Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Ketika Bulan Mengambang di Angan (Karya Budiman S. Hartoyo)

Puisi “Ketika Bulan Mengambang di Angan” karya Budiman S. Hartoyo bercerita tentang dua tokoh—seorang "abang" dan "adik"—yang mengamati langit ...
Ketika Bulan Mengambang di Angan
(Dongeng buat Athar dan Nabil)

Diam-diam, seperti enggan, angin mengendap perlahan, membelai dedaunan akasia sembari mendesah dan berbisik kepada reranting nyiur yang bergoyang, melambai ke arah langit biru yang semburat kehitaman, sementara di kejauhan awan putih berarak tenang melenggang.

"Ada bulan mengambang, ada bulan mengambang di awan, abang. Bulat keemasan merajai langit hitam. Bisakah kita terbang sebelum parak siang menjelang? Bermain bola bersama bulan dan bintang gemintang."

"Lihatlah adik, lihat, bulan purbani di temaram malam. Tenang dan pelan ia berlayar di antara gumpalan dan serpihan awan. Siapa gerangan yang mengemudikannya? Lihatlah, bayang-bayang Eyang melenggang di sana."

Bulan bulat keemasan berlayar, mengambang tenang dan pelan. Semesta terasa senyap, semua terdiam. Tiada lagi dedaunan bergoyang, tiada lagi angin bersijingkat mengendap-endap, berbisik dan mendesah seolah enggan. Serpih awan putih menyebar di latar langit biru kehitaman.

"Kita terbang sekarang, abang."
"Jangan adik, bulan dan bintang segera bertandang."
"Kita berlayar di awan kehitaman, abang."
"Tidak adik, kita akan berlayar, mengambang di angan."
"Mengambang di angan, abang?"
"Mengambang di angan, mengambang di angan....".

Jakarta, 17-24 April 2009

Analisis Puisi:

Puisi “Ketika Bulan Mengambang di Angan” karya Budiman S. Hartoyo adalah karya yang indah dan kontemplatif, menggabungkan bahasa puitik, narasi dialogis, serta kekuatan imaji visual yang kental. Puisi ini tidak hanya menyajikan keindahan langit malam, tetapi juga menggiring pembaca masuk ke dunia perenungan, fantasi, bahkan kemungkinan kematian atau keabadian.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kerinduan akan pelarian dari dunia nyata ke dunia imajinasi atau spiritual, yang disimbolkan melalui perjalanan bersama bulan dan langit malam. Ada pula tema kematian sebagai pelayaran sunyi menuju dunia lain—dibungkus dalam keindahan bahasa metaforis.

Puisi ini bercerita tentang dua tokoh—seorang "abang" dan "adik"—yang mengamati langit malam, khususnya bulan yang mengambang di antara awan. Dalam dialog mereka, tersirat keinginan untuk "terbang", "bermain bola dengan bulan", atau "berlayar di awan". Tokoh adik tampak lebih bersemangat membayangkan petualangan di angkasa, sementara tokoh abang lebih reflektif, menahan, bahkan mengarahkan pelayaran itu bukan secara fisik, tapi “mengambang di angan”. Narasi ini sarat dengan metafora tentang perpindahan atau perjalanan spiritual.

Makna Tersirat

Puisi ini menyimpan makna tersirat tentang kematian yang digambarkan sebagai pelayaran atau pengembaraan sunyi ke tempat lain. Bulan purbani, langit kehitaman, dan kalimat "mengambang di angan" seolah menyimbolkan transisi dari dunia nyata ke alam metafisik. Dialog antara abang dan adik mencerminkan percakapan batin: antara keinginan untuk “terbang” (melepas dunia) dan ajakan untuk tetap merenung atau pasrah.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini sangat tenang, kontemplatif, dan melankolis. Angin berdesah perlahan, bulan mengambang tenang, semesta senyap, dan langit biru kehitaman menciptakan atmosfer seolah-olah dunia sedang menunggu sesuatu yang besar, seperti kepergian atau kelahiran baru.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat dari puisi ini dapat dimaknai sebagai: dalam hidup, tidak semua perjalanan harus nyata dan kasat mata—kadang, pengembaraan batinlah yang lebih dalam dan abadi. Ada juga pesan untuk menerima misteri semesta dan kehidupan dengan kesadaran dan ketenangan, bahkan ketika itu berarti meninggalkan dunia nyata menuju ruang angan atau keabadian.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual dan auditif:
  • “Angin mengendap perlahan, membelai dedaunan akasia” — imaji gerak dan suara alam.
  • “Bulan bulat keemasan mengambang di langit hitam” — citra langit malam yang indah.
  • “Serpih awan putih menyebar di latar langit kehitaman” — menghadirkan visual kontras antara terang dan gelap.
Imaji ini membentuk lanskap yang hidup dan penuh nuansa simbolik.

Majas

Puisi ini juga diperkaya dengan beragam majas:
  • Personifikasi: “Angin mengendap perlahan, membelai dedaunan” — angin digambarkan seolah makhluk hidup.
  • Metafora: “Kita akan berlayar, mengambang di angan” — perjalanan imajinatif sebagai simbol transendensi atau kematian.
  • Repetisi: Frasa “mengambang di angan” diulang untuk menegaskan keadaan melayang-layang tanpa batas yang bersifat spiritual dan kontemplatif.
  • Simile: “Melambaikan tangan bagai meninggalkan dermaga” — menggambarkan perpisahan, kemungkinan simbol dari kematian atau kepergian ke alam lain.
Puisi “Ketika Bulan Mengambang di Angan” adalah puisi yang lembut namun kuat dalam menyampaikan refleksi tentang kepergian, keheningan, dan dunia angan. Ia membawa pembaca menyusuri langit malam yang sepi, bulan yang tenang, dan imajinasi dua sosok yang seolah siap melakukan pelayaran jauh dari hiruk-pikuk dunia. Dengan gaya bahasa yang puitis, Budiman S. Hartoyo menghadirkan puisi sebagai ruang kontemplasi, tempat di mana realitas dan angan bersilangan, dan mungkin, menyatu.

Puisi Budiman S. Hartoyo
Puisi: Ketika Bulan Mengambang di Angan
Karya: Budiman S. Hartoyo

Biodata Budiman S. Hartoyo:
  • Budiman S. Hartoyo lahir pada tanggal 5 Desember 1938 di Solo.
  • Budiman S. Hartoyo meninggal dunia pada tanggal 11 Maret 2010.
  • Budiman S. Hartoyo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.