Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Janda (Karya Odeh Suardi)

Puisi "Janda" karya Odeh Suardi bercerita tentang pengalaman batin seorang perempuan yang merasa sendirian, terasing, dan penuh luka, seperti ...

Janda


Senyuman di bibir telaga pagi
Riaknya mengalun turun ke hati
Mengorak kelopak bunga melati
Terlalu tahu diri

Apakah cadar kini terdampar
Di pulau yang jauh dan sendiri?
Ataukah nanti burung di sangkar
Mati terkapar sehabis nyanyi?

Topeng ini mukaku sendiri
Menarikan gemuruh sepi
Di tanah air bukan kupunya

Terimalah Tuhan, dosa dan doa
hatiku yang janda
Hatiku yang janda

Sumber: Majalah Mimbar Indonesia (9 April 1955)

Analisis Puisi:

Puisi "Janda" karya Odeh Suardi adalah karya yang sarat akan emosi, kesendirian, dan perenungan eksistensial. Dengan metafora yang kuat dan suasana melankolis, puisi ini menyuarakan pergulatan batin seorang perempuan yang merasa terasing dalam dunia yang pernah ia kenal. Kata "janda" dalam puisi ini bukan hanya status sosial, melainkan simbol keterasingan, kehilangan, dan pencarian makna diri.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kesepian dan keterasingan, terutama dalam konteks batin perempuan yang merasa tercerabut dari tempatnya, baik secara fisik maupun emosional. Ada pula tema identitas dan penerimaan diri, ketika si aku lirik menampilkan wajah di balik "topeng", serta menggugat kenyataan yang tak lagi ramah.

Puisi ini bercerita tentang pengalaman batin seorang perempuan yang merasa sendirian, terasing, dan penuh luka, seperti tersirat dalam kalimat "hatiku yang janda". Istilah "janda" tidak digunakan dalam arti harfiah saja, tetapi sebagai lambang hati yang kehilangan, kesepian, dan hidup tanpa penopang emosional.

Larik-larik awal menggambarkan kesan indah namun pahit dari kehidupan yang dijalani, seperti “Senyuman di bibir telaga pagi / Riaknya mengalun turun ke hati”, yang menandakan emosi yang tampak damai tapi menyimpan kesedihan dalam.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini sangat dalam:
  • "Janda" adalah metafora bagi kehilangan dan keterputusan, tidak hanya dari pasangan, tetapi dari identitas, rumah, atau tempat pulang.
  • Keterasingan si aku lirik mungkin juga merupakan metafora bagi seseorang yang merasa tidak memiliki tempat lagi di dunia yang berubah, seperti tampak pada “Di tanah air bukan kupunya”.
  • Ada pergulatan spiritual dan eksistensial yang terungkap dalam doa, sebagaimana terlihat dalam bait terakhir: “Terimalah Tuhan, dosa dan doa”.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini sunyi, sendu, dan reflektif. Ada kesedihan yang ditampilkan secara halus, seperti gelombang tenang di permukaan dan badai di kedalaman. Perasaan kesendirian sangat terasa dari awal hingga akhir puisi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

  • Kehilangan adalah bagian dari hidup yang harus dihadapi dengan jujur dan lapang dada.
  • Keterasingan batin bisa menjadi jalan untuk berdialog dengan Tuhan dan memahami diri sendiri.
  • Dunia tidak selalu menjadi tempat yang ramah, tetapi pengakuan terhadap luka adalah bentuk keberanian.
  • Doa dan dosa adalah bagian dari keberadaan manusia yang rapuh namun terus mencari penerimaan.

Imaji

Puisi ini mengandung banyak imaji yang puitis dan emosional, antara lain:
  • “Senyuman di bibir telaga pagi” → imaji visual dan emosional, menggambarkan permukaan yang tenang tapi menyimpan kedalaman rasa.
  • “Riaknya mengalun turun ke hati” → imaji auditori dan emosional, menunjukkan bagaimana kedamaian semu bisa menggugah perasaan.
  • “Burung di sangkar / Mati terkapar sehabis nyanyi” → imaji tragis tentang kematian harapan atau impian setelah usaha maksimal.

Majas

Beberapa majas penting dalam puisi ini:
  • Metafora: “Hatiku yang janda” → hati yang ditinggalkan, kesepian, kehilangan, bukan hanya secara literal tetapi juga emosional dan spiritual. “Topeng ini mukaku sendiri” → menggambarkan identitas palsu yang harus dikenakan, seakan menjadi orang lain dalam hidupnya sendiri.
  • Personifikasi: “Senyuman di bibir telaga pagi” → memberikan sifat manusia pada alam.
  • Pertanyaan retoris: “Apakah cadar kini terdampar / Di pulau yang jauh dan sendiri?” → menunjukkan keputusasaan dan kebingungan akan arah hidup.
Puisi "Janda" karya Odeh Suardi adalah sebuah perenungan mendalam tentang kesendirian, kehilangan, dan pencarian makna hidup dalam sunyi. Dengan menggunakan simbolisme yang kuat dan diksi yang lembut namun tajam, penyair menyampaikan pesan bahwa dalam keterasingan dan luka, masih ada ruang untuk doa, refleksi, dan penerimaan diri. Puisi ini mengajak pembaca untuk menyelami sisi rapuh dari kehidupan dan menemukan kekuatan dalam keheningan.

Puisi Odeh Suardi Sepenuhnya
Puisi: Janda
Karya: Odeh Suardi

Biodata Odeh Suardi:
  • Odeh Suardi lahir pada tanggal 6 September 1930 di Sumedang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.