Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Elegi (Karya Odeh Suardi)

Puisi “Elegi” karya Odeh Suardi bercerita tentang sekelompok orang buangan yang hidup di tanah asing, jauh dari kampung halamannya (dalam hal ini ...

Elegi


Telah kami gantungkan segala kecapi
pada pokok-pokok gandarusa
gimana bisa kami bernyanyi
di lini tanah asing-segala?

Jauh jarak Jerusalem – Babil.....
rindu mendendam di hati buangan
meskipun terkadang lidah dan hati
bertentang-tentangan sama sendiri

telah kami gantungkan segala kecapi
tapi di hati tak sepi doa
tak bisa, tak mau kami lupa
pada Sion, bukit Bapa

Tahu, Kau tidak berlepas diri
tahu, kami tidak sendiri........

Jakarta, Januari 1954

Sumber: Majalah Mimbar Indonesia (27 Maret 1954)

Analisis Puisi:

Puisi berjudul “Elegi” karya Odeh Suardi merupakan ungkapan kesedihan dan kerinduan mendalam akan tanah air dan iman yang tak tergoyahkan di tengah keterasingan. Dalam bentuk liris dan religius, puisi ini menyuarakan suara kolektif orang-orang yang terbuang dari tanah kelahirannya, tetapi tetap menggenggam harapan pada Tuhan dan pada tempat asalnya.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan akan tanah kelahiran dan kesetiaan spiritual di tengah pengasingan. Puisi ini juga mengangkat tema identitas, penderitaan diaspora, dan keengganan melupakan asal-usul atau iman meski dalam keadaan sulit.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa identitas dan iman seseorang tidak akan pernah benar-benar tercerabut dari dirinya, meskipun berada di tempat asing dan penuh tekanan. Penggambaran umat yang menggantung kecapi mereka adalah simbol keengganan untuk berpura-pura bahagia di tengah penderitaan batin karena kerinduan pada tempat asal dan iman leluhur.

Puisi ini bercerita tentang sekelompok orang buangan yang hidup di tanah asing, jauh dari kampung halamannya (dalam hal ini Jerusalem atau Sion). Mereka tidak mampu bernyanyi atau bersenang hati karena penderitaan dan kerinduan yang menguasai hati. Meski mereka tidak memainkan kecapi mereka, doa dan kesetiaan pada Tuhan dan tanah leluhur tetap hidup dalam hati mereka.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tergambar dalam puisi ini adalah melankolis, syahdu, dan penuh kerinduan spiritual. Ada rasa kehilangan, tetapi juga muncul nada penghiburan dan keteguhan. Perasaan pasrah dan rindu bercampur dengan keyakinan akan kehadiran ilahi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini antara lain:
  • Dalam keterasingan dan penderitaan, manusia tidak boleh melupakan akar spiritual dan tanah kelahirannya.
  • Kesetiaan kepada Tuhan dan identitas harus dijaga meski dunia berubah dan tempat berpijak berbeda.
  • Rasa duka dan rindu tidak menghapus doa; justru mempertebal iman dan harapan.

Imaji

Beberapa imaji dalam puisi ini sangat kuat dan simbolik:
  • “kami gantungkan segala kecapi pada pokok-pokok gandarusa” → menciptakan gambaran visual tentang kesedihan dan keengganan untuk bernyanyi.
  • “tanah asing-segala” → membentuk citra tempat yang jauh, asing, dan tidak bersahabat.
  • “di hati tak sepi doa” → menciptakan imaji spiritual yang hangat, bahwa doa tetap hidup meski tubuh berada jauh dari tempat asal.
  • “Sion, bukit Bapa” → simbol religius yang kuat akan tempat suci dan kedekatan dengan Tuhan.

Majas

Puisi ini juga memanfaatkan berbagai majas untuk memperdalam makna:
  • Metafora: “kami gantungkan segala kecapi” sebagai lambang menyerah atau kehilangan semangat bernyanyi karena kesedihan.
  • Paradoks: “lidah dan hati bertentang-tentangan sama sendiri” menggambarkan konflik batin antara keinginan untuk bertahan dan rasa rindu yang tak tertahankan.
  • Simbolisme: Sion, Jerusalem, Babil digunakan sebagai simbol kerinduan akan tempat suci dan rumah spiritual.
Puisi “Elegi” karya Odeh Suardi adalah puisi kontemplatif yang menyuarakan penderitaan batin dan kerinduan kaum diaspora terhadap tanah air dan keyakinan mereka. Melalui diksi yang sederhana namun sarat makna, puisi ini mengajak pembaca merenung tentang pentingnya iman, kesetiaan, dan identitas dalam menghadapi keterasingan hidup. Dalam keheningan, doa tetap hidup. Dalam keterbuangan, harapan pada Tuhan tidak pernah padam.

Puisi Odeh Suardi Sepenuhnya
Puisi: Elegi
Karya: Odeh Suardi

Biodata Odeh Suardi:
  • Odeh Suardi lahir pada tanggal 6 September 1930 di Sumedang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.