Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Meminang Putri Dewa (Karya Daffa Randai)

Puisi "Meminang Putri Dewa" karya Daffa Randai bercerita tentang seseorang yang telah lama bergulat dengan kesunyian dan penderitaan batin, sampai ...

Meminang Putri Dewa

: Orihime & Hikoboshi

tiada terhitung sudah, ko
berapa banyak kesunyian
telah rampung kujahit
kuperindah

sebelum tiba masa
ayah sejenak pamit melesat
meninggalkan surga
kemudian pulang
membawa kau:

kau, yang seketika
menjelma ujung
bagi segala jengah
sekaligus cemas
yang telah kuerami
sejak seabad silam

di taman ini, bunga-bunga
semerbak melumuri udara
sepanjang pekarangan surga:
iakah sebab datangnya kau?

demikian, ko
seperti pinggang
yang terbuat dari kesunyian
pinggangku sesuci bayi
yang lahir tanpa persetubuhan

menangis tanpa air mata
bersedih tanpa memikul luka
mengutuk diri
yang seolah binasa
dicelakai kemurungan

lantas kau datang, ko
menggembalakan harapan
dengan jiwa yang tabah
sedia meminang putri dewa

yang riwayat hidupnya
telah habis
; disetubuhi bayang-bayang

2019

Analisis Puisi:

Puisi "Meminang Putri Dewa" karya Daffa Randai adalah puisi yang nyaris mistikal, namun sarat dengan kedalaman emosional dan nuansa mitologis. Judulnya sendiri sudah menyiratkan sesuatu yang agung dan tragis—sebuah upaya untuk mempersunting sosok ilahi, entah secara simbolik atau literal. Tambahan tulisan "Orihime & Hikoboshi" di bawah judul turut memperkaya konteks: sebuah referensi langsung pada legenda Jepang tentang sepasang kekasih yang hanya bisa bertemu setahun sekali di atas Jembatan Bima Sakti. Dengan demikian, puisi ini bergerak pada dua dunia sekaligus—yang fana dan yang abadi.

Tema

Tema utama puisi ini adalah penantian dan pengorbanan dalam cinta spiritual dan transendental. Penyair mengangkat narasi cinta yang tidak sederhana, yang dibangun di atas penderitaan panjang, kesunyian, dan pengorbanan jiwa. Ada juga nuansa eksistensialisme, di mana tokoh dalam puisi menghadapi krisis keberadaan yang hanya bisa dipulihkan oleh hadirnya “kau”—sosok yang sangat ditunggu.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang telah lama bergulat dengan kesunyian dan penderitaan batin, sampai akhirnya datang sosok yang diharapkan—mungkin kekasih, mungkin juru selamat, mungkin dewa. Sosok “kau” menjadi pusat perubahan: dari kehampaan menuju harapan. Pada akhirnya, tokoh “ko” (yang menjadi panggilan akrab atau penuh cinta dalam puisi) datang “meminang putri dewa”, yakni menyatakan kesediaannya menjalani kehidupan bersama sosok yang telah “disetubuhi bayang-bayang”—yang hidupnya telah diliputi duka dan kesepian.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini sangat dalam. “Putri dewa” bisa menjadi metafora untuk seseorang yang sangat berharga namun telah mengalami luka batin yang dalam, bahkan mungkin kehilangan diri. Kehadiran “ko” adalah bentuk penyembuhan, kehadiran yang menyalakan harapan baru setelah penderitaan yang tak terhitung lamanya. Puisi ini mengisyaratkan bahwa cinta yang sejati bukan hanya tentang ketertarikan, melainkan juga tentang keberanian memeluk luka orang lain dan tetap bersedia mencintainya.

Ada pula lapisan religius atau spiritual: “pinggangku sesuci bayi yang lahir tanpa persetubuhan” menyiratkan kesucian jiwa atau harapan baru yang tak terkontaminasi dosa duniawi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini cenderung kontemplatif, hening, dan sakral. Segala sesuatu di dalamnya berlangsung dalam keheningan batin yang dalam—sunyi yang bukan kosong, melainkan penuh isi. Nuansa mistik terasa kuat, seolah-olah kisah ini terjadi di ambang batas dunia manusia dan langit.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa cinta sejati lahir dari kesediaan untuk hadir bagi yang hancur, bukan untuk memperbaiki, melainkan untuk menemani. Bahwa seseorang yang telah mengalami penderitaan luar biasa tetap layak dicintai, bahkan dipinang dengan ketulusan.

Ada pula pesan bahwa kesunyian bukan kekalahan, melainkan ruang yang melahirkan kekuatan batin. Ketika cinta datang setelah sunyi yang panjang, ia tak datang sebagai euforia, melainkan sebagai penyelamat yang lembut dan penuh pengertian.

Imaji

Puisi ini penuh dengan imaji yang mendalam dan penuh keindahan:
  • “kujahit kesunyian, kuperindah” menciptakan imaji seseorang yang menyulam keheningan menjadi sesuatu yang indah—menyiratkan daya tahan dan estetika dalam penderitaan.
  • “bunga-bunga semerbak melumuri udara” menghadirkan visual dan aroma yang menggambarkan kemegahan surgawi.
  • “pinggang yang terbuat dari kesunyian” adalah metafora imajinatif yang menggabungkan tubuh dan jiwa dalam satu kesatuan simbolik.
  • “menangis tanpa air mata / bersedih tanpa memikul luka” menciptakan imaji paradoks yang menggambarkan kesedihan batin yang begitu dalam hingga tak lagi bisa diekspresikan secara fisik.

Majas

Daffa Randai menggunakan berbagai majas dalam puisinya untuk memperkuat atmosfer dan emosi, antara lain:

Metafora:
  • “Pinggang yang terbuat dari kesunyian” adalah metafora tubuh yang dibentuk oleh pengalaman batin.
  • “Disetubuhi bayang-bayang” adalah metafora traumatis yang menggambarkan penderitaan psikis yang meresap begitu dalam hingga terasa seperti pelecehan spiritual.
Personifikasi:
  • “Bunga-bunga semerbak melumuri udara” memberi nyawa pada bunga dan aroma, seolah mereka menjadi pelaku aktif dalam menyambut kehadiran “kau”.
Hiperbola:
  • “Sejak seabad silam” menunjukkan betapa lamanya penantian itu, meskipun tidak dalam arti waktu literal.
Simile:
  • “Seperti pinggang yang terbuat dari kesunyian” adalah simile yang memperbandingkan tubuh dengan sesuatu yang tak kasat mata tapi padat makna.
Paradoks:
  • “Menangis tanpa air mata” dan “bersedih tanpa memikul luka” adalah bentuk paradoks emosional, di mana penderitaan tidak terlihat tapi terasa lebih dalam dari yang tampak.
Puisi "Meminang Putri Dewa" adalah karya yang penuh kelembutan dan kedalaman emosional. Daffa Randai berhasil merangkai kisah cinta dan penderitaan menjadi satu elegi puitik yang menyentuh. Dengan tema cinta transendental, makna tersirat tentang penyembuhan jiwa, serta pemanfaatan imaji dan majas yang tajam dan simbolik, puisi ini mengingatkan bahwa tidak semua cinta datang dengan pesta dan kegembiraan. Ada cinta yang datang perlahan, dalam diam, dan menyelamatkan yang patah dengan ketulusan paling murni.

Daffa Randai
Puisi: Meminang Putri Dewa
Karya: Daffa Randai

Biodata Daffa Randai:

Daffa Randai lahir pada tanggal 22 November 1996 di Ogan Komering Ulu Timur, Sumatra Selatan. Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Program Studi Magister Sastra. Founder Komunitas dan Kurator Media Publikasi Pura-Pura Penyair. Penggagas: Serikat Penulis Palembang. Penulis buku "Rumah Kecil di Kepalamu" (2018) dan "Rute Lain Menuju Hatimu" (2023). Daffa bisa disapa di Instagram @randaidaffa96

© Sepenuhnya. All rights reserved.