Ajal Hamlet (1)
Horatio, hiduplah kau – aku mati
Teruskan pesanku kepada dunia.
Pekat pekikku di kerongkongan ini, tapi
Hawa sempit – dan racun jahat membakar dia!
Tiada jasaku, sebab jasad kosong ini.
Kelana sesat di batu karang, sia-sia
Hidupnya: busuk, kerdil – dan terkutuk kini.
Hingga sukma tak betah tinggal padanya.
Hiduplah kau, tapi jangan sampai kaualami.
Riwayat kami: banyak manusia mulia
Berhak membentuk rumah yang bahagia.
Alangkah keji kejahatan orang, alangkah singkat
Hidupku – tapi tak mengapa – kapalku b'rangkat
Kawan, sunyi-sepi perjalanan ini
Ajal Hamlet (2)
Selamat jalan, pangeranku budiman.
Malaikat dan bidadari menyanyi untukmu:
Mereka bawa sukmamu ke wilayah keberkatan.
Dan kita berpisah di sini – tapi nantikan daku!
Meriam berdegar bagimu akhir kalinya
Dan bunga mengantar damai dan raksi di bumi:
Daiflah penghormatan duniawi, tak guna.
Terlambat bagi arwahmu yang abadi.
Selamat jalan, jiwa mulia!
Terlalu kasar untukmu derita dunia:
Tinggalkan tubuh terdera, di sini asalnya.
Dan di sini pula tempatnya berpulang:
Tapi sukma yang rindukan bahagia
Bagai burung telah meninggalkan kandang.
Jakarta, 19 Desember 1950
Catatan:
- Hamlet = tokoh utama dalam sandiwara karangan William Shakespeare: "Hamlet, Pangeran Denmark".
- Horatio = teman setia Hamlet.
Catatan Admin:
- Bagian kedua dari puisi ini pernah dimuat kembali di Horison edisi Juni, 1969 dengan judul Horatio pada Ajal Hamlet.
Sumber: Indonesia (Februari, 1951)
Analisis Puisi:
Puisi "Ajal Hamlet" karya Trisno Soemardjo merupakan reinterpretasi sastra dari momen kematian tokoh legendaris Shakespeare, Hamlet, Pangeran Denmark, yang sarat dengan kesedihan, refleksi diri, dan renungan eksistensial. Terbagi dalam dua bagian, puisi ini menampilkan dua sudut pandang: dari Hamlet sendiri (bagian 1) dan Horatio, sahabatnya (bagian 2). Keduanya berpadu membentuk panorama puitis tentang ajal, kehormatan, dan harapan akan kedamaian setelah derita duniawi.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah kematian sebagai pelepasan dari penderitaan dan jalan menuju kedamaian abadi. Selain itu, terdapat tema tambahan seperti penyesalan atas hidup yang sia-sia, pengkhianatan manusia, dan penghormatan terakhir kepada jiwa mulia.
Makna Tersirat
Puisi ini mengandung makna tersirat tentang bagaimana penderitaan dalam hidup bisa membentuk jiwa manusia menjadi lebih besar dari jasadnya. Hamlet, yang merasakan hidupnya sebagai kesia-siaan dan dipenuhi kekejaman, justru menemukan makna melalui kematiannya. Ia sadar bahwa tubuh hanyalah wadah, dan jiwalah yang abadi. Horatio, di sisi lain, menyadari bahwa dunia ini terlalu keras bagi jiwa seagung Hamlet, dan karenanya, kematian adalah bentuk kelepasan yang sah dan layak diterima.
Puisi ini bercerita tentang detik-detik kematian Hamlet, tokoh tragis dalam drama Shakespeare, dan penghormatan terakhir dari sahabatnya, Horatio. Bagian pertama adalah pernyataan Hamlet sebelum mengembuskan napas terakhirnya—penuh kesedihan, pengakuan, dan harapan. Bagian kedua adalah suara Horatio yang mengantar Hamlet menuju alam baka dengan doa, kenangan, dan pengakuan atas keagungan sahabatnya.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat lirih, tenang, dan melankolis, namun juga penuh rasa hormat dan spiritualitas. Terdapat nuansa duka yang indah, semacam keheningan yang sarat makna saat seseorang berpulang dengan segala kehormatan dan cinta dari mereka yang ditinggalkan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat utama dari puisi ini adalah:
- Meskipun hidup dipenuhi penderitaan dan kejahatan, jiwa yang tulus dan mulia akan tetap dikenang dan dihormati.
- Puisi ini juga menyampaikan bahwa kematian bukanlah akhir, melainkan jalan kembali menuju kedamaian, dan bahwa penghormatan terhadap manusia tidak harus bergantung pada jasad atau simbol duniawi, tapi pada kebesaran jiwanya.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji puitis dan spiritual:
- “Kapalku b’rangkat / Kawan, sunyi-sepi perjalanan ini” → menciptakan gambaran perjalanan jiwa menuju akhirat.
- “Malaikat dan bidadari menyanyi untukmu” → imaji religius yang menggambarkan kematian sebagai sambutan surgawi.
- “Bagai burung telah meninggalkan kandang” → simbol kebebasan jiwa dari belenggu tubuh dan dunia.
Majas
Beberapa majas yang menonjol dalam puisi ini meliputi:
- Metafora: “Kapalku b’rangkat” → jiwa yang meninggalkan dunia, atau perjalanan kematian.
- Personifikasi: “racun jahat membakar dia” → racun digambarkan seperti makhluk hidup yang menyerang Hamlet.
- Simile (perbandingan langsung): “Bagai burung telah meninggalkan kandang” → jiwa dibandingkan dengan burung yang bebas dari tubuh.
- Hiperbola: “Terlalu kasar untukmu derita dunia” → memperkuat bahwa dunia ini tidak pantas bagi jiwa seperti Hamlet.
Puisi "Ajal Hamlet" karya Trisno Soemardjo adalah elegi yang mendalam, reflektif, dan penuh makna terhadap kematian tokoh besar. Puisi ini bukan hanya penghormatan pada karya Shakespeare, tetapi juga meditasi eksistensial tentang penderitaan manusia, kesia-siaan hidup, dan harapan akan kebahagiaan sejati setelah kematian. Dengan bahasa yang indah, puitis, dan simbolik, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungi akhir hidup sebagai proses spiritual, bukan sekadar kehilangan fisik.
Puisi: Ajal Hamlet
Karya: Trisno Soemardjo
Biodata Trisno Soemardjo:
- Trisno Soemardjo (dieja Trisno Sumarjo) lahir pada tanggal 6 Desember 1916 di Surabaya.
- Trisno Sumardjo meninggal dunia pada tanggal 21 April 1969 (pada usia 52 tahun) di Jakarta.
- Trisno Sumardjo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 1945.
