Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Ode bagi Pisang (Karya Ook Nugroho)

Puisi “Ode bagi Pisang” karya Ook Nugroho mengajarkan kita bahwa meskipun hidup penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, kita harus tetap ...
Ode bagi Pisang (1)

Pisang
menunggu tenang
di meja makan.
Percaya diri
pada gilirannya,
nasib yang menjelangnya,
nanti sesudah selesai
sendok dan garpu
saling membunuh
rakus dan buas
di atas piring,
persis, di sebelahnya.

Ode bagi Pisang (2)

Pisang
tak pernah menyerah.
Lihat bagaimana ia
tegak menjulang.
Dalam telanjangnya
malah ia tawarkan
semacam kelembutan.
Menara alit ini
menatap tabah
untuk kunyah pertama,
koyak penentu,
bagian takdir
yang jadi miliknya.

Sumber: Tempo (18 Maret 2007)

Analisis Puisi:

Puisi “Ode bagi Pisang” karya Ook Nugroho mengangkat tema yang sederhana namun mendalam, yakni tentang ketabahan dan penerimaan terhadap nasib. Dalam puisi ini, pisang—yang biasanya dianggap sebagai benda biasa—diperlakukan dengan cara yang luar biasa, seolah-olah ia memiliki karakter dan kehormatan sendiri. Nugroho memanfaatkan buah pisang sebagai simbol dari ketahanan hidup dan penerimaan terhadap takdir yang datang.

Tema

Tema utama puisi ini adalah ketabahan dan penerimaan terhadap takdir. Pisang yang digambarkan dalam puisi ini tidak hanya sekadar objek makan, tetapi menjadi simbol kekuatan untuk menerima nasib dengan tenang. Penerimaan terhadap kenyataan yang datang, meskipun kadang-kadang menyakitkan atau tidak terhindarkan, adalah inti dari tema yang ada. Tema ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana kita seharusnya berhadapan dengan kehidupan, bahkan ketika kenyataan terasa berat atau sulit untuk diterima.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini mengarah pada proses kehidupan yang penuh dengan perjuangan dan tantangan, di mana pada akhirnya setiap makhluk harus menerima apa yang datang pada mereka. Pisang yang “menunggu tenang” di meja makan menggambarkan sikap pasrah terhadap apa yang akan terjadi, meskipun itu berarti harus menjadi bagian dari makanan yang akan dikonsumsi. Ada juga gambaran tentang ketahanan, di mana pisang, meskipun akhirnya akan dihancurkan oleh garpu dan sendok, tetap berdiri tegak dan menawarkan kelembutan.

Puisi ini seakan ingin mengatakan bahwa meskipun hidup penuh dengan ketidakpastian dan kadang penuh dengan kekerasan, kita harus tetap berdiri teguh dan menerima segala sesuatu yang terjadi dengan hati yang terbuka.

Puisi ini bercerita tentang pisang, sebuah objek yang sehari-hari sering dianggap remeh, namun dalam konteks puisi ini, pisang diberi makna yang jauh lebih dalam. Dalam dua bagian puisi, Nugroho menggambarkan pisang dengan cara yang sangat manusiawi, seolah pisang adalah sosok yang mengalami siklus kehidupan dan menerima takdirnya dengan tegar. Di bagian pertama, pisang menunggu dengan tenang, percaya pada nasib yang akan datang setelah sendok dan garpu “saling membunuh” di atas piring. Di bagian kedua, pisang digambarkan sebagai sosok yang tetap tegak menjulang meski ia tahu akan segera menjadi konsumsi. Ini adalah ilustrasi tentang penerimaan terhadap takdir, di mana pisang—meskipun mengetahui apa yang akan terjadi—tetap bertahan dengan kehadirannya yang lembut dan tabah.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini lebih terasa tenang namun penuh dengan refleksi. Meskipun pisang akan dihancurkan oleh sendok dan garpu, ia tidak digambarkan dengan kekerasan, melainkan dengan keheningan dan kepasrahan. Ada juga sedikit kontras antara keramahan pisang yang lembut dan kejamnya sikap rakus yang tercermin dari “sendok dan garpu saling membunuh”. Suasana ini menciptakan ketegangan antara penerimaan dan kekerasan yang hadir dalam hidup, yang pada akhirnya harus diterima dengan hati yang lapang.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan tentang ketahanan dalam menghadapi nasib, dan bagaimana kita harus bisa menerima kenyataan meski kadang terasa tidak menyenangkan. Pisang di sini mengajarkan kita untuk tetap tegak dan kuat meski kita tahu bahwa kita akan “dikonsumsi” oleh kehidupan dan takdir. Ini adalah sebuah ajakan untuk belajar menghadapi ketidakpastian dan perjuangan dalam hidup dengan ketenangan dan sikap yang terbuka.

Imaji

Imaji dalam puisi ini sangat kuat, menciptakan gambaran visual yang jelas tentang pisang yang menunggu di meja makan, bersiap untuk takdir yang akan segera datang. Imaji-imaji tersebut mengajak pembaca untuk merenungkan kehidupan mereka sendiri, menggambarkan dengan cermat bagaimana setiap individu dalam hidup ini menunggu giliran mereka, dan bagaimana mereka harus siap menghadapi apa yang akan datang:
  • “Pisang menunggu tenang di meja makan” menciptakan imaji tentang ketenangan, tentang keadaan yang pasrah menunggu giliran.
  • “Sendok dan garpu saling membunuh rakus dan buas di atas piring” mengajak pembaca membayangkan kekerasan dan ketamakan yang ada di sekitar kita, bahkan dalam hal yang sederhana seperti makan.
  • “Dalam telanjangnya malah ia tawarkan semacam kelembutan” menciptakan imaji pisang yang meskipun sederhana dan tanpa lapisan, tetap menawarkan kelembutan, mengajak pembaca untuk melihat keindahan dalam kesederhanaan.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas yang kuat untuk menambah kedalaman makna:
  • Personifikasi: Pisang digambarkan seolah-olah memiliki perasaan dan kehendak sendiri. Misalnya, “Pisang menunggu tenang” memberi kesan bahwa pisang memiliki kesadaran dan perasaan yang sabar.
  • Antitesis: “Sendok dan garpu saling membunuh rakus dan buas” menciptakan kontras antara kelembutan pisang dan kekerasan dari alat makan yang digunakan untuk mengonsumsi pisang tersebut.
  • Metafora: “Menara alit ini menatap tabah” menggunakan pisang sebagai simbol ketahanan, menggambarkan keteguhan dalam menghadapi nasib.
Puisi “Ode bagi Pisang” karya Ook Nugroho adalah sebuah karya yang sederhana namun sarat dengan makna. Dengan menggunakan pisang sebagai objek, penyair mengajak kita untuk merenung tentang ketahanan dalam menghadapi kenyataan hidup. Puisi ini mengajarkan kita bahwa meskipun hidup penuh dengan tantangan dan ketidakpastian, kita harus tetap bertahan dengan tenang dan penuh penerimaan, seperti pisang yang tetap tegak dan lembut meskipun tahu apa yang akan terjadi padanya. Dalam kesederhanaan, puisi ini membawa pesan yang kuat tentang hidup, keberanian, dan ketabahan.

Ook Nugroho
Puisi: Ode bagi Pisang
Karya: Ook Nugroho

Biodata Ook Nugroho:
  • Ook Nugroho lahir pada tanggal 7 April 1960 di Jakarta, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.