Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Kukenang Ibu di Pelataran Senja (Karya Tri Astoto Kodarie)

Puisi "Kukenang Ibu di Pelataran Senja" bercerita tentang seorang anak yang mengenang nasihat ibunya di masa lalu. Ia menggali kembali kenangan ...
Kukenang Ibu di Pelataran Senja

pernah kugali kenangan di antara batu-batu
kucungkili perlahan dengan kapak waktu
selembar cerita saat kecil kutemukan
huruf-hurufnya kabur, sulit kuterjemahkan

ada fotoku memeluk rembulan
cahayanya sedikit redup tertutup awan
: nak, genggamlah pisau
suara ibu jernih seperti air danau

ibu selalu mengingatkanku membawa pisau
mengasahnya agar bibirnya selalu berkilau
karena perjalanan meniti usia bertebing dan terjal
dan musuhnya adalah setiap kata yang mulai kukenal

: nak, tikamlah ia bila menyesatkan
kata ibu sambil memintal kerisauan
biarkan angin berjaga di daun jendela
sementara senja menerjemahkan bianglala.

2007

Analisis Puisi:

Puisi "Kukenang Ibu di Pelataran Senja" merupakan karya yang penuh makna dan simbolisme tentang ingatan masa kecil, nasihat ibu, dan perjalanan hidup yang keras. Melalui metafora dan bahasa yang puitis, penyair menghadirkan sosok ibu sebagai penjaga nilai dan pemberi bekal spiritual di tengah kehidupan yang penuh tantangan. Puisi ini sarat dengan suasana batin yang reflektif dan penuh kerinduan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kenangan masa kecil dan nasihat seorang ibu sebagai bekal menjalani kehidupan yang penuh tantangan. Ada pula tema tambahan tentang pertarungan batin melawan keburukan, serta pentingnya kebijaksanaan dalam menyikapi kehidupan.

Puisi ini bercerita tentang seorang anak yang mengenang nasihat ibunya di masa lalu. Ia menggali kembali kenangan—digambarkan secara simbolis sebagai “menggali di antara batu-batu dengan kapak waktu”—dan menemukan sepenggal masa kecil. Sang ibu memberi pesan agar anaknya membawa dan mengasah “pisau”, yang secara simbolik merujuk pada ketajaman berpikir, keberanian, atau ketegasan untuk menghadapi dunia yang kejam dan penuh tipu daya.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa nasihat orang tua, khususnya ibu, menjadi warisan berharga dalam menghadapi tantangan hidup. “Pisau” dalam puisi bukan berarti senjata fisik, melainkan simbol dari kewaspadaan, kecerdasan, dan kekuatan untuk melawan keburukan, termasuk dari kata-kata atau pengaruh yang menyesatkan. Puisi ini juga menyiratkan kerinduan mendalam terhadap masa lalu dan sosok ibu yang bijaksana.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah melankolis, reflektif, dan sedikit kelam. Terdapat nuansa senja yang menjadi simbol waktu yang berlalu dan nostalgia, sementara kata-kata seperti “kerisauan”, “awan”, dan “bianglala” menambah kesan perenungan yang dalam dan kontemplatif.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa:
  • Nasihat seorang ibu bisa menjadi pedoman hidup yang abadi.
  • Ketegasan dan kecermatan dalam memilih kata, pemikiran, dan tindakan sangat penting untuk menghadapi kehidupan yang terjal.
  • Kenangan masa lalu, meski kabur dan tertutup waktu, tetap menyimpan nilai dan pelajaran.
  • Hidup adalah perjalanan penuh rintangan, dan kita harus siap dengan ketajaman akal serta hati.

Imaji

Puisi ini penuh dengan imaji kuat dan simbolis, seperti:
  • “kugali kenangan di antara batu-batu” – membentuk citra usaha keras mengungkap masa lalu.
  • “fotoku memeluk rembulan” – gambaran puitis masa kecil dan harapan.
  • “senja menerjemahkan bianglala” – imaji akhir hari yang memaknai kehidupan yang penuh warna namun mulai memudar.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “kapak waktu” untuk menggambarkan kenangan dan perjalanan waktu.
  • Personifikasi: “senja menerjemahkan bianglala” – senja digambarkan seolah memiliki kemampuan memahami atau menafsirkan.
  • Simbolisme: “pisau” melambangkan ketajaman pikiran atau kekuatan untuk menghadapi kesulitan.
  • Hiperbola: “fotoku memeluk rembulan” – gambaran yang dilebih-lebihkan untuk menunjukkan kehangatan masa kecil dan khayalan.
Puisi "Kukenang Ibu di Pelataran Senja" merupakan karya puitis yang sarat makna, menyampaikan pesan tentang pentingnya nasihat ibu dalam menghadapi dunia yang kompleks. Dengan suasana yang reflektif dan bahasa yang penuh simbol, penyair mengajak pembaca untuk merenungi kembali masa kecil, arti ketegasan, dan kekuatan nilai-nilai yang diwariskan oleh orang tua. Imaji dan majas yang digunakan memperkuat daya magis puisi ini sebagai karya sastra yang menyentuh dan bermakna dalam.

Puisi: Kukenang Ibu di Pelataran Senja
Puisi: Kukenang Ibu di Pelataran Senja
Karya: Tri Astoto Kodarie

Biodata Tri Astoto Kodarie:
  • Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.
© Sepenuhnya. All rights reserved.