Membaca Hujan Pagi
masih kuingat katamu kemarin di sudut jalan
besok akan hujan karena gelapnya awan
dan sampai awal tahun menurut ramalan
hujan menjadikan kita sebagai kawan
seperti hujan pagi ini yang kupandangi dari kaca jendela
membuat orang-orang kuyup: payungmu kulihat warna lila
melambaikan tangan bagai meninggalkan dermaga
peluit panjang dan kapal-kapal yang selalu terjaga
hujan tak reda
angin memeluk petir dengan nafas yang berbeda.
2004
Analisis Puisi:
Puisi “Membaca Hujan Pagi” karya Tri Astoto Kodarie adalah karya puitik yang memotret suasana hujan dalam balutan kenangan dan kontemplasi. Puisi ini sederhana dari segi struktur, namun kaya makna secara emosional. Penyair menghadirkan gambaran suasana yang intim dan reflektif, dengan memanfaatkan elemen-elemen puisi seperti imaji, majas, dan suasana yang khas.
Tema
Tema utama puisi ini adalah kenangan dan refleksi yang dihadirkan oleh hujan. Hujan menjadi simbol sekaligus jembatan untuk mengingat, merenung, dan membangun kembali makna-makna kecil dalam kehidupan sehari-hari.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang mengingat percakapan sebelumnya mengenai hujan, lalu merenungi hadirnya hujan pagi dari balik jendela. Ia menyaksikan kehidupan di luar yang tetap berjalan di tengah hujan, termasuk seseorang dengan payung berwarna lila. Hujan menjadi latar untuk melihat perpisahan, pergerakan, dan ketegangan suasana, hingga berakhir pada gambaran langit yang murung namun penuh energi.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa hujan tidak hanya peristiwa alam, tetapi juga medium untuk merenungi hubungan, kenangan, dan kesendirian. Dalam hujan pagi, pembicaraan sederhana berubah menjadi simbol keterhubungan emosional. Warna payung, lambaian tangan, dan bunyi kapal menjadi tanda-tanda kecil dari hal yang lebih besar: kepergian, perpisahan, atau bahkan kesetiaan yang diam-diam.
Unsur Puisi
Puisi ini tersusun dalam tiga bait. Bait pertama dan kedua masing-masing terdiri dari empat baris, sementara bait ketiga hanya dua baris, membentuk pola 4-4-2. Rima yang digunakan cukup konsisten, yakni pola A-A-A-A dalam bait pertama dan kedua, menciptakan irama yang harmonis dan lembut. Unsur-unsur puisi lain yang menonjol adalah imaji visual, suasana yang khas, dan pemilihan diksi yang sederhana namun kuat.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tercipta adalah tenang, melankolis, dan sedikit sendu, namun bukan dalam kesedihan yang berat. Ada nuansa hening, kontemplatif, seperti seseorang yang menyendiri di pagi hujan sambil mengingat sesuatu yang bersifat personal.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Puisi ini menyampaikan pesan bahwa hal-hal kecil seperti percakapan singkat atau hujan pagi dapat menyimpan makna yang dalam dan personal, dan bahwa alam sering menjadi cermin dari emosi dan pengalaman manusia. Keindahan hujan bukan hanya pada airnya, tetapi pada kenangan dan perasaan yang mengalir bersamanya.
Imaji
Puisi ini penuh dengan imaji visual yang kuat, antara lain:
- “seperti hujan pagi ini yang kupandangi dari kaca jendela” — menciptakan suasana tenang dan kontemplatif.
- “payungmu kulihat warna lila” — menghadirkan warna yang kontras dan membangkitkan perasaan tertentu.
- “melambaikan tangan bagai meninggalkan dermaga” — memperkuat kesan perpisahan.
- “peluit panjang dan kapal-kapal yang selalu terjaga” — menambahkan elemen suara dan gerak yang memperkaya atmosfer puisi.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “angin memeluk petir dengan nafas yang berbeda” — angin dan petir diberi sifat manusiawi, memperkuat kesan dramatis.
- Simile (perbandingan langsung): “melambaikan tangan bagai meninggalkan dermaga” — membandingkan lambaian tangan dengan perpisahan kapal, memberi kesan emosional.
- Metafora: “hujan menjadikan kita sebagai kawan” — hujan digambarkan sebagai perekat hubungan, bukan sekadar fenomena alam.
Puisi “Membaca Hujan Pagi” karya Tri Astoto Kodarie adalah puisi pendek yang berhasil menghadirkan emosi, suasana, dan imajinasi secara padat namun berkesan. Melalui hujan dan kenangan kecil, puisi ini berbicara tentang hubungan manusia dengan waktu, alam, dan sesamanya. Dengan struktur yang sederhana, puisi ini justru memancarkan keindahan melalui ketenangan dan kesederhanaan.
Puisi: Membaca Hujan Pagi
Karya: Tri Astoto Kodarie
Biodata Tri Astoto Kodarie:
- Tri Astoto Kodarie lahir di Jakarta, pada tanggal 29 Maret 1961.
