Anak Malang
Ia terapung di angkasa malam
bergelut menggulat duka
nira kecut yang bersumber dari mata
menderas dengan kaidah dendam
tapi dendam pada siapa?
(anak desa ibu bapa tak berharta
mabuk atas mimpi botak kepala)
mimpi tinggal mimpi
bekal apa buat menuntut ilmu ke kota?
malam hanya bicara bagi malam
matanya kelereng belimbing jingga
hidup hanya percik-percik cuka
ia termenung di hati malam
walau sebuah piring perunggu
melayang di atas kepalanya
dan mengajaknya bercanda
tetap ia menekuri dirinya
1963
Sumber: Bantalku Ombak Selimutku Angin (1996)
Analisis Puisi:
Puisi "Anak Malang" karya D. Zawawi Imron merangkum dalam dirinya perasaan keputusasaan, pertanyaan identitas, dan keterasingan. Melalui bahasa yang penuh warna dan imaji, penulis menggambarkan penderitaan dan perjalanan seorang anak malang.
Tema Keterasingan dan Kesendirian: Puisi ini secara jelas menyiratkan tema keterasingan dan kesendirian. Anak malang ini terapung di angkasa malam, menciptakan gambaran tentang kehilangan arah dan tujuan. Keterasingan ini semakin diperkuat dengan kata-kata seperti "mimpi tinggal mimpi" dan "matanya kelereng belimbing jingga," yang mencerminkan kekosongan dan kesepian.
Pertanyaan Identitas: Dalam baris "tapi dendam pada siapa?" terkandung pertanyaan yang dalam tentang identitas dan tujuan anak malang ini. Pertanyaan ini mencerminkan kebingungan dan keputusasaan, menyoroti konflik batin yang dialami oleh mereka yang merasa terpinggirkan.
Kritik Sosial: Puisi ini menyelipkan kritik sosial melalui gambaran anak desa yang "ibu bapa tak berharta" dan "mabuk atas mimpi botak kepala." Ini menciptakan narasi tentang penderitaan anak-anak desa yang terbatas dalam peluang dan terpinggirkan dari kemajuan sosial dan pendidikan.
Simbolisme Warna dan Imaji: Penulis menggunakan simbolisme warna dan imaji yang kuat. Matanya yang "belimbing jingga" dan hidup yang "percik-percik cuka" menciptakan visualisasi emosi dan perjuangan yang dihadapi anak malang ini. Piring perunggu yang melayang di atas kepalanya juga bisa diartikan sebagai beban dan tanggung jawab yang harus ia pikul.
Bahasa yang Kaya: D. Zawawi Imron menggunakan bahasa yang kaya dan penuh warna, menciptakan suasana yang kompleks dan mendalam. Pemilihan kata-kata seperti "nira kecut," "bicara bagi malam," dan "menekuri dirinya" menciptakan gambaran yang penuh nuansa dan mendalam.
Pemilihan Gaya Bahasa: Penulis menggunakan gaya bahasa yang kuat untuk menyampaikan pesan puisi ini. Rima dan ritme yang terbangun dengan baik meningkatkan kekuatan ekspresi dan membantu menyampaikan emosi yang diinginkan oleh penulis.
Kesimpulan yang Terbuka: Puisi ini tidak memberikan jawaban atau resolusi yang jelas. Penutupan puisi dengan "tetap ia menekuri dirinya" memberikan kesan bahwa anak malang ini masih terjebak dalam pertanyaan dan penderitaannya tanpa adanya solusi yang jelas.
Dalam Puisi "Anak Malang," D. Zawawi Imron menciptakan puisi yang penuh warna dan mendalam, mengeksplorasi tema keterasingan, krisis identitas, dan penderitaan sosial. Melalui penggunaan bahasa yang kaya dan imaji yang kuat, penulis mengundang pembaca untuk merenung dan merasakan pengalaman anak malang ini.

Puisi: Anak Malang
Karya: D. Zawawi Imron
Biodata D. Zawawi Imron:
- D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.