Sumber: Luka Bunga (1991)
Analisis Puisi:
Puisi “Di Bawah Tanah” karya Slamet Sukirnanto, yang dimuat dalam buku Luka Bunga (1991), terdiri hanya dari dua baris. Meski singkat, puisi ini mengandung kedalaman makna yang luar biasa. Ia memprovokasi pembaca untuk mempertanyakan ulang makna keluhuran, martabat, dan peran yang sering kali tersembunyi di balik permukaan dunia yang megah.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah perenungan tentang keluhuran dalam bentuk yang tak terduga—yaitu dari makhluk dan zat yang sering dianggap menjijikkan atau hina. Slamet Sukirnanto menghadirkan tema pembalikan nilai, di mana hal-hal yang berada "di bawah" justru lebih luhur dari yang "di atas".
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini begitu dalam. Cacing dan racun tanah, dua simbol dari dunia bawah tanah, diartikan sebagai lebih luhur dari manusia atau makhluk lain yang sering memandang rendah mereka. Ini adalah kritik halus terhadap kesombongan manusia dan penghargaan terhadap peran yang tak terlihat. Dalam ekosistem, cacing menyuburkan tanah, sementara racun tanah bisa berfungsi sebagai mekanisme seleksi atau pembersih alami. Maka, ada keluhuran diam-diam dalam keberadaan mereka.
Puisi ini bercerita tentang kehidupan di bawah tanah, kehidupan yang tak tersorot cahaya tetapi tetap menjalankan peran penting dalam siklus alam. Ia menyuarakan nilai dari hal-hal yang dianggap kecil, kotor, atau rendah.
Unsur Puisi
- Struktur: Hanya terdiri dari 1 bait dan 2 baris, menjadikannya sangat padat dan langsung.
- Diksi: Pemilihan kata "cacing", "racun", dan "lebih luhur" adalah bentuk kontras tajam.
- Konotasi: Kata "luhur" biasanya diasosiasikan dengan kebajikan, martabat, atau kemuliaan, dan di sini digunakan secara mengejutkan.
- Nada: Nada dalam puisi ini tajam, tegas, dan subversif—menantang pembaca untuk berpikir ulang.
- Simbolisme: Cacing dan racun menjadi simbol dari kekuatan yang tersembunyi dan berguna meski tak tampak mulia.
Suasana dalam Puisi
Meskipun sangat singkat, suasana puisi ini misterius dan agak kontemplatif. Ia menimbulkan perasaan heran, bahkan sedikit shock, karena pembaca dipaksa mengubah cara pandangnya terhadap dunia yang selama ini dianggap rendah.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan utama puisi ini adalah: jangan remehkan hal-hal yang tampak kecil, rendah, atau kotor, sebab bisa jadi merekalah yang paling berjasa dalam keberlangsungan hidup. Keluhuran tidak selalu tampak dalam bentuk yang bersih dan tinggi; ia bisa hadir dalam yang kotor dan tersembunyi.
Imaji
Puisi ini menyodorkan imaji sensorik yang kuat:
- Imaji visual: cacing menggeliat di tanah, racun yang menetes di bumi—terasa nyata dan mengganggu.
- Imaji rasa: ada kesan getir dan reflektif yang muncul dari frasa lebih luhur dari siapa pun!
Majas
- Paradoks: Menyatakan bahwa cacing dan racun tanah lebih luhur dari siapa pun adalah bentuk paradoks, karena hal itu bertentangan dengan nalar umum.
- Ironi: Keluhuran disematkan justru pada sesuatu yang sering dianggap najis—suatu ironi yang tajam.
- Metafora implisit: Cacing dan racun tanah mewakili segala sesuatu yang tak tampak tapi vital.
Puisi “Di Bawah Tanah” menunjukkan betapa puisi tak membutuhkan banyak kata untuk menyentak kesadaran. Dengan hanya dua baris, Slamet Sukirnanto berhasil menggugat persepsi umum tentang nilai dan keluhuran, dan sekaligus menghormati yang terabaikan dalam diam. Ini adalah puisi tentang martabat yang tersembunyi, tentang kehormatan dalam kesunyian, dan tentang kehidupan yang tak selalu berada di atas permukaan.
Karya: Slamet Sukirnanto
Biodata Slamet Sukirnanto:
- Slamet Sukirnanto lahir pada tanggal 3 Maret 1941 di Solo.
- Slamet Sukirnanto meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 2014 (pada umur 73 tahun).
- Slamet Sukirnanto adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.