Walau Saya Jauh
Walau saya jauh
Bersembunyi ke dalam jiwaku
Sampai juga bau busuk
Kotoran dunia
Sia-sia berbaik hati, sebab
Di bumi bertimbun bangkai
Pengalaman maksiat
Kebencian dan pura-pura
Negeri tempat kita kehilangan makna, sia-sia
Kau tangkap dalam hatiku. Maknanya
Jangan kau cari diriku di bawah rimbun kata-kata
Sebab setiap kata bias disihir jadi api atau darah
Baik, kita cari diri sendiri
Ke guha-guha sunyi
Sumber: Doa Sebatang Lilin (1980)
Analisis Puisi:
Puisi "Walau Saya Jauh" karya Pesu Aftarudin mengungkapkan rasa frustrasi terhadap kondisi dunia yang penuh dengan keburukan, kebencian, dan kemunafikan. Dalam karya ini, Aftarudin menggambarkan perjalanan batin seorang individu yang merasa jauh dari segala sesuatu yang asli, sejati, dan murni. Melalui bahasa yang tajam dan puitis, puisi ini merenungkan makna kehidupan, keputusasaan, serta pencarian jati diri di tengah dunia yang terasa asing dan penuh ilusi.
Tema
Tema utama yang diangkat dalam puisi ini adalah kehilangan makna hidup di dunia yang penuh keburukan, serta pencarian diri di tengah kegelapan yang mengelilingi. Penyair menggambarkan bagaimana dunia menjadi tempat yang penuh dengan kotoran, kebencian, dan pura-pura. Ia merasa terasing, jauh dari makna sejati, dan berusaha mencari kedamaian dan pemahaman lebih dalam, meskipun di tengah-tengah kekacauan itu.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini menyoroti keputusasaan terhadap dunia dan keinginan untuk mencari ketenangan dalam diri sendiri. Penyair merasakan dunia ini penuh dengan kebohongan dan ketidakberesan, di mana kebajikan tampaknya sia-sia karena adanya kepalsuan yang mendominasi. Dalam upaya mencari jati diri, penyair menyadari bahwa kata-kata pun bisa diputarbalikkan dan disalahgunakan. Oleh karena itu, ia menyarankan untuk tidak mencari dirinya dalam kata-kata yang penuh ilusi, melainkan untuk mencari makna sejati dalam kesendirian dan keheningan.
Puisi ini bercerita tentang ketidakpuasan terhadap dunia dan pencarian jati diri di tengah keburukan yang ada. Penyair merasa terasing, "bersembunyi ke dalam jiwaku," dan merasakan bau busuk dunia yang penuh dengan kebencian, kemunafikan, dan kepalsuan. Dalam pencariannya, ia menyarankan untuk tidak mencari makna hidup dalam kata-kata yang bisa dipelintir, melainkan dalam keheningan dan kesendirian, jauh dari keramaian dan kebohongan dunia.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat gelap dan penuh dengan ketidakpastian. Dengan ungkapan seperti “bau busuk / Kotoran dunia”, pembaca bisa merasakan suasana yang penuh dengan kekotoran moral dan sosial. Dunia digambarkan sebagai tempat yang tidak hanya penuh dengan keburukan, tetapi juga ilusi dan penipuan yang sulit dibedakan dari kebenaran. Pada saat yang sama, ada juga suasana pencarian dan refleksi dalam baris-baris yang mengajak pembaca untuk mencari diri mereka sendiri, jauh dari pengaruh kata-kata dan kebohongan dunia.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya mencari makna hidup yang sejati, jauh dari ilusi dan kepalsuan dunia. Penyair mengingatkan pembaca untuk tidak terjebak dalam kata-kata yang dapat dengan mudah disihir atau diputarbalikkan menjadi sesuatu yang menyesatkan. Sebaliknya, pencarian diri yang sejati harus dilakukan dalam keheningan dan kesendirian, di mana kebisingan dunia tidak dapat menghalangi pemahaman yang mendalam tentang hidup.
Imaji
Puisi ini kaya akan imaji yang tajam dan penuh kontras, yang menggambarkan kondisi dunia yang penuh dengan keburukan dan kebohongan, serta pencarian makna yang sejati dalam kesendirian. Beberapa imaji dalam puisi ini meliputi:
- “Bau busuk / Kotoran dunia” yang menggambarkan suasana dunia yang penuh dengan kekotoran moral dan sosial, serta kekecewaan penyair terhadapnya.
- “Kau tangkap dalam hatiku” yang menggambarkan perasaan penyair yang penuh dengan keputusasaan dan kegelisahan, seakan-akan perasaan tersebut menangkap inti kehidupan yang hilang.
- “Jangan kau cari diriku di bawah rimbun kata-kata” memberikan gambaran bahwa kata-kata bisa menipu dan menciptakan ilusi, sehingga pencarian diri yang sejati tidak bisa ditemukan hanya dengan berbicara atau mendengar kata-kata semata.
- “Ke guha-guha sunyi” adalah gambaran tempat di mana pencarian diri yang sejati dapat dilakukan, jauh dari keramaian dan kebohongan dunia.
Majas
Puisi ini menggunakan beberapa majas untuk memperkaya makna dan suasana, di antaranya:
- Metafora: “Bau busuk / Kotoran dunia” yang menggambarkan kondisi dunia yang kotor dan penuh dengan keburukan.
- Personifikasi: “Kau tangkap dalam hatiku” menggambarkan perasaan yang seakan-akan dapat menangkap makna hidup.
- Aliterasi: “Sia-sia berbaik hati” yang memberi ritme dan penekanan pada kata-kata yang menggambarkan ketidakberdayaan dan kehampaan.
Mencari Makna dalam Dunia yang Penuh Ilusi
Puisi "Walau Saya Jauh" karya Pesu Aftarudin merupakan sebuah refleksi mendalam tentang keputusasaan dan pencarian diri di tengah dunia yang penuh dengan kebohongan dan kemunafikan. Penyair menggambarkan dunia yang seolah-olah kotor dan penuh ilusi, di mana segala upaya kebaikan tampak sia-sia. Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk merenung dan mencari makna sejati dalam diri sendiri, jauh dari keramaian dan kebohongan dunia yang penuh dengan tipu daya. Aftarudin mengingatkan kita untuk tidak mudah terjebak dalam kata-kata atau ilusi yang disodorkan oleh dunia, tetapi lebih baik mencari ketenangan dalam kesendirian dan keheningan.
Puisi: Walau Saya Jauh
Karya: Pesu Aftarudin
Biodata Pesu Aftarudin:
- Pesu Aftarudin lahir pada tanggal 11 Oktober 1941 di Pulau Muna, Sulawesi Tenggara.
- Pesu Aftarudin meninggal dunia pada tanggal 1 Februari 2019 di Joglo, Ciawi, Tasikmalaya, Jawa Barat.