Ombak dan Pasir yang Saling Mencinta
Ombak datang berlari dari jauh,
Menyentuh pasir dengan kelembutan,
Setiap buih adalah ungkapan rindu,
Yang tak pernah bosan diulang.
Pasir diam, namun tak menolak,
Menerima pelukan air yang setia,
Di antara keduanya tak pernah ada marah,
Hanya irama yang saling memahami.
Mereka tak pernah saling memiliki,
Namun saling hadir setiap hari,
Seperti cinta yang paling tulus,
Tak menuntut, hanya memberi.
Pantai jadi saksi kesetiaan abadi,
Antara ombak dan pasir yang tak henti,
Mengajarkan bahwa cinta sejati,
Adalah keberadaan, bukan kepemilikan.
22 Mei 2025
Analisis Puisi:
Puisi "Ombak dan Pasir yang Saling Mencinta" karya Moh Akbar Dimas Mozaki adalah karya yang memancarkan kelembutan, ketulusan, dan kebijaksanaan tentang makna cinta sejati. Dengan gaya bahasa yang puitis namun sederhana, puisi ini menawarkan gambaran yang menggetarkan tentang hubungan dua elemen alam—ombak dan pasir—yang disandingkan sebagai lambang cinta tanpa syarat. Di balik penggambaran yang tenang dan repetitif, puisi ini menyimpan pesan filosofis yang dalam mengenai relasi antarmanusia.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah cinta tanpa kepemilikan. Melalui perumpamaan hubungan antara ombak dan pasir, penyair menyampaikan bahwa cinta yang paling murni adalah cinta yang tidak menuntut, tidak memaksa memiliki, tetapi tetap hadir, memberi, dan setia. Puisi ini menyentuh lapisan terdalam dari relasi emosional manusia, terutama dalam konteks ketulusan dan pengorbanan.
Puisi ini bercerita tentang hubungan antara ombak dan pasir—dua elemen alam yang senantiasa bertemu namun tak pernah benar-benar bersatu dalam pengertian kepemilikan. Ombak datang berlari dari jauh, mengulang-ulang pelukannya kepada pasir dengan rindu yang tak pernah habis. Sementara pasir, meski diam, tetap menerima ombak dengan ketenangan tanpa protes.
Hubungan tersebut digambarkan sebagai bentuk cinta yang paling tulus—kehadiran yang terus-menerus, bukan keterikatan atau penguasaan. Dalam dunia di mana cinta sering kali dikaitkan dengan memiliki, puisi ini menjadi oase pemikiran yang menawarkan perspektif berbeda tentang arti mencintai.
Makna Tersirat
Puisi ini sarat akan makna tersirat, terutama mengenai pengorbanan dan keikhlasan dalam mencintai. Cinta yang digambarkan tidak membutuhkan balasan dalam bentuk yang sama, tidak menuntut kepemilikan, bahkan tidak mengharapkan perubahan. Cinta di sini adalah sebuah siklus kehadiran dan penerimaan.
Hal ini dapat dilihat dari baris:
“Mereka tak pernah saling memiliki, / Namun saling hadir setiap hari”
Baris tersebut menyoroti gagasan bahwa cinta yang sejati justru lahir dari keterbukaan dan konsistensi, bukan dari keterikatan yang memenjarakan. Hubungan antara ombak dan pasir menjadi simbol cinta yang tidak bersifat posesif, namun tetap penuh kesetiaan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat tenang, intim, dan kontemplatif. Nuansa pantai yang dihadirkan bukan dalam hiruk-pikuknya, melainkan dalam kelembutan dan irama yang mengalun pelan. Pembaca seolah diajak menyaksikan ritme yang mengalun antara ombak dan pasir—tanpa suara gaduh, tanpa pertentangan, hanya saling memahami dalam diam.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan utama dari puisi ini adalah bahwa cinta sejati adalah tentang hadir, bukan memiliki. Puisi ini mengajak pembaca untuk merefleksikan ulang konsep cinta yang sering dikaitkan dengan kontrol, ekspektasi, atau kepemilikan. Penyair ingin menekankan bahwa cinta sejati justru bisa hidup dalam keterpisahan fisik, asalkan ada kehadiran batin, konsistensi, dan penerimaan.
Baris akhir puisi menyimpulkan pesan tersebut secara eksplisit:
“Mengajarkan bahwa cinta sejati, / Adalah keberadaan, bukan kepemilikan.”
Dalam konteks kehidupan nyata, amanat ini dapat diaplikasikan pada berbagai bentuk relasi, baik itu hubungan romantis, persahabatan, maupun kasih sayang dalam keluarga. Cinta sejati menghargai ruang, waktu, dan keutuhan masing-masing individu.
Imaji
Puisi ini penuh dengan imaji visual dan emosional yang membentuk gambaran kuat tentang pantai, ombak, dan pasir. Beberapa imaji yang menonjol antara lain:
- “Ombak datang berlari dari jauh” – memberikan gambaran visual tentang gerakan alami laut yang energik namun lembut.
- “Setiap buih adalah ungkapan rindu” – menciptakan imaji emosional dari bentuk-bentuk fisik buih yang biasa dianggap sepele, namun dihidupkan sebagai ekspresi rindu.
- “Pasir diam, namun tak menolak” – menghadirkan imaji keheningan yang penuh makna; gambaran tentang penerimaan tanpa syarat.
Melalui penggunaan imaji ini, puisi berhasil menghidupkan alam sebagai makhluk yang memiliki rasa dan kesadaran, menciptakan pengalaman batin yang menyentuh bagi pembaca.
Majas
Puisi ini memanfaatkan berbagai majas untuk memperkaya makna dan menciptakan keindahan bahasa. Di antaranya:
Personifikasi, seperti:
- “Ombak datang berlari dari jauh” – memberi sifat manusia pada ombak.
- “Setiap buih adalah ungkapan rindu” – menjadikan buih sebagai simbol ekspresi emosional.
- “Pasir diam, namun tak menolak” – menggambarkan pasir seolah bisa membuat keputusan.
Metafora, tampak jelas dalam baris:
- “Seperti cinta yang paling tulus” – hubungan ombak dan pasir diibaratkan sebagai bentuk cinta ideal.
- “Pantai jadi saksi kesetiaan abadi” – menyiratkan bahwa alam menjadi saksi diam atas nilai luhur cinta.
Repetisi, tampak dalam ide yang diulang tentang kesetiaan dan kehadiran, misalnya dalam baris “Tak menuntut, hanya memberi”, yang menguatkan nilai cinta altruistik.
Penggunaan majas-majas ini tidak hanya memperindah puisi, tetapi juga memperdalam makna yang ingin disampaikan.
Puisi "Ombak dan Pasir yang Saling Mencinta" adalah puisi yang sederhana dari segi struktur, namun mendalam dari segi filosofi. Dengan tema cinta yang tidak posesif, makna tersirat tentang keikhlasan, dan penggunaan imaji serta majas yang kuat, puisi ini menawarkan perspektif segar mengenai bagaimana mencintai tanpa harus memiliki.
Moh Akbar Dimas Mozaki melalui karya ini tidak sekadar mengajak pembaca menikmati pemandangan pantai, melainkan juga menyelami hakikat cinta dalam bentuknya yang paling murni: hadir, setia, dan memberi tanpa menuntut. Dalam dunia yang semakin dipenuhi ekspektasi dan ambisi untuk "memiliki", puisi ini menjadi napas kelegaan dan pengingat yang penuh kelembutan.
Karya: Moh Akbar Dimas Mozaki
Biodata Moh Akbar Dimas Mozaki:
- Moh Akbar Dimas Mozaki, mahasiswa S1 Sastra Indonesia, Universitas Andalas.