Dimsum menjadi makanan kecintaan Generasi Z di tengah menghadapi tekanan hidup yang semakin kompleks. Dimsum sering kali menjadi self reward Generasi Z, Ketika berhasil melewati tantangan besar dalam hidup. Namun, pernah nggak sih ketika lagi enak-enaknya menikmati dimsum, tercipta pemikiran yang mendalam sekaligus juga renungan? Kayak, siapa ya yang membawa dimsum pertama kali dan sampai bisa disukai banyak orang, bersyukur banget ya ada dimsum di dalam hidup ini, setidaknya sebagai sisa semangat ketika sedang kusut. Mungkin pemikiran-pemikiran tersebut yang terlintas dalam beberapa orang ketika lagi susah-susahnya survive di kehidupan. Beruntungnya setiap hari selalu tercipta inovasi dimsum yang unik dan semakin lezat untuk dinikmati.
Dimsum juga hadir sebagai teman sederhana bagian dari kebahagiaan. Sepiring dimsum dengan saus dan chili oilnya mampu menjadi teman bahagia sembari menunggu pengumuman-pengumuman menegangkan dalam hidup. Sepiring dimsum tak pernah berebut, tidak besar, namun memiliki rasa yang dalam. Dimsum itu kecil, tapi justru di situ letak kenikmatannya. Hal kecil yang selalu diremehkan dalam hidup, namun akan selalu belajar dari filosofi dimsum, bahwa yang kecil belum tentu hambar, bahkan memiliki cerita unik dan kecintaan semua umat. Dimsum juga mengajarkan kita tentang filosofi kehidupan yang lebih kompleks namun tetap tenang. Kehangatan dimsum mampu memeluk tubuh yang kedinginan, sejenak membiarkan tubuh istirahat dari lelahnya aktivitas. Sembari memakan sepotong dua potong dimsum, berhasil meredahkan semua kesedihan.
Jadi, tidak ada salahnya menjadikan dimsum sebagai teman bahagia. Cobalah merenungi setiap aktivitas kecil yang justru memiliki filosofi besar. Hidup pun seperti itu, kita berhasil dibungkus rapi, padat isi, tapi tak semua orang tahu apa yang ada di dalamnya. Dalam dunia yang berjalan dengan serba cepat, menikmati jadi salah satu hal yang kita lupakan. Dimsum mengajarkan kita untuk menikmati pelan-pelan dan memahami rasanya.
Mungkin dimsum bukan berasal dari budaya kita, tetapi cara kita mencintainya mencerminkan bagaimana manusia bisa terhubung lewat rasa. Rasa yang timbul bukan hanya ciri khas, tetapi dapat berupa kehangatan, rasa nyaman, dan rasa ingin terus hidup, meski hanya ditemani porsi kecil kebahagiaan.
Pada akhirnya hidup tidak melulu tentang menang dan kalah. Kadang cukup ditemani dimsum, duduk diam, dan berkata dalam hati “Hari ini terasa sulit, tapi aku mampu bertahan dan masih berteman dengan semangat yang menyala”. Dimsum mengajarkan kita untuk jadi hangat walau kecil, sederhana tapi berarti, penuh rasa meski dalam diam, dan mampu berbahagia dengan setiap proses yang kita lewati meski tak selalu menang.
Biodata Penulis:
Yeni Fadilah, lahir pada tanggal 21 April 2006 di Cirebon, saat ini aktif sebagai mahasiswa, Ilmu Lingkungan, di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Penulis bisa disapa di Instagram @yenifdlh_