan dan ketegangan, menyiratkan bahwa cinta bisa hadir bahkan dalam ancaman akhir kehidupan.
- “kelebat angin yang membelaiku dari berbagai penjuru” membangun imaji fisik yang lembut tapi membingungkan, seolah-olah cinta adalah sesuatu yang datang dari mana saja namun tak bisa digenggam.
- “tanganku nyaris tak mampu melebihi anganku” adalah imaji yang menunjukkan keterbatasan jasmani dalam menjangkau hal-hal yang hanya bisa dibayangkan.
Majas
Agus Widiey menggunakan berbagai majas dengan halus dan puitis:
Metafora
- “getar kematian di ujung senapan itu” merupakan metafora yang menunjukkan kedekatan antara kehidupan, cinta, dan kematian—semuanya berdenyut dalam satu garis halus.
- “tanganku nyaris tak mampu melebihi anganku” adalah metafora keterbatasan—dimana imajinasi melesat, tapi realitas tubuh tak mampu menyusul.
Personifikasi
- “angin yang membelaiku” adalah bentuk personifikasi, memberikan kualitas manusia pada angin sebagai simbol kehadiran cinta atau mungkin kenangan.
Paradoks
- Seluruh puisi dipenuhi dengan nuansa paradoks: cinta yang dirindukan tapi tak dimengerti, keinginan untuk dekat tapi tetap jauh.
Alusi
- Kutipan dari Jalaluddin Rumi adalah bentuk alusi terhadap pemikiran sufi yang menempatkan cinta sebagai jalan spiritual. Ini memberi kedalaman makna dalam puisi, mengaitkannya dengan tradisi panjang filsafat dan sastra Timur.
Puisi "Maka, Sesungguhnya" adalah puisi kontemplatif yang tidak menawarkan jawaban, tapi justru mengajak pembaca untuk larut dalam pertanyaan. Dengan tema pencarian makna cinta, makna tersirat tentang keterbatasan manusia, serta penggunaan imaji dan majas yang subtil, Agus Widiey menyampaikan bahwa cinta bukanlah sesuatu yang selalu hadir dengan kepastian. Terkadang, yang paling jujur dari cinta adalah pengakuan bahwa kita tidak sepenuhnya mengerti tentangnya.
Puisi ini tidak meledak, tidak menciptakan lonjakan emosi yang drastis. Sebaliknya, ia mengalir lembut dalam ruang batin pembaca, seperti kelebat angin yang tak bisa ditangkap, namun terasa.
Dan barangkali, itulah cinta yang sesungguhnya.
Karya: Agus Widiey
Biodata Agus Widiey:
- Agus Widiey, lahir pada tanggal 17 Mei di Sumenep, saat ini aktif sebagai mahasiswa Prodi Filsafat, di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sejumlah tulisannya dimuat di berbagai media. Ia pernah menjuarai lomba cipta puisi yang diselenggarakan Majelis Sastra Bandung (2021).