Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Bila Kita Merayakan Penebus Lahir (Karya Fridolin Ukur)

Puisi "Bila Kita Merayakan Penebus Lahir" karya Fridolin Ukur bercerita tentang ajakan moral dan spiritual kepada umat manusia untuk tidak hanya ...
Bila Kita Merayakan Penebus Lahir

Bila kita rayakan kelahiran penebus
kedatangan Kristus di diri Sang Yesus,
marilah kita ingat:
ada daerah bersesakan gubuk
padat kemelaratan sesak menyiksa;

ada daerah terasing jauh
sunyi sendiri
dihuni penduduk tak kenal huruf;

ada insan berjuta ragam
menekan perut menahan lapar;

ada rakyat yang tak bebas lagi
tak kenal esok, hari yang bisa dinanti;

ada wilayah bermandi cahaya
penuh canda, tawa dan pesta
gebyar kemewahan kemilau harta;

ada pusat-pusat kekuasaan
tampak maraknya korupsi dan kolusi
di mana cinta dapat dibeli;

Bila kita rayakan kelahiran penebus
Kedatangan Kristus di diri Sang Yesus
Marilah kita ingat:

Ia datang untuk semua
Merangkul kembali umat manusia
Supaya cinta utuh kembali
Mengganti keasingan di hati sepi.

Sumber: Wajah Cinta (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Bila Kita Merayakan Penebus Lahir" karya Fridolin Ukur merupakan puisi reflektif dan kontemplatif yang menghadirkan wajah Natal tidak hanya sebagai perayaan keagamaan, tetapi juga sebagai momen untuk melihat realitas sosial di sekitar kita. Dengan gaya tutur naratif dan moral yang kuat, puisi ini mengajak pembaca merenungi makna terdalam dari kelahiran Kristus di tengah dunia yang tak seimbang.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah Natal sebagai perenungan akan kehadiran Kristus dalam dunia yang penuh ketimpangan sosial. Puisi ini menyandingkan kemuliaan perayaan keagamaan dengan realitas pahit yang masih dirasakan oleh banyak orang.

Puisi ini bercerita tentang ajakan moral dan spiritual kepada umat manusia untuk tidak hanya merayakan kelahiran Yesus secara simbolik, tetapi juga dengan kepedulian nyata terhadap sesama, terutama mereka yang miskin, tertindas, dan terlupakan. Penyair menggambarkan berbagai kondisi sosial yang mencerminkan penderitaan: kemiskinan, kelaparan, keterasingan, penindasan, hingga korupsi.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa makna sejati Natal bukan terletak pada pesta dan kemewahan, melainkan pada penghayatan akan kasih dan kehadiran Kristus dalam kehidupan manusia yang paling menderita. Kristus datang “untuk semua”, bukan hanya untuk mereka yang bersukacita di tengah kelimpahan.

Puisi ini juga menyiratkan kritik sosial yang tajam: bahwa perayaan agama bisa menjadi hampa jika tidak disertai kesadaran dan tindakan sosial. Perayaan tanpa kepedulian adalah bentuk pengingkaran terhadap pesan kasih yang dibawa oleh Sang Penebus.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini bercampur antara keprihatinan sosial dan harapan rohani. Di satu sisi, penyair melukiskan kondisi yang menyesakkan — kemiskinan, keterasingan, korupsi. Di sisi lain, hadir nada ajakan yang lembut namun kuat untuk kembali pada semangat cinta yang utuh.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang disampaikan puisi ini sangat jelas: Perayaan keagamaan yang sejati harus membuahkan empati, kepedulian, dan solidaritas. Natal harus menjadi saat untuk mengingat bahwa kasih Allah menjangkau semua — terutama mereka yang disingkirkan oleh sistem dan struktur dunia yang tidak adil.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji sosial dan visual, seperti:
  • “daerah bersesakan gubuk” – imaji visual tentang kemiskinan dan permukiman kumuh,
  • “perut menahan lapar” – imaji fisik yang mencerminkan penderitaan biologis,
  • “wilayah bermandi cahaya, penuh canda, tawa dan pesta” – kontras dengan imaji kemewahan.
Semua imaji ini membangun dua dunia yang saling bertolak belakang: dunia yang menderita dan dunia yang berpesta, yang secara tajam disandingkan oleh penyair.

Majas

Beberapa majas yang digunakan antara lain:
  • Paradoks: Penyair menyandingkan kelahiran Penebus dengan gambaran penderitaan dunia — perayaan suci yang terjadi di tengah dunia yang tercabik-cabik.
  • Repetisi: Pengulangan pada baris “Bila kita rayakan kelahiran penebus…” berfungsi menegaskan pesan utama.
  • Metafora: Frasa seperti “mengganti keasingan di hati sepi” melukiskan pembaruan spiritual dalam bentuk puitis.
  • Personifikasi: “cinta dapat dibeli” memberi sifat manusia pada konsep cinta, sebagai sindiran atas moralitas yang dibeli dengan kekuasaan.
Puisi "Bila Kita Merayakan Penebus Lahir" bukan hanya refleksi keagamaan, tetapi juga manifesto etis — ajakan untuk menjalani iman melalui tindakan kasih. Fridolin Ukur, dengan gaya puitiknya yang sederhana namun dalam, mengajak kita semua melihat Natal bukan sebagai rutinitas ritual, tetapi sebagai momen untuk menghidupkan kembali cinta yang menyatukan umat manusia di tengah dunia yang tercerai-berai.

Fridolin Ukur
Puisi: Bila Kita Merayakan Penebus Lahir
Karya: Fridolin Ukur

Biodata Fridolin Ukur:
  • Fridolin Ukur lahir di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah, pada tanggal 5 April 1930.
  • Fridolin Ukur meninggal di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 2003 (pada umur 73 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.