Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Biarkan Jendela Itu Terbuka (Karya Budiman S. Hartoyo)

Puisi "Biarkan Jendela Itu Terbuka" karya Budiman S. Hartoyo bercerita tentang pentingnya memberi ruang—baik secara fisik maupun batin—untuk ...
Biarkan Jendela Itu Terbuka

Biarkan jendela itu terbuka
biarlah
Biarkan kebebasan pergantian udara
setelah sekian saat ditelan pengap
tiada nafas sempat lewat

Biarkan jendela itu terbuka
biarkan
menerima jangkauan jemari mentari
pagi hingga kembali dini hari
bebas menerima nafas alam
siang dan malam

Biarkan jendela itu terbuka
biarlah
Nafas-nafas abadi kan lewat di antara kisi-kisinya
tiada lagi suara tangis di celah-celah dindingnya
Sebab di sini cuaca dan udara
segar bugar terbuka

Biarkan jendela itu terbuka
biarkan
Biarkan seabad berlalu dengan lega
biarkan seabad terlena tidur tiada terjaga

Biarlah jendela itu
tetap terbuka

1969

Sumber: Sebelum Tidur (1977)

Analisis Puisi:

Puisi "Biarkan Jendela Itu Terbuka" karya Budiman S. Hartoyo merupakan sebuah karya kontemplatif yang menyuarakan kerinduan akan kebebasan, ruang hidup, dan kesegaran batin. Dengan gaya repetitif dan imaji yang sederhana namun kuat, puisi ini menyampaikan perasaan lega yang datang setelah lama terkungkung.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah kebebasan dan keterbukaan sebagai jalan untuk menyegarkan hidup dan batin manusia. Jendela yang dibiarkan terbuka menjadi lambang pelepasan, keterhubungan dengan dunia luar, serta pembebasan dari belenggu atau tekanan hidup yang menyesakkan.

Puisi ini bercerita tentang pentingnya memberi ruang—baik secara fisik maupun batin—untuk bernafas, menerima cahaya, dan menyambut kehidupan yang alami. Jendela menjadi simbol dari harapan dan kehidupan baru setelah masa yang tertutup atau terkekang.

Baris-baris seperti "setelah sekian saat ditelan pengap" dan "biarkan kebebasan pergantian udara" menyiratkan bahwa sebelumnya ada situasi stagnan atau tertutup, yang kini hendak dibuka kembali menuju kelapangan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini bisa ditafsirkan sebagai:
  • Ajakan untuk membuka diri terhadap perubahan dan kehidupan.
  • Metafora kebebasan setelah masa kelam atau tekanan—baik secara pribadi, sosial, maupun spiritual.
  • Simbol pemulihan: bahwa keterbukaan terhadap alam dan waktu memungkinkan penyembuhan dan ketenangan.
“Jendela” dalam puisi ini tidak hanya benda fisik, tetapi juga bisa mewakili batin manusia, pikiran yang semula tertutup, atau sistem sosial yang mengekang.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang dibangun dalam puisi ini adalah tenang, damai, dan lega, dengan semacam kebebasan hening yang baru saja dipulihkan. Ada nuansa transisi dari ruang yang pengap menuju udara segar dan terbuka, dari keterkungkungan menuju kelegaan eksistensial.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini adalah:
  • Biarkan hidup mengalir secara alami, terbuka pada alam dan waktu.
  • Hargailah kebebasan sebagai ruang untuk tumbuh, bernapas, dan mengalami kehidupan yang utuh.
  • Keterbukaan adalah awal dari pembaruan. Jika terlalu lama tertutup, jiwa dan tubuh akan kehilangan vitalitasnya.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji sensorik, terutama:
  • Imaji visual: “jemari mentari”, “celah-celah dinding”, “kisi-kisi jendela” memberi gambaran jelas tentang cahaya dan ruang terbuka.
  • Imaji pernapasan dan udara: “pengap”, “nafas lewat”, “segar bugar” menggambarkan perasaan lega dan penyegaran batin.
  • Imaji waktu: “seabad berlalu”, “pagi hingga dini hari” menghadirkan dimensi kesabaran dan kelapangan terhadap waktu yang terus berjalan.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas penting:
  • Repetisi: Kata “biarkan”, “jendela”, dan “terbuka” diulang berkali-kali untuk menekankan tema utama: keterbukaan dan kebebasan.
  • Personifikasi: Matahari digambarkan dengan “jemari mentari”, memberi kesan lembut dan hangat.
  • Metafora: “Jendela” menjadi simbol atau metafora dari ruang kebebasan, keterbukaan batin, atau sistem sosial yang ideal.
  • Hiperbola: “Biarkan seabad berlalu dengan lega” menunjukkan betapa dalamnya keinginan untuk ketenangan dan kelegaan hidup.
Puisi "Biarkan Jendela Itu Terbuka" adalah puisi yang menyejukkan namun mengandung kekuatan spiritual dan sosial yang besar. Budiman S. Hartoyo menulisnya seperti doa, seperti napas panjang yang dilepaskan setelah sekian lama ditahan. Di tengah dunia yang bising dan sempit, puisi ini menjadi pengingat lembut bahwa kadang, membuka jendela—baik secara harfiah maupun batiniah—adalah langkah kecil menuju hidup yang lebih sehat dan bermakna.

Puisi Budiman S. Hartoyo
Puisi: Biarkan Jendela Itu Terbuka
Karya: Budiman S. Hartoyo

Biodata Budiman S. Hartoyo:
  • Budiman S. Hartoyo lahir pada tanggal 5 Desember 1938 di Solo.
  • Budiman S. Hartoyo meninggal dunia pada tanggal 11 Maret 2010.
  • Budiman S. Hartoyo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.