Mengapa Harus Gelisah
Mengapa harus gelisah, saudara
mengapa kita harus gelisah
Hujan tumpah terus-terusan
Beban ancaman menekan
Bencana tetap berulang, saudara
bencana bakal tetap berulang
Di satu subuh tanggul bedah
Air menyambar atap rumah
Ditenung jadi lautan, saudara
ditenung darat jadi lautan
Kemana larinya bintang waluku
(Pedoman kita sepanjang waktu)
Tak bisa kita mengeluh, saudara
tak bisa lagi kita mengeluh
Bila ternak terseret hanyut
Benda tak sempat terangkut
Sumbangan hilang di jalan, saudara
sumbangan sering hilang di jalan
Percuma saja orang dermawan
Beras, selimut, obat-obatan
Kami tahan lapar dan dingin, saudara
kami coba tahan lapar dan dingin
Namun si bungsu kuyup biru
Dan abangnya belum ketemu
Siapa jadinya yang salah, saudara
siapa lagi jadinya yang salah
Tiap musim kami beramai-ramai
Dikerahkan menambal tanggul sungai
Sumber: Horison (Juli, 1966)
Analisis Puisi:
Puisi “Mengapa Harus Gelisah” karya Surachman R.M. adalah karya yang menyentuh dan menggugah nurani. Dengan gaya repetitif dan liris, puisi ini menggambarkan penderitaan masyarakat akibat bencana alam yang berulang—terutama banjir—dan ketidakberdayaan menghadapi sistem sosial yang tak mampu memberikan perlindungan.
Tema
Tema utama puisi ini adalah penderitaan rakyat akibat bencana yang terus-menerus terjadi serta ketidakadilan sosial dan ketidakpedulian struktural. Tema ini diperkuat dengan nada putus asa namun penuh ironi terhadap realitas yang tak kunjung membaik.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah kritik sosial terhadap sistem penanggulangan bencana yang lemah dan tidak transparan. Lewat pertanyaan berulang “siapa jadinya yang salah, saudara”, penyair menyuarakan kekecewaan masyarakat terhadap pengelolaan negara yang tidak berpihak pada korban.
Selain itu, puisi ini juga menyiratkan keletihan kolektif, bahwa masyarakat sudah terbiasa dan bahkan mulai pasrah terhadap siklus bencana yang tak kunjung berakhir. Dalam kegetiran ini, terdapat harapan yang perlahan memudar.
Puisi ini bercerita tentang pengalaman pahit masyarakat korban banjir, mulai dari kehilangan tempat tinggal, keluarga, hingga keputusasaan karena bantuan tak sampai dan masalah terus berulang. Lewat narasi tokoh liris yang berbicara pada “saudara”, pembaca diajak menyelami penderitaan tersebut sebagai bagian dari realitas bersama.
Suasana dalam Puisi
Suasana puisi sangat suram, penuh beban, getir, dan nyaris pasrah. Meski ada semacam ajakan untuk tetap tegar, namun keseluruhan nada yang dibangun mengarah pada perasaan frustrasi dan kebuntuan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan dari puisi ini sangat kuat: kesabaran rakyat bukan alasan bagi sistem untuk abai. Bencana yang berulang bukanlah hal biasa yang harus diterima begitu saja. Puisi ini mengajak pembaca, terutama para pemegang kekuasaan, untuk lebih peduli, lebih jujur, dan lebih bertindak nyata dalam menyikapi penderitaan masyarakat kecil.
Imaji
Puisi ini menyuguhkan imaji yang kuat dan menyayat:
- “Air menyambar atap rumah” → menggambarkan dahsyatnya banjir yang tidak hanya menggenangi tanah tetapi juga merusak bangunan.
- “Si bungsu kuyup biru / dan abangnya belum ketemu” → imaji emosional yang menggambarkan tragedi kemanusiaan dan kehilangan.
- “Tiap musim kami beramai-ramai / Dikerahkan menambal tanggul sungai” → imaji kolektif tentang kerja sia-sia yang terus diulang tanpa solusi jangka panjang.
Majas
Puisi ini memanfaatkan beberapa majas penting, antara lain:
- Repetisi: Kalimat seperti “saudara”, “mengapa harus gelisah”, dan “bencana tetap berulang” diulang-ulang untuk menegaskan kepedihan yang berulang dan tidak berujung.
- Personifikasi: “Air menyambar atap rumah” → air digambarkan seolah memiliki kehendak menyerang, menambah dramatisasi kehancuran.
- Ironi: “Percuma saja orang dermawan” menyampaikan kenyataan pahit bahwa kebaikan hati sering tak berarti dalam sistem distribusi yang korup atau tidak efektif.
- Paralelisme: Struktur bait dan baris disusun berulang secara sistematis, memperkuat nuansa retoris sekaligus menyimbolkan siklus penderitaan yang berulang.
Puisi “Mengapa Harus Gelisah” adalah puisi yang berhasil mengangkat tragedi sosial menjadi karya sastra yang tajam dan emosional. Dengan tema penderitaan akibat bencana dan makna tersirat berupa kritik terhadap ketidakadilan sistemik, Surachman R.M. memperlihatkan realitas rakyat kecil yang tidak hanya harus bertahan dari bencana alam, tetapi juga dari kelalaian manusia. Imaji dan majas yang digunakan memperkuat pengalaman pembaca terhadap rasa pilu dan ketidakberdayaan yang dibagikan tokoh liris.
Ini bukan hanya puisi tentang banjir, melainkan jeritan hati yang menolak untuk dibungkam oleh kebiasaan dan sistem yang tak pernah belajar dari masa lalu.
Puisi: Mengapa Harus Gelisah
Karya: Surachman R.M.
Biodata Surachman R.M.:
- Surachman R.M. lahir pada tanggal 13 September 1936 di Garut, Jawa Barat.