Maha-Tunggal
Akui, Muhammad, Allah satu,
Allah itu tempat mengadu,
Tidak beranak, tidak beribu,
Tiada bandingan barang suatu.
Sumber: Kata Hati (1941)
Analisis Puisi:
Puisi "Maha-Tunggal" karya Rifa’i Ali merupakan puisi pendek namun padat makna, yang menyuarakan keyakinan tauhid dalam bentuk yang puitis dan ringkas. Dengan struktur yang rapi dan rima akhir yang konsisten (A-A-A-A), puisi ini menegaskan prinsip dasar dalam ajaran Islam, yakni pengakuan terhadap keesaan Tuhan.
Tema
Tema utama puisi ini adalah tauhid, yaitu pengesaan Allah sebagai Tuhan yang satu dan tiada bandingan. Puisi ini secara eksplisit mengangkat akidah Islam sebagai landasan utama, dengan menekankan bahwa Allah adalah tempat bergantung, tidak dilahirkan maupun melahirkan, serta tidak memiliki tandingan apa pun.
Makna Tersirat
Secara tersirat, puisi ini ingin memperkuat identitas dan keyakinan keagamaan pembaca (khususnya Muslim), sekaligus mengingatkan bahwa dalam kehidupan yang penuh ketidakpastian, hanya kepada Allah tempat manusia bersandar. Penyeruan kepada “Muhammad” bukan hanya menunjuk kepada Nabi Muhammad SAW secara literal, tapi bisa juga dibaca sebagai simbol umat—ajakan kepada seluruh manusia untuk mengakui keesaan Tuhan.
Unsur Puisi
- Bait: 1 bait
- Baris: 4 baris
- Rima akhir: A-A-A-A
- Diksi: Religius dan sederhana, namun mengandung kedalaman makna spiritual.
- Gaya bahasa: Deklaratif, mengajak, dan afirmatif.
- Irama: Teratur dan tenang, mendukung suasana khusyuk dan reflektif.
Puisi ini bercerita tentang pengakuan terhadap keesaan Tuhan, bahwa Allah adalah satu-satunya tempat bergantung dan tidak dapat dibandingkan dengan apa pun. Dalam konteks ini, cerita tidak dalam bentuk naratif, tetapi lebih sebagai pernyataan iman yang menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhan dalam keyakinan Islam.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tercipta dari puisi ini adalah khusyuk, tenang, dan sakral. Nada puisi yang afirmatif dan lugas mengesankan suatu bentuk keimanan yang teguh, tanpa keraguan, sehingga suasana batin pembaca diarahkan pada refleksi spiritual dan pengakuan terhadap kekuasaan Allah.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang disampaikan puisi ini adalah ajakan untuk mengenal dan mengakui keesaan Allah, serta menyadari bahwa hanya kepada-Nya tempat bergantung dalam hidup. Puisi ini menegaskan nilai inti dalam keimanan Islam, yakni bahwa Allah tidak bergantung kepada apa pun dan tidak memiliki kesamaan dengan ciptaan-Nya.
Imaji
Imaji dalam puisi ini bersifat abstrak dan teologis, tidak menghadirkan gambaran visual, melainkan imaji spiritual dan konsep keesaan Tuhan:
- “Allah itu tempat mengadu” membentuk imaji spiritual tentang Allah sebagai pelindung dan penolong.
- “Tiada bandingan barang suatu” menciptakan kesadaran akan keagungan dan keunikan Tuhan, yang tak terbayangkan bentuk-Nya.
Majas
Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
- Apostrof: Baris pertama “Akui, Muhammad, Allah satu” adalah bentuk sapaan langsung yang bersifat retoris, seolah berbicara kepada Nabi atau simbol umat.
- Repetisi makna: Empat baris puisi memiliki makna yang saling menguatkan satu sama lain tentang ketunggalan dan kemahasempurnaan Tuhan.
- Elipsis (penghilangan unsur gramatikal): Kalimat-kalimat pendek tanpa banyak konjungsi memperkuat efek afirmatif dan ritmis.
Puisi "Maha-Tunggal" karya Rifa’i Ali adalah bentuk ekspresi keimanan yang ringkas namun dalam. Dengan struktur puisi yang sederhana dan rima yang teratur, puisi ini mempertegas esensi tauhid dalam Islam—pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang mutlak, tak bergantung, dan tiada serupa. Dalam balutan bahasa puitis, pesan spiritual yang kuat ini menjadi pengingat tentang posisi manusia sebagai hamba yang harus kembali kepada Tuhan dalam segala keadaan.
Puisi: Maha-Tunggal
Karya: Rifa'i Ali
Biodata Rifa'i Ali:
- Rifa'i Ali lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 24 April 1909.
- Rifa'i Ali adalah salah satu Sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
