Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Lanskap Taman (Karya Fitri Yani)

Puisi "Lanskap Taman" karya Fitri Yani bercerita tentang seorang tokoh liris yang berhenti sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan, merenung di tengah ...
Lanskap Taman

aku berhenti di antara kesibukan yang telah kehilangan tujuan. bunga-bunga bermekaran di sudut jalan, lambang kota mengisyaratkan segala yang pernah ada. inikah permulaan baru?

asmara bertubi-tubi membakar dada, larut menjadi abu kebahagiaan sekaligus penderitaan. aku membeku di dalam baranya, suara-suara kebijaksanaan menggema pula dari satu arah yang tak bisa kupastikan asalnya. kemudian kuukur kesunyian demi kesunyian, kubuka pintu demi pintu yang masih rapat terkunci.

terlalu banyak pesan yang kau tinggalkan, betapa sukar kuterjemahkan.

aku terhenyak di hadapan bunga-bunga yang mekar. aromanya menguar samar. ada mahluk-mahluk baru di dalam kepalaku, mereka membuat lubang-lubang yang dalam, lalu membongkar-bongkar setiap ingatan dan kenangan di mana sedih dan bahagia menjadi tak punya beda. seharusnya aku menjadi bunga plastik di meja kerja, ruang tamu atau kamar tidur. agar hidup dan mati tak seperti datang bersamaan, pohon-pohon tumbang perlahan. burung-burung hitam terbang.

namun begitulah waktu, mata biru yang bersuara bagai perempuan-perempuan gipsy yang gemar meramal tangan-tangan duka dan bahagia.

April, 2012

Sumber: Jurnal Nasional (12 Agustus 2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Lanskap Taman" karya Fitri Yani merupakan sebuah renungan eksistensial yang melintasi ruang batin manusia modern—penuh kesibukan namun kehilangan makna, terjebak antara kenangan dan harapan, serta dihantui oleh pertanyaan akan identitas, waktu, dan tujuan hidup. Lewat metafora lanskap taman, puisi ini memotret kondisi psikologis seseorang yang berada di titik liminal antara masa lalu dan masa depan, antara diri yang merasa dan diri yang ingin membeku.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah kegelisahan eksistensial dan pencarian makna hidup di tengah kekosongan batin. Tema lain yang menyertainya adalah perenungan akan waktu, kenangan, serta ambiguitas antara bahagia dan derita.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini mencerminkan kekacauan batin yang dialami seseorang saat mengalami kehilangan arah dan tujuan dalam hidup. Penyair menggambarkan bagaimana segala hal yang tampak hidup—seperti bunga bermekaran dan burung terbang—tidak mampu menghibur atau mengisi kehampaan emosional. Bahkan asmara, yang biasanya menjadi pusat kebahagiaan, digambarkan sebagai api yang membakar dan meluluhlantakkan identitas diri.

Lebih dalam lagi, puisi ini menyiratkan keinginan untuk mati rasa agar terhindar dari derita, tercermin dalam harapan menjadi “bunga plastik” yang statis, tak hidup, namun juga tak menderita.

Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh liris yang berhenti sejenak dari hiruk-pikuk kehidupan, merenung di tengah lanskap taman—simbol dari kenangan, waktu, dan perubahan. Dalam renungan itu, ia melihat kembali jejak asmara, trauma, dan ingatan yang bercampur aduk. Ia diguncang oleh suara-suara dari masa lalu, tidak bisa mengartikulasikan pesan-pesan yang tertinggal, dan merasa hampa, bahkan asing terhadap dirinya sendiri.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi terasa melankolis, reflektif, dan nyaris sureal. Ada perpaduan antara keteduhan dan ketegangan, di mana simbol-simbol alam yang biasa menenangkan justru membangkitkan kegelisahan dan ingatan yang menyakitkan. Suasana ini diperkuat dengan suasana kesepian, keterasingan, dan sedikit absurditas—terutama saat tokoh liris mempertanyakan apakah ia sebaiknya menjadi “bunga plastik”.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang disampaikan dalam puisi ini adalah bahwa dalam hidup yang sibuk dan penuh tuntutan, manusia sering kali kehilangan makna dan arah. Untuk kembali memahami hidup, dibutuhkan keberanian untuk berhenti, merenung, dan menghadapi ingatan dan kesedihan yang selama ini terkubur. Selain itu, puisi ini juga menyentuh tentang kerapuhan perasaan manusia dan keinginan untuk mati rasa sebagai bentuk perlindungan dari luka batin.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan emosional:
  • “bunga-bunga bermekaran di sudut jalan” → menciptakan gambaran kehidupan yang indah namun membingungkan.
  • “aromanya menguar samar” → imaji penciuman yang mendukung suasana keraguan dan kekosongan.
  • “pohon-pohon tumbang perlahan. burung-burung hitam terbang.” → imaji visual yang menggambarkan kehancuran dan pertanda akan perubahan besar.
  • “bunga plastik di meja kerja” → simbol kehidupan statis dan emosi yang beku.
  • “mata biru yang bersuara bagai perempuan-perempuan gipsy” → metafora waktu yang mempesona namun misterius dan tidak bisa dikendalikan.

Majas

Beberapa majas penting dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “mata biru yang bersuara”, “waktu… bagai perempuan-perempuan gipsy”, dan “lubang-lubang dalam di kepala” menggambarkan perasaan tertekan dan keasingan terhadap realitas.
  • Personifikasi: “suara-suara kebijaksanaan menggema pula dari satu arah yang tak bisa kupastikan asalnya” → suara digambarkan seperti makhluk yang hidup dan aktif memanggil.
  • Simbolisme: “bunga plastik” menjadi simbol dari keinginan untuk membekukan perasaan, sedangkan “burung hitam” melambangkan kematian atau kesedihan yang menyelimuti.
  • Paradoks: “di mana sedih dan bahagia menjadi tak punya beda” → menunjukkan kekacauan emosional yang mendalam.
Puisi "Lanskap Taman" merupakan karya kontemplatif yang kuat dalam membangun dunia batin tokoh liris yang terjebak dalam kesibukan dan kehilangan arah. Fitri Yani berhasil menuturkan kompleksitas emosi manusia melalui simbol-simbol yang subtil namun penuh daya pukau. Dengan tema pencarian makna, makna tersirat tentang kehampaan emosional, serta imaji dan majas yang menyentuh, puisi ini layak dibaca berulang kali untuk menggali kedalamannya.

Fitri Yani
Puisi: Lanskap Taman
Karya: Fitri Yani

Biodata Fitri Yani:
  • Fitri Yani lahir pada tanggal 28 Februari 1986 di Liwa, Lampung Barat, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.